Kamis, 24 Januari 2013

makalah hasil hutan non kayu minyak gondorukem

I.                  PENDAHULUAN
Indonesia telah dikenal oleh dunia luas sebagai negara yang kaya akan hasil alam, salah satunya adalah hasil hutan. Hail hutan tersebut menjadi salah satu komoditi penting bagi perdagangan indonesia. Macam-macam produksi hasil hutan dibedakan atas 2 jenis : pertama hasil hutan kayu, produksi hutan yang berupa kayu sudah dimanfaatkan sejak dulu sebagai bahan bangunan maupun meubel, seperti kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan produksi kayu olahan lainnya. Kedua  hasil hutan non kayu yang dapat dimanfaatkan dari akar, getah, kulit, daun, dan buah yang apabila diolah dengan teknologi yang tepat akan menghasilkan nilai tambah secara ekonomi seperti damar, rotan, gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, sagu, sutra, kopal, dll. Namun pada saat ini salah satu hasil hutan yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia yaitu gondorukem dan terpentin.
Gondorukem dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah Pinus. Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Sedangkan Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang
II.                  TINJAUAN PUATAKA
2.1     Pengertian Gondorukem
Gondorukem merupakan residu yang tertinggal yang diperoleh dari getah pinus, selain itu ada produk tambahan berupa distilat ( minyak terpentin ). Minyak terpentin diperoleh dari 9-14% dari bahan getahnya sedangkan gondorukem dari 60-70% getahnya dengan pengolahan staem distillation in step system pengelohan dengan uap system bertahap (Trubusan, 2010).
Gondorukem merupakan produk olahan dari getah pohon pinus (famili Pinaceae) yang saat ini merupakan komoditi andalan non migas yang bukan berasal dari kayu atau rotan (Google).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001), gondorukem (Colophony) adalah padatan hasil penyulingan getah pohon pinus (Pinus merkusii). Nama lain gondorukem, antara lain gum rosin, pine resin, resin, siongka, kucing, dan sebagainya. Daerah penghasilnya tersebar luas di daerah pegunungan di Indonesia terutama di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali
2.2     Klasifikasi Mutu Gondorukem
Gondorukem yang dihasilkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi beberapa mutu yang ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional. Klasifikasi mutu dalam standar penggolongan gondorukem harus memenuhi syarat mutu dan syarat khusus yang telah ditetapkan. Mutu gondorukem yang dihasilkan dari pengolahan getah pinus dapat diklasifikasikan menurut warna, titik lunak, kadar kotoran, kadar abu, dan komponen menguap. Klasifikasi mutu gondorukem menurut Standar Nasional Indonesia tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


No
Klasifikasi Mutu
Tanda Mutu
Dokumen
Kemasan
1
Utama (U)
X
X
2
Pertama (P)
WW
WW
3
Kedua (D)
WG
WG
4
Ketiga (T)
N
N
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2001.
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui mutu gondorukem dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam oleh Badan Standardisasi Nasional, yaitu mutu utama (X), mutu pertama (WW), mutu kedua (WG), dan mutu ketiga (N). Masing-masing mutu tersebut mempunyai persyaratan khusus seperti tersaji selengkapnya pada Tabel berikut :
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan mutu
U
P
D
T
1
Warna metode Lovibond Comparator

X
WW
WG
N
2
Titik lunak
°C
≥ 78
≥ 78
≥ 76
≥ 74
3
Kadar kotoran
%
≤ 0,02
≤ 0,05
≤ 0,07
≤ 0,10
4
Kadar abu
%
≤ 0,01
≤ 0,04
≤ 0,05
≤ 0,08
5
Komponen menguap
%
≤ 2
≤ 2
≤ 2,5
≤ 3
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2001.
Mutu gondorukem ditentukan dari hasil pengujian warna gondorukem. Warna gondorukem ialah warna yang ditetapkan dibandingkan dengan warna standar Lovibond yang terdiri atas 15 warna (XC, XB, XA, X, WW, WG, N, M, K, I, H, G, F, E, dan D) (Badan Standardisasi Nasional,2001).
