Bab. 1
Pendahuluan
A.Latar Belakang
Pembangunan di bidang ekonomi sudah sejak lama menjadi titik
berat dalam pembangunan jangka panjang sebab dalam peningkatan hasil-hasil
dalam ekonomi akan dapat menyediakan sumber-sumber pembangunan dalam bidang
sosial budaya pertahanan dan keamanan. Regulasi utama yang diadakan dalam
kaitannya dengan kegiatan perekonomian adalah Undang-Undang drt No. 7 Tahun
1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dan
aturan ini merupakan dasar acuan dari aturan-aturan yang akan lahir selanjutnya
dan tentunya juga ikut mengatur perekonomian bangsa ini, undang-undang ini
memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya untuk menjabarkan norma dan
pengertian perekonomian negara yang berkaitan dengan perekonomian secara umum
serta bersifat merugikan negara.
Setelah krisis ekonomi melanda bangsa ini maka pembangunan di
bidang ekonomi lebih dititikberatkan lagi, penitikberatan pembangunan ekonomi
berimplikasi pengembangan deregulasi aturan dalam bidang ekonomi yang
berpengaruh kepada makin luasnya kesempatan masyarakat dalam melakukan kegiatan
di bidang ekonomi baik secara vertikal maupun horizontal. Deregulasi di sektor
ekonomi tidak sepenuhnya mempunyai pengaruh yang positif, deregulasi ini pun
juga mempunyai dampak yang negatif yakni bahwa pelaku ekonomi kadang-kadang
tidak mengindahkan peraturan hukum yang berakibat kepada pelanggaran hukum yang
diikuti oleh sanksi baik itu sanksi pidana maupun sanksi perdata.
Cakupan perangkat hukum ekonomi dapat berupa di bidang hukum
publik maupun di bidang hukum privat atau perpaduan antara keduanya. Olehnya
dalam hukum di bidang ekonomi terjadi pemublikan dan pemrivatan kegiatan
perekonomian olehnya penyimpangan dalam bidang ekonomi akan dihadapi oleh
sanksi pidana dan sanksi perdata.
Masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi mempunyai
pembatasan-pembatasan oleh peraturan yang ada, pembatasan ini dalam banyak hal
diwujudkan dalam bentuk ancaman pidana, khususnya jika pelanggaran itu
mengakibatkan kerugian negara.
Hukum pidana ekonomi adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang
dalam UU drt No. 7 Tahun 1955. Secara substansial dalam UU tersebut hanya
menyebutkan sebagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian yang ada,
olehnya apabila dilihat dari substansi UU drt No. 7 Tahun 1955 dapat
digolongkan kepada pengertian tindak pidana ekonomi (economic crime)
dalam arti sempit. Sedangkan dalam arti luas adalah tindak pidana yang selain
dalam arti sempit, mencakup pula tindak pidana dalam peraturan-peraturan
ekonomi di luar yang termuat dalam UU drt No. 7 1955.
Kelanjutan dari UU No. drt 7 tahun 1955 di mana dinyatakan
bahwa negara indonesia sedang dalam keadaan darurat adalah lahirnya UU No.11
Tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi. undang-undang ini dikenal sebagai undang-undang
karet yang dimaksudkan untuk dapat secara fleksibel diberlakukan. Aturan
subversi ini meliputi seluruh aspek hidup masyarakat termasuk juga di dalamnya
kegiatan produksi ekonomi pada umumnya dan berpotensi merugikan negara.
B.
rumusan masalah
Apa saja yang di golongkan sebagai tindak
pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan
negara
BAB
II
Pembahasan
Tindak Pidana Yang berkaitan dengan
Perekonomian Secara Umum dan Bersifat Merugikan Negara
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa di dalam
tulisan ini penulis akan memaparkan tindak pidana-tindak pidana yang berkaitan
dengan perekonomian secara umum dan merugikan negara, hal-hal tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Tindak Pidana Korupsi
Dalam perkembangannya terlahir aturan yang merupakan tindak
pidana khusus yaitu UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Undang-undang ini dalam pasal 1 secara jelas mengemukakan bahwa
korupsi merupakan perbuatan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui
atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Dalam pasal tersebut sangat jelas bahwa yang diatur
merupakan bertalian dengan perekonomian negara. Dengan keberlakuan aturan Ini
berarti ketentuan dalam pasal 3e dari UU No.7 /1955 “aktif” dengan sendirinya. Pasal
3e sebenarnya merupakan pasal yang begitu fleksibel guna mencegah tubrukan
dengan aturan yang akan lahir kemudian dan tentunya sesuai dengan zamannya.
Aturan-aturan yang lahir kemudian merupakan aturan yang lahir guna mencegah
kekosongan hukum olehnya dalam kaitan dengan UU No.7/1955 aturan pasal 3e juga
merupakanblanco strafbepalingen.
