I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serangga
Spodoptera exigua sangat meresahkan
petani bawang merah terlebih lagi apabila populasi hama ini sangat tinggi
berupa penurunan produksi dan mutu. Hal ini membuat para petani sangat sulit
menentukan waktu pengendalian yang tepat dan varietas bawang merah yang cocok
untuk dibudidayakan dan dianggap lebih tahan terhadap Spodoptera exigua (Rukmana,1994).
Upaya
pengendalian hama tersebut umumnya dilakukan petani terhadap hama Spodoptera exigua pada bawang merah
adalah pemakaian insektisida kimia yang dirasa praktis dan mudah serta dapat
mematikan semua jenis hama dengan daya bunuh yang cepat. Tetapi penggunaan
pestisida secara terus menerus dapat menimbulkan resistensi hama, dan matinya
organisme (Untung,1983).
Dengan
melihat dampak negatif dari penggunaan insektisida kimia tersebut maka salah
satu upaya yang dapat dilakukan ialah sebagai penghasil bahan aktif insektisida
botani. Cara ini merupakan salah satu alternatif untuk menekan populasi hama.
Keunggulan insektisida botani adalah tidak mencemari lingkungan, bersifat
spesifik, residu relatif pendek dan tidak mudah terjadi resistensi (Oka, 1993).
Secara
umum pestisida botani diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan. Diantara banyak tumbuhan yang berpotensi dan digunakan
sebagai pembuatan pestisida khusus adalah tumbuhan Laseki (Laja, Sereh wangi,dan
Kipahit). Laja atau Lengkuas (Alpinia
galanga L), Sereh
wangi (Andropogon nardus L), dan
Kipahit (Tittonia tagitrifolia L),
yang dapat diformulasikan sebagai pestisida nabati trigonal (Sulastrini, 2002).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktek ini adalah untuk mengetahui teknologi pembuatan pestisida tigonal “LASEKI” di UPT
proteksi Tanaman pangan dan Hortikultura provinsi sulawesi tengah.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Hama Spodoptera exigua Hubner
Spodoptera exsigua
merupakan hama penting pada tanaman bawang merah yang sangat merugikan dan
dapat menurunkan jumlah, mutu serta hasil. Secara sistematis Spodoptera exsigua dapat dikelompokan
dalam Kingdom: Animalia, Phylum: Arthopoda, Kelas: Insekta, Ordo: Lepidoptera.
Famili: Noctuidae, Genus: Spodopter, Spesies: Spodoptera exsigua (Balitan, 1995).
Spodoptera exsigua
dalam perkembangannya mengalami metamorfosis sempurna melewati empat stadium
yaitu: telur, larva, pupa dan imago (Pracaya, 1995). Pada fase
perkembangan hama Spodoptera exsigua
dari stadium
2.2 Botani Tumbuhan Laseki
2.2.1 Laja/Lengkuas (Alpinia galanga)
Laja/Lengkuas
(Alpinia galanga), merupakan tanaman
tahunan berbatang semu, tumbuh didaerah dataran rendah dengan ketinggian 1200 m
dpl. Batangnya terdiri dari pelepah daun yang menyatu dan membentuk rimpang,
berdaun tunggal, tangkai daun pendek, bentuk daun lanset memanjang, ujung runcing,
pangkal tumpul, tepi rata, bertulang sirip, pelepah daun beralur dan berwarna
hijau, bunga berbentuk diujung batang, berbentuk tanda piramida memanjang,
buahnya buah buni, yang masih muadah berwarna hijau dan setelah tua berwarna
kecoklatan, rimpang berwarna merah atau kuning pucat berserat, berbau harum dan
rasanya pedas (Firdaus dkk, 2006).