Kelas yang paling gelap yaitu kelas D digunakan untuk pembuatan minyak rosin, juga digunakan dalam industri linoleum dan vernis gelap. Kelas G dan K digunakan sebagai bahan “sizing” dalam industri sabun, bergantung pada kualitas sabun yang akan dibuat. Untuk kualitas sabun yang baik bahkan digunakan kelas yang berwarna lebih pucat. Kelas yang berwarna lebih pucat dari K terutama W – C dan W – W digunakan untuk pembuatan vernis yang berwarna pucat. Penggunaan gondorukem lainnya, antara lain sebagai bahan pembuatan “sealing wax”, bahan peledak dan sebagai bahan pengganti resin lainnya, untuk pelapis alat-alat yang dipegang tangan, sebagai bahan penggosok senar alat musik gesek, sebagai bahan pencampur dalam proses penyolderan, dalam pembuatan cat, tinta cetak, semen kertas, bahan pelitur kayu, plastik, kembang api, bahan waterproof untuk karton, dan sebagainya (Suryamiharja dan Buharman, 1986).
Negara yang menjadi sasaran ekspor gondorukem antara lain India, Amerika Serikat, Perancis, Kamerun, dan Belanda (Hadi, 2006). Pasar produk gondorukem dunia sebagian besar diserap oleh Aksonabel dari Belanda, Eropa, AS, dan India yang antara lain untuk bahan baku pembuatan tinta, cat, industri ban mobil, lem, dan vernis. Indonesia baru mencukupi kebutuhan gondorukem dunia kurang dari 10 persen.
Permintaan pasar internasional terhadap gondorukem Indonesia naik karena sejak akhir 2005, Pemerintah China menahan penjualan produk gondorukem keluar dari negaranya. Langkah China ini dilakukan untuk memenuhi pasokan gondorukem untuk industri dalam negeri sendiri yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Tingginya permintaan gondorukem ini juga dikarenakan keunggulan kualitas gondorukem Indonesia yang berasal dari pohon Pinus jenis Merkusi tersebut. Contohnya, keasamannya yang rendah dan kemampuannya menahan suhu tinggi, tingkat kelengketannya dan aromanya sangat disukai konsumen. Bidang usaha Perum Perhutani yang dimulai sejak tahun 1974 ini juga mampu menggairahkan perekonomian masyarakat dengan melibatkan mereka mulai dari pengadaan alat sadap (alat bacok dan batok kelapa), tenaga penyadap, angkutan, hingga kemasan/kaleng (google)
2.3 Manfaat Getah Pinus
Gondorukem didapat dari hasil pengolahan getah pinus, bersifat rapuh,bening,mempunyai titik leleh rendah dan bau khas terpentin serta tidak larut dalam air. Manfaat gondorukem adalah :
1.      Industri Batik : bahan penyampur lilin batik sehingga diperoleh malam.kebutuhn kira-kira 2.500 ton/thn
2.      Industry kertas : bahan pengisi dalam pembuatan kertas.kebutuhan kira-kira 0,5 % dari produksi kertas atau 2.000 ton/thn
3.      Industry sabun : sebagai campuran kira-kira 5-10% dari berat sabun.
4.      Pembuatan Vernish, tinta,bahan isolasi listrik, korek api, lem, industry kulit dan lalin-lain.
5.      Di luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya digunakan untuk membuat resin sintetis, plastic, lem, aspal, bahan pliitur, lak sintetis, industry sepatu, galangan kapal, dll.
Untuk minyak terpentin-nya dapat digukana secara langsung dan murni melalui upaya distilasi ulang serta melalui pengolahan lanjutan,misalnya untuk pelarut organic,pelarut resin,bahan semir sepatu,logam dan kayu dan bahan kamfer sintetis dll (Yanti, 2010)

III.           TEKNOLOGI PENGELOLAAN
a.      Budidaya Pinus
Pinus merkusii dengan nama daerah tusam banyak dijumpai tumbuh di belahan bumi bagian selatan. Pohon bertajuk lebat, berbentuk kerucut mempunyai perakaran cukup dalam dan kuat. Walaupun jenis ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat, bahkan mendekati 0 meter di atas permukaan air laut, dengan tempat tumbuh yang terbaik pada ketinggian tempat antara 400 – 1500 m dpl, pada tipe iklim A dan B menurut Schmidt – Ferguson, pada curah hujan sekurang-kurangnya 2000 mm/tahun tanpa dengan jumlah bulan kering 0 – 3 bulan.
Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai tipe jenis tanah dengan lapisan tanah yang tebal/dalam, pH tanah asam dan mengendaki tekstur tanah ringan sampai sedang.
Manfaat jenis pohon ini cukup banyak. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan, peti, korek api, bahan baku kertas dan vinir/kayu lapis.
Pada umur 10 tahun, pohon sudah dapat disadap getahnya. Dari getah Pinus dapat dibuat gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan dalam industri batik sedang terpentin digunakan sebagai pelarut minyak cat dan lak.
·         Pembuatan Bibit
1.  Pengadaan biji
Biji Pinus merkusii akan mempunyai viabilitas dan daya kecambah tinggi, apabila diambil dari kerucut yang sudah masak dengan ciri-ciri berwarna hijau kecoklatan dan sisik kerucut yang telah mulai melebar kebiruan sedikit. Pengumpulan buah dapat dilakukan setiap tahun, karena berbuahnya setiap tahun. Biji kering berisi antara 45.000 – 60.000 butir setiap kilogramnya.
Sebellum ditabur sebaiknya dilakukan seleksi biji. Biji yang baik mempunyai ciri-ciri warna kulit bij kuning kecoklatan dengan bintik-bintik hitam, agar bentuk biji bulat, padat dan tidak mengkerut. Untuk menyeleksi biji yang biasa juga digunakan cara perendaman. Biji yang akan digunakan sebagi bibit direndam dalam air dan benih yang tenggelam saja menandakan biji baik. Lama biji direndam air dingin 3 – 4 jam sebelumditabur.
2. Penaburan biji
Pada kegiatan ini yang perlu diperhatikan adalah bahan media tabur yang akan digunakan hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut :
• Bebas dari hama-penyakit (steril)
• Cukup sarang
• Dapat merangsang proses perkecambahan
Sesuai persyaratan di atas, maka bahan campuran berupa pasir yang berukuran ± 2 mm dan tanah (humus) halus dapat digunakan sebagai media tabur. Tanah dan pasir perbandingan 1 : 2. Selanjutnya campuran ini disterilkan dengan cara digoreng 4 – 6 jam dan dijemur diterik matahari.
Media yang sudah siap digunakan dimasukkan ke dalam bak plastik setinggi ± 5 cm. Bak diletakkan di atas rak-rak di dalam bedeng penaburan atau ruang kaca. Benih-benih yang terpilih, kemudian dihamburkan di bak tabur, selanjutnya ditutup dengan bahan media tabur kira-kira sama dengan tebal benih yang ditabur.
Setelah 10 – 15 hari dari saat penaburan, benih akan berkecambah. Proses perkecambahan berlangsung sampai satu bulan.
3. Penyapihan
Sebelum dilakukan penyapihan terlebih dahulu disiapkan kantong plastik yang berisi media tumbuh. Pinus merkusii adalah jenis tanaman yang melakukan simbiose dengan jamur/mikorhiza. Penularan mikorihiza yang paling baik ialah pada waktu pencampuran media tumbuh. Untuk itu, dalam setiap kantong plastik media tumbuh harus dicampur dengan tanah humus yang berasal dari bawah tegakan tua Pinus merkusii.
Media tumbuh untuk jenis tanaman ini yang paling baik adalah campuran dari tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 7 : 2 : 1 dengan penambahan pupuk NPK sebanyak 0,25 gram setiap kantong yang berisi 300 gram media.
Setelah bibit berumur 5 – 8 minggu di bak tabur kemudian dilakukan penyapihan. Pada saat ini kulit biji sudah terlepas dari kecambah dan bibit telah memiliki daun jarum pertama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyapihan bibit antara lain :
• Semai ditanam berdiri tegak lurus
• Akar tidak boleh terlipat
• Hindarkan semai dari kerusakan
• Lakukan penyapihan pada tempat yang teduh
4. Pemeliharaan
Dalam kegiatan ini perlu dilakukan penyiraman semai secara hati-hati, dan untuk menghindarkan damping off perlu dilakukan penyemprotan dengan fungisida. Upayakan agar bibit selama dipersemaian bebas dari gangguan rumput-rumput liar, Serangga maupun penyakit. Untuk itu kebersihan persemaian sangat menunjang keberhasilan bibit yang disapih.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatia n dalam kegiatan ini antara lain :
  Naungan untuk menjaga kelembaban, menahan percikan air hujan dan mengurangi penguapan.
