BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hasil hutan
selain kayu, yang lebih dikenal dengan sebutan HHBK (hasil hutan bukan kayu), selalu menduduki peran
penting dan besar dalam ekonomi
kehutanan di negara-negara berkembang (Arnold, 2004), tidak terkecuali
Indonesia. Hal ini tidak lepas dari banyaknya jenis HHBK yang dapat diperoleh dari hutan, baik yang berasal
dari tumbuhan (HHBK nabati) maupun dari
hewan (HHBK hayati). Pemanfaatan HHBK pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, energi,
dan obat-obatan (HHBK FEM), serta pemanfaatan lainnya (HHBK non FEM). Produk
HHBK telah menjadi pemasukan sekaligus pendapatan langsung bagi pemenuhan
kebutuhan banyak rumah tangga dan masyarakat di seluruh dunia (Iqbal, 1993;
Walter, 2001).
Di banyak
negara, total nilai ekonomi dari HHBK diperkirakan mampu memberi sumbangan
terhadap pemasukan negara yang sama besar, bahkan mungkin lebih, daripada yang
dapat diperoleh dari kayu bulat. Di Indonesia sendiri, nilai ekonomi HHBK
diperkirakan mencapai 90 % dari total nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari
ekosistem hutan (Lampiran Permenhut No. P.21/Menhut-II/2009).
Selama
ini HHBK seolah dipandang sebelah mata dan hanya dianggap sebagai hasil hutan
ikutan. Hal ini tidak lepas dari besarnya variasi jenis HHBK, sehingga tidak
ada penanganan yang fokus dan terarah sebagaimana pada produk kayu bulat
(Prayitno, 2007). Akibatnya, kebanyakan HHBK tidak terkelola secara memadai
agar memiliki nilai eknonomi dan nilai tambah yang tinggi. Baru dalam beberapa
tahun terahir ini, setelah era keemasan kayu bulat terlewati dengan
meninggalkan banyak masalah akibat degradasi hutan yang luar biasa berat, HHBK
mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Pergeseran paradigma pengelolaan
hutan dari semula berbasis kayu (timber-based managment) menjadi berbasis
sumberdaya (resource-based management) menjadi titik balik arah pembangunan kehutanan.
Multi fungsi hutan yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan
sosial bagi negara dan masyarakat, tidak lagi dilihat dari produk hasil hutan
kayu saja, melainkan juga potensi hasil hutan lainnya, seperti HHBK, ekowisata,
karbon.
Salah
satu sumber dari HHBK yakni getah dari kayu damar. Melihat potensinya yang
melimpah di Indonesia getah
kayu damar dijadikan salah satu tanaman hutan yang mampu memberikan produksi
baik kayu maupun hasil lainnya (bukan kayu). Dari pohon ini dihasilkan getah yang
memiliki kualitas tinggi yang dikenal dengan nama damar.
Pohon
damar yang tumbuh baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku selain
diambil getahnya, kayunyapun sudah dimanfaatkan. Di daerah Krui (Lampung
Utara), kayu damar telah lama diusahakan oleh rakyat untuk diambil getahnya,
hal ini sudah terjadi beberapa generasi, sehingga bertani damar telah merupakan
mata pencaharian pokok untuk daerah ini.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pambuatan makalah ini yakni :
a. Untuk
mengetahui potensi dari getah kayu damar dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat
b. Untuk
mengetahui fungsi dan manfaat kayu damar.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Risalah
Jenis Kayu Damar
Pohon damar (Agathis dammara (Lamb.)
Rich.) adalah sejenis pohon
anggota tumbuhan runjung (Gymnospermae)
yang merupakan tumbuhan asli Indonesia.
Damar menyebar di Maluku,
Sulawesi,
hingga ke Filipina
(Palawan
dan Samar).
Di Jawa,
tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah
atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal.
Pohon yang
besar, tinggi hingga 65m;
berbatang bulat silindris dengan diameter yang mencapai lebih dari 1,5 m.
Pepagan luar keabu-abuan dengan sedikit kemerahan, mengelupas dalam
keping-keping kecil. Daun
berbentuk jorong, 6–8 × 2–3 cm,
meruncing ke arah ujung yang membundar. Runjung serbuk sari masak 4–6 × 1,2–1,4
cm; runjung biji masak berbentuk bulat telur, 9–10,5 × 7,5–9,5 cm. Damar tumbuh
secara alami di hutan hujan dataran rendah
sampai ketinggian sekitar 1.200 m dpl. Namun di Jawa, tumbuhan ini terutama
ditanam di pegunungan.
