I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman
kakao (Theobroma cacao L.) mempunyai
nilai ekonomi yang cukup tinggi, merupakan sumber devisa negara dan tempat
tersedianya sumber penghasilan bagi petani kakao terutama daerah-daerah sentra produksi.
Atmawinata
(1993) mengemukakan bahwa luas areal dan produksi kakao di Indonesia terutama pulau Sulawesi
memberi andil yang besar dibandingkan pulau-pulau yang lainnya. Pada tahun 1980 luas pertanaman kakao 37.082
ha dengan produksi sebesar 10.782 ton, dan pada tahun 1990 menjadi 345.003 ha
dengan produksi sebesar 113.786 ton, selanjutnya pada tahun 2000 menjadi
588.331 ha dengan produksi sebesar 273.881 ton (Anonim, 2003). Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah
sentra pengembangan kakao di Indonesia bagian timur saat ini juga mengalami
kemajuan dengan pesat, sehingga pada akhir tahun 2002 luas areal pertanaman
kakao mencapai 127.096 ha dengan produksi sekitar 115.693 ton. Keadaan ini
membuat pemerintah Sulawesi Tengah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan
komoditi kakao yang kemudian dijadikan sebagai komoditi andalan. Untuk pengembangan tanaman kakao di Sulawesi
Tengah menghadapi kendala serangan penggerek buah kakao (PBK).
PBK
Conopomorpha cramerella (Snellen)
merupakan hama
penting karena dapat menurunkan produksi dan kualitas kakao. Berdasarkan laporan Dinas Perkebunan Tingkat I
Sulteng bahwa di Sulawesi Tengah hingga tahun 2000 luas serangan PBK mencapai
11.000 ha, pada tahun 1991 hanya sekitar 14 ha, jadi dalam waktu sembilan tahun
hama PBK telah mampu memperluas daerah serangannya 785 kali dari luas serangan
awal dan berdasarkan estimasi dengan luas serangan tersebut maka kerugian
petani mencapai 118,3 milyar rupiah pada harga kakao rata-rata Rp. 9.000,00/kg (Anshary,
2001).
Keberadaan
hama PBK di
Sulawesi Tengah dilaporkan pertama kali tahun 1991 dengan daerah serangan hanya di Kecamatan
Dondo Kabupaten Buol Tolitoli, dengan luas serangan 42,7 ha (Sulistyowati dan
Prawoto, 1993). Namun sekarang keberadaannya
telah menyebar pada Kabupaten-kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah. Intensitas serangan di Kabupaten Donggala
khususnya di Kecamatan Sirenja relatif tinggi yaitu 50-60 % (Anshary, 1997).
Upaya
pengendalian hama
PBK saat ini telah dilakukan petani dengan
menggunakan berbagai teknik, antara lain pestisida, panen sering,
penyelubungan buah, sanitasi serta pemangkasan. Informasi tentang teknik
pemangkasan serta hasilnya untuk mengendalikan PBK belum banyak dilaporkan
orang. Tujuan utama pemangkasan adalah
merangsang tanaman untuk membentuk organ baru yang lebih potensial sebagai
cabang produktif. Bila tanaman tidak
dipangkas maka cabang-cabang vegetatif akan relatif lebih aktif, disamping itu
umur produktivitasnya akan lebih panjang dibandingkan bila tidak
dipangkas. Pemangkasan diduga berpengaruh pada perubahan prilaku serangan PBK. Berdasarkan
hal tersebut perlu kiranya diteliti pengaruh pemangkasan terhadap intensitas
serangan hama PBK
dan produksi.
Anda ingin skripsi diatas fersi full nya?? klik disini
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???