• Penyiraman secara teratur, setiap hari satu kali pagi hari dan sore hari.
• Pemupukan dengan NPK dengan interval 2 minggu sekali.
• Penyulaman pada kantong plastik yang mati bibitnya atau pertumbuhannya jelek segera dilakukan.
  Perumputan apabila rumput atau tumbuhan liar lainnya mengganggu pertumbuhan tanaman muda.
• Akar-akar yang keluar dari lubang kantong agar dipotong.
·         Pembuatan Tanaman
1. Persiapan lapangan
Sebelum melaksanakan penanaman, perlu dilakukan pekerjaan persiapan, antara lain :
   Pembersihan lapangan dari tumbuhan pengganggu, seperti alang-alang, semak belukar, dan lain-lain.
   Pengolahan tanah (manual/mekanik). Dalam pengolahan tanah pada lahan miring hendaknya memperhatikan kaidah pengawetan tanah agar dihindarkan erosi yang berlebihan.
   Pemasangan acir tanaman pada lahan miring sejajar garis kontour.
   Pembuatan lubang tanaman.
Pembuatan bibit agar diusahakan seaman mungkin dan semurah mungkin. Apabila pengangkutan tidak hati-hati maka kerusakan bibit membawa kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu jumlah bibit yang diangkut disesuaikan dengan kemampuan menanam regu tanam. Hal ini untuk menghindarkan penumpukan bibit di lapangan.
2. Penanaman
Pada saat bibit akan ditanam, kantong plastik dilepas secara hati-hati supaya media tumbuh tetap utuh. Kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan. Lubang yang telah berisi bibit ditutup kembali dengan tanah galian dan dipadatkan di sekitar leher akar. Harus diupayakan agar bibit tetap tegak.
Penanaman bibit dilakukan pada permulaan musim penghujan, setelah curah hujan cukup merata. Sistem penanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari atau tanpa tumpang sari. Tanaman sela yang digunakan disesuaikan dengan tempat tumbuhnya.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan maksud agar tanaman muda mampu tumbuh menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan.
Kegiatan pemeliharaan meliputi :
a)   Penyulaman dilakukan apabila dijumpai adanya kematian bibit setelah satu bulan setelah satu bulan selesai penanaman, segera dilakukan penyulaman. Penyulaman ini terus dilakukan sampai jumlah tanaman muda cukup sesuai dengan kerapatan tegakan yang dipersyaratkan. Penyulaman ini sebaiknya dilaksanakan pada pertengahan musim penghujan.
b)   Penyiangan gulma dan tumbuhan lain yang mengganggu tanaman muda segera dilakukan, agar bebas dari persaingan untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara dari dalam tanah.
c)   Pendangiran hanya dilakukan bilamana kondisi tanah yang padat atau berdrainase jelek. Dengan catat mendangir di sekitar piringan dengan berjari-jari 0,5 meter. Dan dilaksanakan bersamaan waktunya dengan penyiangan.
d)   Pemberantasan hama dan penyakit.Tindakan yang paling menguntungkan dari kegiatan ini adalah mencegah penularan hama dan penyakit yang menyerang tanaman muda. Cara pencegahannya antara lain dengan cara fisik atau cara kimiawi. Namun demikian harus selalu diupayakan agar nilai ambang ekonominya tidak terlalu membahayakan tanaman.
e)   Penjarangan. Dimaksudkan untuk memberi ruang tumbuh yang lebih baik bagi tegakan selanjutnya, sehingga mutu tegakan dan volume tegakan menjadi meningkat. Pohon yang tertekan terserang hama dan penyakit, batang pokok bengkok, menggarpu, dibuang dalam penjarangan. Saat penjarangan tegakan tergantung pada kerapatan tegakan, kesuburan tanah dan sifat pertumbuhan dari pohon. Tepatnya beberapa saat setelah tajuk saling bersinggungan.
f)   Pengendalian api dan kebakaran. Pinus merkusii sangat peka terhadap api. Sekali terjadi kebakaran, tanaman muda akan musnah. Hal ini disebabkan pada batang jenis tanaman ini banyak mengandung getah (damar). Tindakan pencegahan secara dini dapat dilakukan antara lain : 1) Membuat jalur sekat, jalur hijau secara jelas dan tegas, 2) Pembentukan satuan tugas pengendali kebakaran dan mengaktifkan ronda api, 3) Pembuatan sistem komunikasi yang menjangkau seluruh areal dan sekitarnya.