Sejauh ini A.
dammara dianggap sinonim dari A. celebica, dan dipisahkan dari A.
alba (sinonim A. borneensis).
Di masa lalu, jenis-jenis ini saling tercampur atau dianggap sebagai sinonim.
Akan tetapi ada pula pakar yang menganggap taksa-taksa itu sebagai variasi di
bawah spesies.
Nama damar
(lihat pula: Damar (disambiguasi))
digunakan pula untuk menyebut resin yang dihasilkan oleh jenis-jenis Shorea,
Hopea,
dan beberapa spesies dipterokarpa
lainnya. Sementara, resin pohon damar disebut kopal.
Nama kayu damar
digunakan dalam perdagangan untuk menyebut kayu yang dihasilkan oleh
jenis-jenis Araucaria. Sementara kayu pohon damar diperdagangkan sebagai
kayu agatis.
Nama-nama lokal A.
dammara di antaranya adalah damar raja, kisi (Buru),
salo (Ternate),
dayungon (Samar).
Juga ki damar (Sunda),
dama, damaa, damah, damahu, rama, marama puti (aneka bahasa di Sulut), koano,
kolano, moleauno (Halmahera),
dan lain-lain.
Adapun klasifikasi
dari pohon damar yakni :
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
A. dammara
|
B.
Manfaat
Kayu Damar
Damar
merupakan salah satu tanaman kayu asli Indonesia yang tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Damar biasanya dimanfaatkan kayunya
karena mempunyai nilai jual yang cukup tinggi, terutama digunakan untuk
pertukangan. Pulp dan kayu lapisnya termasuk golongan awet IV dan awet III
dengan berat jenis kayunya sekitar 0,49. Nama damar sendiri diambil
karena pohon ini memproduksi kopla (getah) atau yang biasa kita sebut dengan
“damar”. Di Jawa, tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya.
Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal (hasil olahan getah atau resin
yang disadap dari batang damar). Nama kopal berarti juga “dupa” atau
“setanggi”. Getah akan mengalir keluar dan membeku setelah kena udara beberapa
waktu lamanya. Lama-kelamaan getah ini akan mengeras dan dapat dipanen; yang
dikenal sebagai kopal sadapan. Kegunaan getah damar antara lain sebagai bahan
korek api, plastik, plester, vernis, lak, tinta cetak dan pelapis tekstil.
Pohon damar juga disukai sebagai tumbuhan peneduh taman dan tepi jalan
(misalnya di sepanjang Jalan Dago, Bandung).
Damar
teristimewa ditanam untuk diambil resinnya, yang diolah menjadi kopal. Resin ini adalah
getah yang keluar tatkala kulit (pepagan) atau kayu damar dilukai. Getah akan
mengalir keluar dan membeku setelah kena udara beberapa
waktu lamanya. Lama-kelamaan getah ini akan mengeras dan dapat dipanen; yang
dikenal sebagai kopal sadapan. Getah juga diperoleh dari deposit damar
yang terbentuk dari luka-luka alami, di atas atau di bawah tanah; jenis yang
ini disebut kopal galian.
Pada masa
lalu resin damar terutama dihasilkan dari tegakan-tegakan alam di Maluku dan
Sulawesi. Kini kopal juga dihasilkan dari hutan-hutan tanaman Perhutani di
Jawa.Kayu damar berwarna keputih-putihan, tidak awet, dan tidak seberapa kuat.
Di Bogor dan di Sulawesi Utara, kayu ini hanya dimanfaatkan
sebagai papan yang digunakan di bawah atap. Kayu damar diperdagangkan
dIndonesia dengan nama kayu agatis
Selain fungsinya sebagai tanaman ”paru-paru
kota” dan komoditas penting untuk hasil hutannya, pohon damar juga mulai
menarik perhatian para ilmuwan dalam hal pengembangan obat anti Alzheimer.
Penyakit alzheimer sendiri merupakan gangguan
saraf di otak yang diakibatkan oleh penyumbatan aliran darah yang menuju ke
otak. Disadari atau tidak, penyakit alzheimer adalah penyakit yang cukup banyak
menyerang manusia di berbagai belahan dunia. Gejala-gejala penyakit ini
diantaranya adalah gangguan memori yang mempengaruhi keterampian dalam bekerja,
kesulitan bericara dan berbahasa, kesulitan berpikir abstrak, dan perubahan
kepribadian. Penyumbatan aliran darah tersebut disebabkan oleh akumulasi
protein amiloid beta peptida yang dihasilkan dari pembelahan senyawa beta
amiloid yang merupakan prekursornya. Pembelahan ini terjadi karena adanya
aktivitas enzim beta sekretase. Oleh karena itu, penemuan inhibitor aktivitas
enzim beta sekretase dapat menjadi suatu alternatif dalam hal pengembangan obat
penyakit alzheimer.
