KEBUN JATI

Terletak di Desa Talaga Kecamatan Dampelas, dengan Luas 7 ha.

PANTAI BAMBARANO

Pantai berkarang indah ini terletak di Desa Sabang kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.

JEMBATAN PONULELE

Jembatan Kebanggan warga Palu ini berada diwilayah pantai talise menuju arah donggala.

TANJUNG KARANG

salah satu objek wisata pantai, yang terletak di ujung pantai Donggala, dengan suasana pantai yang terasa nyaman.

situs Tadulako dan Pokekea

situs sejarah ini berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah..

Senin, 30 September 2013

Foto Sampul FB keren

[FORESTER UNTAD BLOG] kali ini forester untad blog akan mengshare beberapa gambar bertema alam untuk foto sampul facebook kalian,.. gambarnya keren-keren. bagi yang berminat tinggal save aja yah..









bagaimana??? berminat.??

Kamis, 26 September 2013

Pengertian dan Manfaat Hutan Kota

Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan, baik pada tanah Negara maupun pada tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Adapun tujuanya adalah untuk kelestarian, keserasian dan kesinambungan ekosistem perkotaan yang meliputi unsure lingkungan, social dan budaya.
Manfaat Hutan Kota, antara lain memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Penyelenggaraan hutan kota tersebut meliputi, penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh walikota atau Bupati, Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan (RTRWP). Lokasi hutan merupakan bagian dari ruang tebuka hijau (RTH) wilayah perkotaan.
Hutan Kota dapat menggambarkan identitas kota melalui koleksi jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota di areal Hutan Kota tersebut.
Telah disebutkan bahwa salah satu fungsi hutan kota adalah sebagai daerah untuk meresapkan air, didalam tubuh tanaman, lebih dari 90% air yang diserap oleh akar dikeluarkan lagi ke udara sebagai uap air. Penyerapan air oleh tanaman sebagian besar melalui rambut-rambut akar, yang menyediakan permukaan untuk penyerapan yang amat luas. Pada beberapa tanaman, ketika akar menyerap air dari tanah dan mengangkutnya ke dalam xylem akar, air dalam xylem akan membentuk tekanan positif atau tekanan akar. Intensitas transpirasi sangat dipengaruhi oleh kadar karbondioksida di dalam ruangan interseluler, cahaya, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan keadaan air dalam tanah (Harso, 2010).
Sekitar 99 persen, yang masuk kedalam tumbuhan meninggalkan daun dan batang sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan transpirasi.Kemungkinan kehilangan air dari jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangna tersebut sangat kecil dibanding dengan yang hilang melalui stomata. Sebagian besar dari jaringan yang terdapat dalam daun secara langsung terlibat dalam transpirasi. Pada waktu transpirasi, air menguap dari permukaan sel palisade dan mesofil bunga karang ke dalam ruang antar sel. Dari ruang tersebut uap air berdifusi melalui stomata ke udara. Air yang hilang dari dinding sel basah ini diisi air dan protoplas. Persediaan air dari protoplas, pada gilirannya, biasanya diperoleh dari gerakan air dari sel-sel sekitarnya, dan akhirnya tulang daun, yang merupakan bagian dari sistem pembuluh yang meluas ke tempat persediaan air dalam tanah. Sebatang tumbuhan yang tumbuh di tanah dapat dibayangkan sebagai dua buah sistem percabangan, satu di bawah dan satu lagi di atas permukaan tanah. Kedua sistem ini dihubungkan oleh sebuah sumbu utama yang sebagian besar terdapat di atas tanah. Sistem yang ada dalam tanah terdiri atas akar yang bercabang-cabang menempati hemisfer tanah yang besar. Akar-akar terkecil terutama yang menempati bagian luar hemisfer tersebut. Karena sumbu yang menghubungkan akar dan daun memungkinkan air mengalir dengan tahanan wajar, maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa air akan mengalir sepanjang gradasi tekanan air yang membentang dari tanah ke udara dalam tubuh tumbuhan. Oleh karena itu seluruh tumbuhan dapat dibandingkan dengan sumbu lampu, yang menyerap air dari tanah melalui akar, mengalirkannya melalui batang dan kemudian menguapkannya ke udara dari daun-daun. Aliran air ini dikenal dengan istilah alur transpirasi, merupakan konsekuensi struktur tumbuhan dalam hubungannya dengan lingkungan (Loveless, 1991).
Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur hara dan zat-zat terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses fotosintesis, darimana tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi dewasa. Sebagian besar air digunakan dalam proses transpirasi.Apabila air hilang ke dalam atmosfer melalui transpirasi melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah, maka air akan hilang dari sel-sel tanaman sehingga sel tanaman kehilangan tegangan turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap gejala kelayuan pada tanaman dapat dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan terhenti. Pertumbuhan akan tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel baru terbentuk (Asdak, 2005).
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya adalah : nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthes falcataria), Acacia vilosa, Indigofera galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucanea glauca).
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:
1.    Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami kematian.
2.    Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan meningkat.
Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air asin, malah
sebaliknya akan memperburuk keadaannya.
Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat.Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.

