I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman pisang (Musa Paradisiaca L) merupakan
salah satu buah yang digemari oleh penduduk dunia, karena memiliki rasa yang
enak, kandungan gizi dan nutrisinya tinggi, mudah didapat dan harganya relatif
murah (Suprapto, 1999). Satuhu dan Supriadi (1999) mengemukakan bahwa dengan
kemajuan teknologi pertanian, budidaya pisang pun mengalami kemajuan pesat
hingga diusahakan secara intensif terutama untuk keperluan ekspor apalagi saat
ini pisang sudah masuk jajaran komoditas ekspor non migas yang dapat memberikan
sumbangan terhadap pendapatan devisa negara yang cukup tinggi. Oleh karenanya
Sahlan dan Nurhadi (1995) menganggap bahwa pisang mempunyai prospek baik dimasa
yang akan datang, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun konsumsi ekspor.
Produksi pisang di Sulawesi Tengah pada tahun 2000 mencapai
34.354 ton, namun pada tahun 2001 hanya mencapai produksi sejumlah 33.061 ton,
jumlah ini mengalami penurunan 1,293 ton dari produksi tahun 2000 (BPS, 2003).
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Tengah
(2000) melaporkan bahwa tanaman pisang di Sulawesi Tengah telah terserang
penyakit layu bakteri dengan tingkat serangan bervariasi antara ringan, sedang,
dan parah; di Kabupaten Donggala luas serangan mencapai 122 Ha yang terdapat
pada tiga kecamatan yakni di daerah Kecamatan Sigi Biromaru, Dolo dan Kecamatan
Palolo; dari total luas tersebut 33 Ha merupakan daerah dengan serangan yang
cukup parah.
Hasil penelitian Sulaksono et al (2002)
melaporkan bahwa penyakit layu R. solanacearum pada tanaman pisang
mencapai tingkat serangan di atas 70% di kecamatan Sigi Biromaru dan Dolo dan
hanya 3% di Kecamatan Palolo. Menurut Kardinan (1999), pengendalian penyakit
akibat bakteri patogen dengan menggunakan pestisida sintetik dapat
menimbulkan dampak negatif antara lain bertahannya residu bahan kimia dalam
tanah yang sulit terdegredasi. Salah satu upaya untuk mengurangi pengaruh
pestisida sintetik yaitu dengan memanfaatkan pestisida yang memiliki potensi
alami sebagai bahan aktif pestisida.
Sejauh ini penelitian tentang pemanfaatan ekstrak
daun apokat masih jarang dilakukan, namun informasi tentang efektifitasnya
sudah ada. Dari hasil penelitian diketahui bahwa daun tanaman apokat mempunyai
aktivitas anti bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus strain A dan B, Pseudomonas sp., Staphylococcus albus, dan
Bacillus subtilis (Ognulans dan Ramstad, 1975). Hal senada juga
diungkapkan oleh Widjayakusuma (1995) yaitu bahwa daun apokat mengandung
saponin, flavonoid, dan alkaloida yang mempunyai aktivitas anti bakteri dan
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. Karena itu terdapat
kemungkinan bahwa daun apokat dapat digunakan sebagai bahan untuk menekan
bakteri R. solanacearum.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dipandang
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun apokat terhadap
bakteri layu pisang R. solanacearum di laboratorium.
Anda ingin skripsi diatas fersi full nya?? klik disini
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???