Salah satu senyawa alam yang telah diuji
aktivitasnya sebagai inhibitor enzim beta sekretase adalah kelompok
biflavonoid. Dari penelitian yang dilakukan oleh Sasaki dkk. (2010) di Jepang
bersama peneliti dari Kimia Organik Bahan Alam ITB, diperoleh data bahwa
senyawa biflavonoid yang bernama amentoflavon (dan turunannya) memiliki
aktivitas yang menarik sebagai inhibitor aktivitas enzim beta sekretase.
Senyawa biflavonoid sendiri diketahui merupakan kandungan utama dari beberapa
tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae). Pohon damar (spesies Agathis alba)
adalah salah satu tumbuhan biji terbuka yang cukup banyak terdapat di
Indonesia. Khan dkk. (1972) dari India melaporkan bahwa senyawa amentoflavon
diketahui merupakan salah satu kandungan dari spesies Agathis alba
yang tumbuh di Taiwan. Akan tetapi, kadar amentoflavon pada pohon damar
tersebut juga diketahui masih sedikit (merupakan komponen minor).
Walaupun demikian, sangat dimungkinkan bahwa
senyawa amentoflavon (dan turunannya) pada pohon damar yang tumbuh di Indonesia
akan ditemukan dalam jumlah banyak karena produksi metabolit sekunder tertentu
oleh tumbuhan dipengaruhi oleh aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam
biosintesisnya, dan faktor lokasi tempat tumbuh sangat berpengaruh terhadap
aktivitas enzim ini. Indonesia memiliki banyak pohon damar (spesies A.
dammara dan A. alba) yang tersebar di berbagai daerah. Selain
sebagai anti alzheimer, amentoflavon juga dimungkinkan memiliki aktivitas lain
yang menarik, diantaranya adalah anti-HIV seperti yang telah diuji oleh para
peneliti dari Taiwan dan Amerika. Pada pengujian tersebut, amentoflavon
menunjukkan aktivitas yang moderat. Akan tetapi, penambahan gugus-gugus fungsi
tertentu dapat meningkatkan keaktifan senyawa amentoflavon, dan hal tersebut
sangat mungkin terjadi dalam proses biosintesis yang terjadi di alam sehingga
dihasilkan suatu senyawa turunan amentoflavon yang aktif sebagai anti-HIV.
Jadi, pada pohon damar yang tumbuh di Indonesia sangat berpotensi untuk
ditemukan senyawa alam untuk pengembangan obat anti alzheimer dan anti-HIV.
Oleh karena itu, penelitian mengenai kandungan senyawa biflavonoid dari pohon
damar yang tumbuh di Indonesia perlu terus dikembangkan guna penemuan senyawa
obat baru sehingga dengan demikian nilai guna pohon damar dapat lebih
ditingkatkan. Tidak hanya sebagai ”paru-paru kota” serta untuk keperluan kayu
dan getahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Damar
biasanya dimanfaatkan kayunya karena mempunyai nilai jual yang cukup tinggi,
terutama digunakan untuk pertukangan. Pulp dan kayu lapisnya termasuk golongan awet
IV dan awet III dengan berat jenis kayunya sekitar 0,49 g/cm3.
2.
Selain sebagai kayu
pertukangan kegunaan getah damar berfungsi unutuk bahan korek api, plastik,
plester, vernis, lak, tinta cetak dan pelapis tekstil. Pohon damar juga disukai
sebagai tumbuhan peneduh taman dan tepi jalan.
3.
Pohon damar juga
memiliki salah satu senyawa alam yang telah di uji aktivitasnya sebagai
inhibitor enzim beta sekretase adalah kelompok biflavonoid yakni amentoflavon
yang berfungsi sebagai obat penyakit alzheimer dan anti-HIV.
B. Saran
Perlunya
penelitian lanjutan mengenai pohon damar ini terutama dalam mengetahui
metabolit sekunder yang ada terutama senyawa alami yang di miliki oleh pohon
damar agar kedepannya fungsi dan manfaat pohon damar tidak hanya ke arah
pertukangan dan pemanfaatan getahnya saja.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???