Teknik Pengendalian Gulma Pada Tanaman

gambar : Oleh rahmat Hidayat
Pengendalian gulma dari tanaman perlu dilakukan untuk menghindari persaingan antara Tanaman dan gulma dalam mengambil unsur hara, selain itu dengan bersihnya gulma di sekitar tanaman padi maka penyebaran hama penyakit sudah dibuat seminimum mungkin atau bahkan terputusnya medai penyebar hama penyakit. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membersihkan gulma yaitu ;
a. Penyiangan gulma dengan tangan
Umunya petani menyiang gulma dengan tangan (manual weeding) dengan atau tanpa alat bantu seperti kored, atau menginjak - injak gulma dengan kaki. Cara ini banyak membutuhkan waktu, biaya, tenaga, dan cukup membosankan. Padahal setelah padi ditanam, petani juga ingin santai tidak harus terus - menerus berpanas dan berlumpur di sawah. Aalagi petani muda lebih menyukai bekerja di pabrik, buruh bangunan, berdagang, dan usaha lainnya dengan hasil yang lebih pasti dengan resiko rendah. Waktu tanam serempak menyebabkan terjadinya peningkatkan tenaga kerja pada periode yang sama, sehingga terjadi persaingan dalam pemenuhan tenaga kerja. Karena tenaga kerja terbatas, atau karena hujan lebat datang terus - menerus, penyiangan sering tertunda.
Curahan tenaga kerja untuk penyiangan pertama dan kedua tergantung dari kepadatan gulma di petakan masing - masing, berkisar antara 25 - 35 masing - masing hari kerja dan 15 - 25 hari kerja. Sedangkan total curahan tenaga kerja dalam satu musim tanam berkisar antara 40 - 60 orang. Apabila upah kerja menyiang Rp. 15.000 per hari berarti selama satu musim tanaman diperlukan biaya penyiangan antara Rp. 600.000 sampai Rp. 900.000 per ha (Pane dan Noor, 1999).
Penyiangan dengan tangan memungkinkan gulma yang mempunyai kesamaan morfologi dengan padi akan tertinggal karena tidak tersiangi, misalnya gulma jahat timunan (Leptochloa chinesis). dan gulma jajagoan (E.crus-galli). Spesies gulma ini dianjurakan untuk disiangi dan bunganya dipotong dengan sabit supaya tidak berkembang biak.
Pencabutan rumpun - rumpun gulma dengan tangan, efektif untuk gulma - gulma semusim atau dua musim. Sebaliknya untuk gulma tahunan pencabutan dengan tangan mengakibatkan terpotongnya bagian tanaman (rhizoma, stolon, dan umbi akar) yang tertinggal di dalam tanah, sisa organ tumbuhan tersebut efektif sebagai sumber perbanyakan vegetatif untuk tambah lagi. Penyiangan dengan tangan menjadi sulit bila dilakukan pada spesies gulma yang daunnya dapat melukai anggota badan, seperti Leersia hexandra atau Scleria spp., atau gulma yang dapat menyebabkan iritasi, sperti Rottboellia exaltata.
b. Cara Mekanis

