Macam-macam perikatan
A. Perikatan Bersyarat (VOORWAARDELIJK), adalah suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masi
belum tentu akan atau tidak akan terjadi.
Oleh undang-undang di tetapkan, bahwa perjanjian sejak semula telah
batal (nietig), jika ia mengandung suatu ikatan yang di gantungkan pada suatu
syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan yang sama
sekali tidak bisa untuk dilaksanakan atau yang bertentangan dengan
undang-undang atau kesusilaan.
B. Perikatan Yang Digantungkan
Pada Suatu Ketetapan Waktu (TIJDSBEPALING), perbedaan antara
suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah, yang pertama berupa suatu
kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan
yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum tentu
mungkin kapan datangnya.
C. Perikatan
yang membolehkan memilih (ALTERNATIEF),
adalah suatu perikayan, dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi,
sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.
D. Perikatan Tanggung-Menanggung (HOOFDELIJK
atau SOLIDAIR), adalah suatu perikatan dimana
beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu
orang yang menghutangkan, atau sebaliknya beberapa orang bersama-sama berhak
menagih suatu piutang dari seseorang.
E. Perikatan
yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi, suatu perikatan dapat di bagi atau tidak,
tergantug pada kemuingkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya
tergantung pula pada kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu
perjanjian.
F. Perikatan
Dengan Penetapan Hukuman (STRAFBEDING), untuk mencegah jangan sampai si
berhutang dengan mudah begitu saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek
banyak di pakai perjanjian dimana si berhutang di kenakan suatu hukuman,
apabila ia tidak menepati kewajibannya, hukuman ini biasanya di tetapkan dalam
suatu jumlah uang tertentu yang sebenarny merupakan suatu pembayaran kerugian
yang sejak semula sudah di tetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat
perjanjian itu.
SYARAT-SYARAT UNTUK SAHNYA
PERJANJIAN
Untuk sahnya suatu perjanjain diperlukan empat syarat:
1. sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Dau syarat yang
pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau
subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat obyektif, karena mengenai perjanjian sendiri atau obyeknya
dari perbuatan jhukum yang dilakukan itu.
PEBATALAN SUATU PERJANJIAN
Dalam syarat-syarat
untuk sahnya suatu perjanjian telah diterankan bahwa, apabila suatu syarat
obyek tidak terpenuhi, maka perjanjiannya batal demi hokum (nuul and void).
Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu
perjanjian dan tidak ada pula perikatan antara orang-orang yang bermaksud
membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang
mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlan pihak yang satu
menuntut pihak yang lain dimuka hakim, karena dasar hukumnya tidak ada.
Dalam hukum perjanjian
ada tiga sebab yang membuat perijinan tidak bebas, yaitu pemaksaan, kekhilafan dan penipuan.
Ø Pemaksaan adalah pemaksaan
hati atau jiwa, jadi bukan paksaan badan atau fisik.
Ø Kekhilafan atau kekeliruan
terjadi, apabila suatu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang di perjanjikan atau tentang
sifat-sifat yang penting dari barang yang menadi obyek perjanjian, ataupun
mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.
Ø Penipuan terjadi, apabila
satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan palsu atau tidak
benar disertai dengan akal-akalan yang
cerdik (tipu-muslihat), untuk membujuk
pihak lawannya memberikan, perijinannya.
SAAT DAN LAHIRNYA
PERJANJIAN
Menurut azas konsensualitas, suatu
perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan kedua
belah pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat
adalah persesuaian paham atau kehendak antara dua belah pihak tersebut.
Sebagai suatu kesimpulan dapat ditetapkan
suatu norma, bahwa yang di pakai sebagai pedoman ialah pernyataan yang
sepatutnya dapat dianggap melahirkan maksud dari orang yang hendak mengingatkan
dirinya.
PELAKSANAAN SUATU
PERJANJIAN
Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Mengenai macam-macam hal yang di
janjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian di bagi tiga macam,
yaitu;
1. perjanjian untuk
memberikan menyerahkan suatu barang,
2. peranjian
berbuat sesuatu;
3. perjanjian untuk
tidak melakukan sesuatu.
Mengenai
perjanjian macam yang pertama, yaitu perjanjian untuk memberikan
(menyeahkan) suatu barang, tidak terdapat sesuatu petunjuk dalam undang-undang.