2.2.2 Sereh wangi (Andropogon nardus)
Sereh
wangi (Andropogon nardus) merupakaan
jenis tanaman herba menahun, rumput-rumputan dengan tinggi antara 50-100 cm dan
daun tunggal berjumbai, panjang daun sejajar permukaan atas dan bawah daun
berambut, berwarna hijau muda serta berakar serabut. Batang tidak berkayu
beruas-ruas pendek berwarna putih, buah pipih dan berwarna putih kekuningan.
Biji bulat panjang berwarna coklat, perbanyakan dengan pemisahan tunas atau
anakan (Kardina, 2002).
2.2.3 Kipahit (Tithonia tangitrifolia)
Kipahit
(Tithonia tangitrifolia) termasuk
tumbuhan semak besar, dengan cabang yang kuat, tumbuh di pinggir sungai atau
tanaman pagar di kebun. Bentuk daunnya bertangkai dan berselaput serta
berbentuk jari. Bunga seperti bentuk bunga matahari berwarna kuning atau
jingga, bagian tanaman yang digunakan sebagai pestisida bitani adalah bagian
daun dari tanaman yang mempunyai bunga warna kuning. Efek dari bagian tanaman
tersebutbersifat sebagai nematisida, insektisida, dan fungisida (Sulastrini,
2002).
2.3 Pestisida
Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk
tepung, ekstrak
atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari
bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan
sebagai pestisida (Anonim, 2011).
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah
lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak
pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia
telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan
organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia
sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun
sirsak untuk mengendalikan (Anonim, 2011).
Pestisida
nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang
dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (PPT).
Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Kusumah, 2011).
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan
dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas. Oleh karen terbuat dari bahan alami / nabati maka
jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga
tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan
karena residu mudah hilang.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan dan keinginan untuk
hidup selaras dengan alam serta berkembangnya konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) pestisida nabati kembali memperoleh perhatian dari paara pakar dan
praktisi termasuk di indonesia setelah beberapa dekade teknik pengendalian hama
tersebut nyaris dilupakan (Kusumah, 2011).
Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat
dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Memang ada
kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan kekurangan pestisida
nabati. Banyak jenis tanaman yang telah diteliti indikasi sifat insektisidal,
fungisidal dan sifat-sifat pengendalian hama lainnya, seperti kunyit,
jahe, kecubung, temu hitam, laos,
gadung, biji bengkuang
dan sirih (Kusumah, 2011).
2.4 Keunggulan
dan Kelemahan Pestisida Nabati
Dilihat dari konsep dan prinsip PHT pestisida nabati mempunyai banyak
keuntungan/keunggulan tetapi juga masih banyak kelemahannya yang secara rinci
diuraikan berikut ini:
Keunggulan
Menurut Stoll
(1995) dibandingkan dengan pestisida sintetik pestisida nabati mempunyai sifat
yang lebih menguntungkan yaitu:
Ø
Mengurangi resiko hama mengembangkan sifat resistensi,
Ø
Tidak mempunyai dampak yang merugikan bagi musuh alami hama,
Ø
Mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua,
Ø
Mengurangi bahaya bagi kesehatan manusia dan ternak,
Ø
Tidak merusak lingkungan dan persediaan air tanah dan air permukaan,
Ø
Mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia dan
Ø
Biaya dapat lebih murah.
Bahan nabati mempunyai sifat yang menguntungkan karena daya racun rendah,
tidak mendorong resistensi, mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran
sempit, lebih akrab lingkungan serta lebih sesuai dengan kebutuhan
keberlangsungan usaha tani skala kecil. Oka (1993) juga mengemukakan bahwa
pestisida nabati tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu
lebih pendek dan kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil.
Kelemahan
Menurut Martono
(1997) kelemahan pestisida nabati yang perlu kita ketahui antara lain:
Ø
Karena bahan nabati kurang stabil mudah terdegradasi oleh pengaruh fisik,
kimia maupun biotik dari lingkungannya, maka penggunaannya memerlukan frekuensi
penggunaan yang lebih banyak dibandingkan pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi
aspek kepraktisannya
Ø
Kebanyakan senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air
karena itu diperlukan bahan pengemulsi
Ø
Bahan nabati alami juga terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk
mencapai efektivitas yang memadai diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak.
