I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis
quineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas dalam subsektor perkebunan
yang merupakan sumber devisa negara selain minyak bumi. Kegunaan kelapa sawit selain sebagai bahan baku industri, juga
berperan sangat penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sumber nabati untuk
minyak goreng. Sehingga memungkinkan
prospeknya lebih cerah dibandingkan kopi dan karet olahan (Setyawibawa, 1992).
Perkebunan kelapa sawit mendukung sektor non pertanian melalui pengadaan bahan baku industri yang mampu
memenuhi pasar dalam negeri maupun pasar dunia (Sutrisno dan Winahyu,
1991). Komoditas ini cocok dikembangkan
baik berupa usaha perkebunan besar maupun skala untuk petani pekebun (Lubis,
1992).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh
pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848.
Ada
empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai dikembangkan di
perkebunan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis pertama usaha perkebunan tanaman
kelapa sawit di Indonesia
adalah Adrien Hallet asal Belgia, dan diikuti oleh Schadt asal Jerman yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Minyak kelapa sawit menempati urutan kedua
dalam dominasi suplai minyak nabati dunia.
Indonesia
merupakan penghasil utama setelah Malaysia (Adlin dan Wahyuni, 1986 dalam Hawalina, 1991).
Perkembangan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat, pada
tahun 1978 luas areal 250.116 ha dengan hasil produksi sebesar 596 ton, pada
tahun 1983 luas areal 405.646 ha dengan hasil produksi sebesar 1.147 ton, dan
pada tahun 1988 luas areal 889.924 ha hasil produksi yang dicapai sebesar 1.690
ton (Dirjen Perkebunan, 1990). Menurut Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah
(2003), perkembangan luas areal dan hasil produksi kelapa sawit digolongkan
dalam 2 golongan, yaitu Perkebunan Besar (PB), dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkembangan dan produksi kelapa sawit di
Sulawesi Tengah mengalami peningkatan dari tahun 1999 untuk Perkebunan Besar
(PB) luas areal 23.981 ha dan produksi 57.318 ton sedangkan untuk Perkebunan
Rakyat (PR) luas areal 6004 ha dan produksi 76.082 ton. Hingga pada tahun 2003
untuk Perkebunan Besar (PB) luas areal 52.506 ha dan produksi 270.330 ton
sedangkan untuk Perkebunan Rakyat (PR) luas areal 6004 ha dan produksi 114.000
ton.
Salah satu faktor penghambat hasil produksi tanaman
kelapa sawit adalah masalah hama
tikus. Hama tersebut adalah Rattus tiomanicus Strain, yang dapat menimbulkan kerusakan hingga
mencapai 15 % (Pardede, 1998). Kerusakan
terjadi pada pucuk pohon yang masih muda, sedangkan pada buah serangan terjadi
pada sabut buah. Dengan beberapa teknik pengendalian mampu mempengaruhi tingkat
serangan Rattus tiomanicus Strain.
Perlakuan tersebut diantaranya penggunaan Perangkap Tikus Hidup (PTH),
Pemanfaatan Burung Hantu (PBH), dan penggunaan Racun Tikus Buatan (RTB).
1.2.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya intensitas serangan hama
tikus
Ingin skripsi diatas fersi full nya? klik disini
Terimakasih atas informasinya
BalasHapusirhamabdulazis271.student.ipb.ac.id