Mengenai
barang yang tak tertentu (artinya barang yang sudah disetujui atau
dipilih), dapat dikatakan bahwa para ahli hokum yurisprudensi adalah sependapat
bahwa eksekusi riil itu dapat dilakukan, misalnya jual-beli. Suatu barang yang
bergerak tertentu, jika mengenai barang yang tak tertentu maka eksekusi riil
tak mungkin dilakukan.
Mengenai
barang yang tak bergerak ada dua pendapat. Pertama: untuk menyerahkan hak
milik atas suatu benda tak bergerak diperlukan suatu akte transport yang
merupakan suatu akte bilateral, yang harus diselenggarakan dua pihak dan karna
itu tidak mungkin diganti dengan fonis atau putusan hakim. Kedua: ada alasan a
contrarion, yaitu dalam pasal 1171 ayat 3 KUHPerdata ditetapkan mengenai
hipotik bahwa, barang siapa yang berdasarkan undang-undang atau perjanjian
diwajibkan memberikan hipotek, dapat dipaksa untuk itu dengan putusan hakim
yang mempunyai kekuatan yang sama.
Sebagai kesimpulan apa yang
dibicarakan diatas dapat ditetapkan bahwa ada tiga sumber norma-norma yang ikut
mengisi suatu perjanjian, yaitu: undang-undang, kebiasaan dan kepatutan.
WAMPRESTASI
Wamprestasi seorang
debitur dapat berupa empat macam:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya,
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan,
c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat,
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat-akibat
yang tidak enak bagi debitur yang lalai tadi ada empat macam, yaitu:
Pertama: membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi),
Kedua: pembatalan
perjanjian atau juga dinamakan “pemecahan” perjanjian,
Ketiga: peralihan
resiko,
Keempat: membayar
biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim.
Sebagai kesimpulan
dapat ditetapkan bahwa, kreditor dapat memilih tuntutan-tuntutan sebagai
berikut:
1. pemenuhan
perjanjian ,
2. pemenuhan
perjanjian di sertai ganti-rugi ,
3. ganti-rugi saja,
4. pebatalan
perjanjian,
5. pembatalan
disertai ganti-rugi.
CARA-CARA HAPUANYA
SUATU PERIKATAN
Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan
sepuluh cara hapusnya suatu perikatan, yaitu:
1. pembayaran,
2. penawaran
pembayaran tunai di ikuti dengan penyimpanan penitipan.
3. pembeharuan
piutang,
4. perjumpaan
hutang atau kompensasi,
5. percampuran
hutang,
6. pembebasan
hutang,
7. musnahnya barang
yang terhutang,
8.
kebatalan/pembatalan,
9. berlakunya suatu
syarat batal dan
10. lewatnya waktu.
Cara-cara hapusnya
perikatan akan di bahas di bawah ini:
1. Pembayaran, dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian
secara suka rela. Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditor),
atau kepada seorang yang dikuasakan Hakim atau Undang-undang untuk menerima
pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang.
2. penawaran pembayaan tunai di ikuti penyimpanan atau
penitipan, adalah suatu cara yang harus di lakukan apabila kreditur menolak
pembayaran, caranya sebagai berikut; barang atau uang yang akan di bayarkan
atau di tawarkan secara resmioleh seorang notaries atau seorang juru sita
pengadilan
3. pembehauan hutang atau novasi, menurut pasal 1413 KUHPerdata, ada tiga macam
jalan untuk melaksanakan suatu pembeharuan hutang atau novasi itu, yaitu:
a. apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan
hutang baru guna orang yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan
hutang yang lama yang di hapuskan karenanya.
b. apabila seorang berhutang baru di tujuk untuk menggantikan
orang yang lamayang oleh si berpiutang membebaskan perikatannya.
c. apabila, suatu akibat dari perjanjian baru seorang
kreditur baru di tunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa
berhutang di bebaskan dari perikatannya.
4. perjumpaan hutang atau kompensasi, adalah suatu cara
penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang
–piutang secara bertimbal balik antara kreditur dan debitur.
5. percampuran hutang, apabila kedudukan sebagai kreditur
dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu
percampuran hutang dengan mana utang piutang itu di hapuskan.
6. pembebasan hutang, apabila kreditur melepaskan haknya
terhadap prestasi yang telah dilakukan.
7. musnahnya barang
yang terhutang, maksudnya adalah jika
barang itu musnah.
8. pembatalan,
9. berlakunya suatu
syarat-batal.
10. lewat waktu,
artinya melewati batas waktu yang telah ditentukan
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???