·         Pemungutan Hasil
Pada umur 10 tahun, Pinus merkusii mulai dapat dipungut getahnya. Penebangan untuk tujuan kayu pertukangan sebaiknya dilakukan apabila tegakan telah mencapai umur 30 tahun dengan taksiran produksi kayu tebal sebanyak 238 – 322 m3/ha. Sedangkan untuk tujuan kayu pulp dipergunakan daur 10 – 15 tahun.
b.      Taksonomi Pinus
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Coniferophyta
Kelas               : Pinopsida
Ordo                : Pinales
Famili              : Pinaceae
Genus              : Pinus
Spesies            : Pinus merkusii Jungh.& De Vr
c.       Teknik Pemanenan Getah Pinus    
http://blogs.unpad.ac.id/yantiyulianti/files/2010/06/5.jpegKegiatan pemanenan getah pinus yang dilakukan yaitu dengan cara penyadapan. Beberapa cara teknik penyadapan :
o Bentuk koakan
Teknik ini dilakukan denagn cara mengerok kulot batang lebih dulu, kemudian kayunya dilukai sedalam 1-2 cm, sedang lebarnya 10 cm. Pelukaan dengan cara ini membentuk huruf U terbalik dengan jarak dari permukaan tanah sekitar 15-20 cm. Pelukaan yang baru diatas luka lama dengan tebal jarak 5 mm.
o Bentuk V
Teknik ini hampir sama dengan teknik diatas tetapi berbentuk huruf V. dapat juga dimodifikasi menjadi V ganda atau seri arah ke atas ( rill) yang bentuknya seperti sirip ikan.
o Goresan atau guratana
Cara ini pada penyadapan pinus jarang dilakukan, umumnya dilakukan pada agathis ( kopal ). Hal ini mengingat kulit pinus yang tebal. Goresan dilakukan dengan kemiringan 45° atau melingkar.
o Dengan bor 
Dengan syarat diameter 3 cm, 3-12 cm ke atas atau ke dalam.
Dari keempat teknik tersebut yang paling efektif atau paling banyak menghasilkan getah pinus adalah dengan menggunakan metode koakan, kemuidian teknik bentuk V dan teknik bor.
Ada dua macam sistem penyadapan getah pinus yang diterapkan di Perum Perhutani yakni sistem Rill dan sistem Kuare. Sistem ini lebih cocok bila diterapkan di areal hutan lindung sebab tidak banyak merusak pohon pinus sehingga kelestarian pohon pinus bisa terjaga. Sedangkan kelemahannya adalah getah yang dihasilkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem kuare.
1. Penyadapan Metode Riil Kegiatan penyadapan getah pinus dengan sistem rill adalah sebagai berikut :
a. Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang dipergunakan terdiri dari : Pembersih kulit (bark shaver), Mal sadap (blaze frame), Alat pemberi tanda sadapan (marking gauge), alat pembuat saluran tengah (groove cutter), pisau sadap (freshening knife), talang sadap (lips), Mangkuk penampung getah (pats), pengeruk getah, dan bor serta alat penunjang lainnya seperti palu, paku, alat semprot (sprayer) dan ember plastic.
b. Persiapan penyadapan
-   Pembersihan lapangan sadapanSebelum melakukan penyadapan, lapangan / areal sadapan harus dibersihkan dari perdu dan semak, agar memudahkan para pekerja dan petugas untuk mengadakan pengawasan. Penomoran pohon ditentukan pada ketinggian 200 cm.
-   Pembersihan kulitPohon yang akan disadap harus dibersihkan kulitnya terlebih dahulu dengan alat pembersih kulit (bark shaver) tanpa melukai kayu. Permukaan kulit yang dibersihkan berukuran 30 x 70 cm pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah dan harus benar – benar rata dan halus tanpa adanya alur kulit.