Penyiangan gulma secara mekanis bisa menggunakan gasrok, landak, atau alat penyiang bermesin atau alat yang ditarik dengan ternak, dan diterapkan apabila areal padi ditanam dalam barisan yang teratur dan lurus. Umumnya petani tidak mampu membeli alat penyiang tersebut karena harganya relatif mahal. Cara penyiangan mekanis membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan cara penyiangan dengan tangan. Penggunaan alat penyiang mekanis berisiko merugikan pertumbuhan tanaman, karena alat tersebut sering menimbulkan kerusakan mekanis pada akar maupun batang tananam padi, terutama kalau jarak tanam padi tidak teratur.
c. Herbisida
Pada lahan sawah irigasi di luar Pulau Jawa, tenaga penyiang langka dan mahal. Di Jawa Barat, khususnya kawasan irigasi Jatiluhur, karena waktu tanam padi serempak kebutuhan tenaga kerja langka bersaing. Demikian juga sawah yang ada di dekat dengan kota, tenaga kerja sangat terbatas. Tenaga muda cenderung bekerja di bangunan, pabrik, perkantoran, dan lain - lainnya. Oleh sebab itu, dewasa ini banyak petani yang menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma.
Hasil survei Tim SO Bimas dan Ditjen Tanaman Pangan (1982) menunjukkan bahwa petani di daerah Deli Serdang (Sumatera Utara), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Sidrap (Sulawesi Selatan), dan Karawang dan Indramayu (Jawa Barat) masing - masing secara berturut - turut telah memakai herbisida sebesar 21 , 37,5 % 100% dan 17, 5 %. Jenis herbisida yang digunakan umumnya herbisida yang berbahan aktif 2,4 D. Pengamatan di lapangan di sepanjang persawahan pantai utara, didapatkan gejala pergeseran dominasi gulma, yaitu gulma berdaun lebar dan teki digantikan oleh gulma rumput dan teki yang tidak merupakan gulma yang bukan sasaran, atau ada gejala pembentukan spesies gulma biotipe baru yang resisten terhadap herbisida 2,4 D.
Kriteria penting dalam memilih herbisida yang baik adalah ; (1) daya bunuhnya terhadap gulma sasaran efektif, terutama selama periode kritis persaingan gulma, (2) mempunyai selektivitas tinggi terhadap tanaman pokok, (3) murah, aman terhadap lingkungan termasuk terhadap manusia dan hewan, dan persistensinya pendek sampai medium sehingga tidak merugikan tanaman pada pola tanam berikutnya, (4) tidak bersifat antagonis (bertentangan) bila dicampur dengan herbisida lain, dan (5) tahan terhadap perubahan kondisi cuaca dalam jangka waktu terbatas.
Penggunaan herbisida menimbulkan masalah baru. Petani cenderung membeli herbisida yang harganya murah, seperti 2,4 D. Hal tersebut menyebabkan tidak ada pergiliran pemakaian bahan aktif herbisida yang berbeda. Prinsip pergiliran tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah dominasi dan peledakan spesies gulma tertentu, atau terjadinya resurjensi dan munculnya biotipe spesies gulma tertentu. Setiap herbisida mempunyai gulma sasaran, misalnya herbisida molinat hanya mampu mengendalikan gulma rumput, sedangkan herbisida fenoksi efektif mengendalikan gulma sasaran yaitu gulma berdaun lebar dan teki.
Jenis - jenis herbisida tersebut banyak dipasarkan di Indonesia dengan berbagai macam bahan aktif dan formulasi, seperti larut air/ bubuk larut air ; formulasi emulsi, pasta, cairan dapat alir, butiran maupun tepung. Cara aplikasinya pun berbeda - beda, ada yang disemprotakan, diteteskan atau ditaburkan. Waktu aplikasi juga bervariasi sebelum tanam (pratanam), pada tanaman utama telah ditanam tetapi gulma belum tumbuh (pratumbuh) atau sesudah gulma dan tanaman tumbuh (purnatumbuh).
Salah satu aturan yang harus diikuti sebelum herbisida diapliksi di lapangan ialah melakukan kalibrasi. Kalibrasi bertujuan untuk memeriksa apakah peralatan yang digunakan bekerja sempurna, sekaligus untuk menentukan kecepatan berjalan waktu menyemprot. Terlampau cepat berjalan , berarti jumlah herbisida yang keluar per satuan luar berkurang, akibatnya efikasi herbisida rendah. Terlampau lambat berjalan akan menyebabkan takaran herbisida yang disemprotkan per satuan luas melebihi dosis yang ditentukan, sehingga tanaman keracunan. Persisi kecepatan jalan harus sesuai ketentuan agar dosis yang diaplikasikan juga benar.
Faktor - faktor penting yang harus diperhatikan pada saat akan mengaplikasikan hebisida dilapangan ialah ;
o   Jenis herbisida yang akan dipakai sesuai dengan gulma sasaran.
o   Dosis pemeberian herbisida tepat dan sesuai dengan kalibrasi yang sudah dilakukan.
o   Waktu aplikasi tepat dan benar sesuia dengan pola aksi (mode of action) herbisida (pratanaman, pratumbuh, awal pascatumbuh, dan pascatumbuh);
o   Waktu menyemprot sebaiknya di pagi hari, pada saat angin belum bertiup kencang dan hujan tidak datang.
Gulma rumput adalah spesies gulma yang paling sult dikendalikan pada pertanaman padi, karena terjadinya selektiv herbisida yang sangat sempit di antara tanaman padi dan gulma rumput di mana kedua - duanya sama - sama famili Gramineae (Khodayati et.al., 1989 dan Carey III et. Al., 1992). Jenis herbisida yang efektif mengendalikan gulma rumput tanpa meracuni tanaman padi di antaranya ialah butaklor, oksadiason, oksifluorfen, pendimetalin, tiobenkarb, sietrin, molinate, propinal, klometoksinil, pretilaklor, dan kuinklorak. Daftar herbisida dengan spesies gulma sasaran dicantumkan dalam Lampiran 1. Daftar herbisida yang direkomendasikan untuk berbagai tanaman dapat dilihat dalam buku hijau yang diterbitkan oleh Komisi Pestisida.
Oleh : Dr. Ibrahim Saragih / Penyuluh Pertania
Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang, Padi Inovasi Teknologi Produksi, 2009, Jakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjentan, Pedoman dan Diteksi Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan , 2007, Jakarta

Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian
Jl. Harsono RM No.3 Pasar Minggu Jakarta Selatan, Telp/Fax. 021-7804386


Sabtu, 21 September 2013

Karateristik Habitat Hutan Mangrove

KARAKTERISTIK HABITAT HUTAN MANGROVE
Oleh: RAHMAT HIDAYAT
Pada umumnya, vegetasi yang tumbuh di kawasan mangrove mempunyai variasi yang seragam, yakni hanya terdiri atas satu strata yang berupa pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon mencapai 20-30 m. Jika tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman akan tumbuh kerdil, rendah, dan batang tanaman seringkali bengkok (Arief, 2003).
Menurut Kustanti (2011), faktor biotik yang mempengaruhi terbentuknya hutan mangrove adalah adanya flora dan fauna yang hidup di hutan mangrove. Di antara flora dan fauna tersebut terjadi hubungan antar spesies. Interaksi antara faktor biotik dan abiotik yang ada di hutan mangrove membentuk suatu ekosistem. Faktor abiotik utama yang mempengaruhi hutan mangrove adalah iklim (temperatur, angin dan badai, curah hujan, dan zona-zona kehidupan) dan edafis (geomorfologi mangrove, salinitas, dan faktor-faktor edafis lain).
Tekstur Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral. Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) (Kusmana, 2003).
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay) < 2 µm (Hanafiah, 2010).
Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.
Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer (Hanafiah, 2010).
Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana (2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuari dengan salinitas (10-30)‰.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5    (Bengen, 2000).