Undang-undang No 3/1971 telah diganti
dengan UU No. 31 Tahun 1999. Maksud dari dibentuknya UU. No. 31/1999 adalah;
bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi
selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga
menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut
efisiensi tinggi; Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif
dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Dalam perubahannya (UU No.20/2001
tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999) dikatakan bahwa tindak pidana korupsi
merugikan negara atau perekonomian dan menghambat pembangunan nasional.
Kemudian istilah kerugian tersebut diperluas dengan melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas.
b. Tidak Pidana Perpajakan
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan
perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana
perpajakan. Hal itu dikarenakan oleh karena perpajakan berkaitan dengan
pendapatan dan pengeluaran, yang dampaknya akan memengaruhi perekonomian secara
umum, terutama sektor publik, sehingga memengaruhi setiap aspek kehidupan
ekonomi. Bidang pajak lebih ditekankan kepada pengeluaran pembiayaan oleh
negara, dan pemenuhannya dikaitkan dengan kebijakan fiskal pemerintah.
Penerimaan dari perpajakan memiliki dua tujuan. Pertama untuk menyeimbangkan
antara pengeluaran dan pendapatan, dan yang kedua adalah untuk membentuk adanya
surplus anggaran dan penggunaannya untuk melunasi utang-utang negara yang
terjadi sebelumnya atau defisit anggaran karena pinjaman. Dengan demikian peran
pajak sangat strategis.
sebagai pelanggaran maupun tindak
pidana di bidang perpajakan, sudah diatur di dalam Undang-undang perpajakan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000,
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, mengatur tindak pidana perpajakan di bidang perpajakan meliputi
perbuatan:
v yang dilakukan oleh seseorang atau
oleh Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
v tidak memenuhi rumusan undang-undang;
v diancam dengan sanksi pidana;
v melawan hukum;
v dilakukan di bidang perpajakan;
v dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan
Negara.
Aturan pajak mempunyai delik sendiri
yang merupakan lex specialis dari aturan yang
bersifat umum yakni tindak pidana korupsi.
C. Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Tindak pidana berikut yang berkaitan dengan
perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Tindak pidana ini diatur dalam UU No. 5 Tahun
1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Dalam pasal
3 huruf (a) disebutkan bahwa tujuan diadakannya undang-undang tesebut guna
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Olehnya pelanggaran
atas Undang-Undang ini dapat menjadikan efisiensi perekonomian nasional menurun
dan hal itu berimbas pada tidak dapat terlaksananya program peningkatan
kesejahteraan masyarakat oleh negara.
d. Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan
perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana
pencucian uang. Regulasinya terdapat dalam UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah
diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Perbuatan pencucian uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan untuk mengubah uang hasil kejahatan sehingga hasil kejahatan tersebut
menjadi nampak seperti hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah
disamarkan atau disembunyikan. Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah
suatu perbuatan yang dilakukan untuk menyamarkan atau menyembunyikan hasil
kejahatan sehingga tidak tercium oleh para aparat, dan hasil kejahatan tersebut
dapat digunakan dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang
sah.
Alasan sehingga perbuatan pencucian uang ini termasuk kedalam
tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat
merugikan negara adalah oleh sebab pencucian uang ini mempunyai pengaruh buruk
yang amat besar, seperti instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem
perekonomian negara dan bahkan dunia secara umum karena aktivitas pencucian
uang sebagai kejahatan transnasional yang modusnya banyak melintasi batas-batas
negara. Hasil penelitian Castle dan Lee menunjukan bahwa kejahatan money
laundring dapat menyebabkan hilangnya pendapatan negara dan tidak layaknya
pendistribusian beban pajak. Sementara komisi hukum nasional mengemukakan bahwa
praktik pencucian uang bisa menciptakan kondisi persaingan usaha yang tidak
jujur, perkembangan praktek pencucian uang juga akan berimbas kepada
lemahnya sistem finansial masyarakat pada umumnya. Angka-angka yang menunjukkan
indikator ekonomi secara makro menjadi turun tingkat efektifitasannya karena
semakin banyaknya uang yang berjalan di luar kendali sistem perekonomian pada
umumnya. Menurut John McDowel dan Gary Novis pencucian uang dapat merongrong
integritas pasar-pasar keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan
pada dana hasil kejahatan akan dapat menghadapi bahaya likuiditas. Kegiatan
pencucian uang juga dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap
kebijakan ekonominya.
Dalam pasal 2 disebutkan hal-hal yang merupakan hasil tindak
pidana dari tindak pidana yang diantaranya adalah korupsi dan perpajakan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa korupsi dan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan
perekonomian negara.
e. Pelanggaran Haki
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian
negara adalah pelanggaran HaKI. Definisi HaKI adalahhak eksklusif yang
diberikan Pemerintahan kepada penemu, pencipta dan/atau pendesain atas hasil
karya cipta dan karsa yang dihasilkannya. Hak eksklusif adalah hak monopoli
untuk memperbanyak karya cipta dalam jangka waktu tertentu, baik dilaksanakan
sendiri atau dilisensikan.