Ø
Bahan nabati hanya sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani
subsisten bukan pada usaha pengadaaan produk pertanian massal
Ø
Apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman
yang muncul secara musiman, mengakibatkan kepastian ketersediaannya yang akan
menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut
Ø
Kesulitan menentukan dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati
yang diperlukan untuk pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya
sulir diperhitungkan sebelumnya
Fungsi dari Pestisida Nabati
Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
ü Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal:
dengan bau yang menyengat
ü Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang
telah disemprot. Rasanya ngak enak kali.
ü Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa.
ü Menghambat
reproduksi serangga betina
ü Racun syaraf
ü Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
ü Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat
dipakai pada perangkap serangga.
ü Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri
III. METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapangan (PKL) tentang
pembuatan pestisida nabati tigonal LASEKI
dilaksanakan dilaboratorium UPT proteksi tanaman pangan dan hortikultura
provinsi Sulawesi tengah. Dan dilakukan pada hari selasa 20 sampai Jum’at 24 Desember 2011. Dan dimulai Dari pukul
08.00 sampai 16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam Praktikum ini adalah talang, pisau, cutter, timbangan
analitik, blender, cangkul, parang, tempat pestisida, kompor gas, saringn, panci, dan alat tulis menulis.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah laja/lengkuas (Alpinia galanga),
Sereh wangi (Andropogon
nardus), Kipahit (Tithonia tangitrifolia), air
aqua, dan alkohol
70%.
3.3 Cara Kerja
a. Teknik
Perendaman
Pertama adalah menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum yang pertama adalah laja/lengkuas (Alpinia
galanga), Sereh
wangi (Andropogon nardus), Kipahit (Tithonia tangitrifolia), kemudian
bahan tersebut dicuci dengan
menggunakan air bersih hingga tanah tidak ada yang menempel pada akar. Kemudian
bahan tersebut dipotong
kecil-kecil dengan mengunakan pisau cuter, kemudian
bahan tersebut ditimbang
sebanyak 40 gram lengkuas, 30 gram
sereh wangi dan 30
gram kipahit. kemudian dihancurkan dengan mengunakan
blender dan kemudian dimasukan kedalam tempat perendaman atau ekstrasi dan
ditambahkan alcohol 70% sebanyak 100 ml dan setelah itu kemudian dibiarkan
selama 15 menit. Kemudian setelah itu ditambahkan air sebanyak 1000 ml dan
diaduk hingga rata. dan kemudian campuran tersebut dibiarkan selama 2x24 jam
setelah itu kemudian larutan tersebut disring dengan menggunakan saringan dan
dimasukan kedalam botol aqua yang telah disiapkan dan siap untuk diaplikasikan.
b. Teknik Perebusan
Pertama adalah menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan yaitu laja/lengkuas
(Alpinia
galanga), Sereh
wangi (Andropogon nardus), Kipahit (Tithonia tangitrifolia),
kemudian bahan tersebut
dicuci dengan menggunakan air bersih hingga tidak ada tanah yang menempel pada
akar. Kemudian bahan tersebut
dipotong kecil-kecil dengan mengunakan pisau cuter, kemudian bahan tersebut ditimbang
sebanyak 40 gram laja/lengkuas, 30
gram sereh wangi, 30 gram kipahit dan kemudian dimasukan
kedalam panci
perebusan, kemudian setelah itu
ditambahkan air sebanyak 1500 ml dan diaduk hingga rata. dan kemudian campuran
tersebut dipanaskan/direbus hingga campuran mendidih selama 15 menit, setelah itu larutan
tersebut di dinginkan dan disaring
dengan menggunakan saringan dan dimasukan kedalam botol aqua yang telah
disiapkan dan siap untuk diaplikasikan.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???