Tergolongnya pelanggaran HaKI ke dalam tindak pidana yang
berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara
(mengingat aspek keperdataan HaKI yang sangat kental) disebabkan oleh karena
secara global HaKI dihormati dan dilindungi. Hal tersebuut tercermin dari
lahirnya sebuah kesepakatan internasional di Maroko melalui Agreement on
Establishing the World Trade Organization (WTO) yang dikenal sebagai Marrakesh
Agreement. Adanya kesepakatan yang akhirnya melahirkan organisasi perdagangan
dunia (WTO) ini, maka produk dari setiap orang atau negara diatur melalui
mekanisme pasar yang mengutamakan kualitas barang dan atau jasa. Produk
tersebut biasanya dilindungi hukum sebagai hasil rasa, karsa dan cipta manusia
yang tidak bisa begitu saja untuk dilanggar.
Dalam pergaulan masyarakat internasional, negara-negara yang
memproteksi atau membiarkan pelanggaran hak cipta tanpa adanya penindakan hukum
dapat dimasukkan dalam priority watch list, karena tidak memberikan
perlindungan HaKI secara memadai bagi negara atau pemilik/pemegang izin ciptaan
tersebut. Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pengucilan dalam pergaulan
masyarakat internasional atau sanksi ekonomi dari produk negara itu pada
transaksi bisnis internasional.
Setelah indonesia meratifikiasi kesepakatan internasional ini
maka lahirlah perlindungan hukum atas HaKi di Indonesia ditandai dengan
diundangkannya UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU
No. 15 /2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31
/2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.
Terdapat beberapa kejahatan di bidang HaKI yang hasil
kejahatannya masuk dalam kategori pengaturan tindak pidana pencucian uang,
seperti yang disebutkan dalam pasal 1 huruf (y) bahwa yang termasuk ka dalam
harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana selain yang disebutkan dari
huruf a sampai x juga termasuk tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Sehubungan
dengan itu jika kita melihat hukuman yang diancamkan pada UU HaKI berkisar
antara 4 (empat) sampai 7 (tujuh) tahun (UU 19/2002 tentang Hak Cipta
mengancamkan 7 tahun, UU No.14/2001 tantang Paten mengancamkan 4 tahun, UU 15
/2001 tentang Merk mengancamkan 5 tahun), olehnya harta kekayaan yang diperoleh
dari pelanggaran HaKI termasuk juga ke dalam kategori pengaturan UU Pencucian
Uang.
f. Tindak Pidana Perbankan
Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang dilakukan
oleh bank yang mana tindak pidana ini diciptakan oleh undang-undang perbankan
yang merupakan larangan dan keharusan.
Tindak pidana perbankan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan. Ketentuan pidana dalam UU ini diatur di dalam pasal 46, 47,
47a, dan 48.Alasan sehingga tindak pidana ini digolongkan ke dalam tindak pidana yang
berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah
bahwa melihat imbas dari pelanggaran sebagaimana yang disebutkan dalam
ketentuan pidana maka akan berdampak kepada dimensi korban yang luas yakni
masyarakat dan negara juga menyerang secara langsung sistem ekonomi yang dianut
suatu bangsa, serta akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kapada perbankan
dan kehidupan bisnis.
.
Bab. III
Penutup
Kesimpulan
Secara umum tindak pidana ekonomi telah diatur dalam UU drt
No. 7/1955, namun undang-undang tersebut juga memberikan kesempatan kepada
generasi selanjutnya untuk untuk menjabarkan norma dan pengertian perekonomian
negara yang berkaitan dengan perekonomian secara umum serta bersifat merugikan
negara. Dan setelahnya maka lahirlah aturan-aturan yang berkaitan dengan
perekonomian negara seperti:
1. UU No. 3 Tahun
1971 yang telah diganti dengan UU no 31 Tahun 1999 dan dirubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi
2.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000,
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan
3. Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
4. UU No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
5. UU. No. 15 Tahun
2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
6. UU HaKI (UU
19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang
Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain
Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu)
Aturan-aturan tersebut dirasakan
perlu diadakan sebagai jawaban atas perkembangan zaman dan untuk menjaga
stabilitas perekonomian nasional yang senantiasa akan memengaruhi perekonomian
umum.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah, 2007, kebijakan pemerintah Dalam perlindungan hak kekayaan
intelektual dan liberalisasi perdagangan jasa profesi Di bidang hukum, Departemen
Perindustrian, Jakarta.
Henny Marlyna, Tinjauan Terhadap Reformasi Hukum
Bidang Hak Kekayaan Intelektual, www.ikht.com , diakses pada tanggal 17 maret
2010
Prinst, Darwan, 2002, Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Setiadi, Edi dan Yulia, Rena,
2009, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Bandung.
Undang-Undang No. 7 Drt Tahun 1955,
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
Undang-undang No. 3 tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang,
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri,
Undang-Undang No. 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-Undang No.14 Tahun 2001
tantang Paten,
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merk,
Undang-Undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta,
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???