-   Pembuatan pola sadap
Pola sadap dibuat dengan menggunakan mal sadap (blaze frame) pada kulit yang sudah dibersihkan. Selajutnya memberikan tanda sadap dengan alat pemberi tanda sadap (marking gauge). Pola sadap dibuat untuk menetapkan letak saluran tengah dan letak dimana luka sadapan harus dibuat. Sudut antara garis vertical dan garis miring sebesar 40°.c.
c. Pelaksanaan Penyadapan
-   Pembuatan saluran tengah (central grove)
Dalam tahun pertama sadapan, pembuatan saluran tengah dimulai dari bawah menuju keatas. Sedangkan untuk tahun berikutnya pembuatan dimulai dari atas dan ditarik kebawah. Saluran tengah dibuat dengan menggunakan Groove cutter pada bagian tengah pola sadapan. Lebar saluran tengah 10 mm, kedalaman 3 mm dan tinggi 60 cm.
-       Pembuatan saluran sadap
Saluran sadap dibuat menggunakan pisau sadap (freshening knife) dimulai dari ujung terbawah saluran tengah mengikuti tanda saluran sadap yang telah dibuat. Kedalaman saluran sadap ± 2 mm dan jarak antar saluran 5 cm.
-   Pemasangan talang sadap
Talang sadap dipasang pada pohon dengan paku, kemudian ditekuk keatas dan bagian tengahnya ditekan dengan menggunakan palu agar masuk kedalam saluran tengah, dengan demikian getah dapat tertampung melalui talang.
-       Pemasangan batok penampung
Dibawah talang sadap dipakukan dua buah pasak dari bambu atau kayu untuk dudukan batok penampung getah. Secara berkala batok penampung getah ini harus dinaikkan letaknya supaya tidak terlalu jauh dengan luka sadap yang baru.
-       Perlakuan saluran sadap dengan stimulansia
Untuk meningkatkan produksi getah pinus maka setelah saluran sadap dibuat, stimulansia harus disemprotkan pada saluran sadap. Untuk mendapatkan semprotan yang baik, botol plastik harus dipegang dengan sudut 45° terhadap pohon dan jarak antara ujung penyemprot dengan pohon / saluran sadap ± 15 cm. Dan penyemprotan stimulansia pada setiap luka sadap baru sebanyak ± 1 cc.
-       Peludangan getah dan pembersihan dari saluran getah
Mangkok/tempurung diambil dan getah dituangkan dalam ember plastik. Getah yang masih melekat pada mangkok atau tempurung harus dibersihkan dengan bantuan pengeruk getah (pat scraper). Pada setiap perludangan getah, saluran tengah harus dibersihkan dengan pembersihan saluran tengah (groove cleaner), untuk mencegah penumpukan getah pada saluran.
-       Frekuensi pembaharuan sadapan
Pembaharuan sadapan dilaksanakan 6 hari sekali.
d.      Pelaksanaan Penyadapan Tahun berikutnya
Untuk penyadapan sadapan tahun berikutnya dimulai dari ujung atas saluran tengah tahun sebelumnya dan semua langkah yang yang dikerjakan pada tahun sebelumnya diulangi lagi, dengan mal sadap 20 x 65 cm.
Apabila sadapan telah mencapai pada ketinggian 180 cm, maka sadapan selanjutnya harus dialihkan mulai dari bawah lagi dengan jarak 5 cm (dari bidang sadap) disamping sadapan pertama dan seterusnya.
2. Penyadapan Pinus Metode Kuare
 Kegiatan penyadapan getah pinus dengan sistem rill adalah sebagai berikut
a.   Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang digunakan adalah : petel sadap/kadukul, keruk setal, parang, talang seng, tempurung, kaleng/drum pengutan getah, batu pengasah, minyak tanah, penutup tempurung, paku.
b.  Persiapan Penyadapan
-   Pembersihan Lapangan sadapan
Sebelum dilakukan penyadapan lapangan / areal sadapan harus dibersihkan dari perdu dan semak-semak, agar sinar matahari dapat langsung menyinari pohon pinus dan memudahkan para pekerja dan petugas untuk melaksanakan pengawasan.
c.  Pembersihan Kulit Pohon Pinus
-   Pada bagian batang yang akan di sadap kulitnya harus dibersihkan / dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm dan tinggi 60 cm.
d. Pembuatan Rencana Kuare / Mal Sadap
-   Bagan kuare (mal sadap) dibuat tepat di tengah-tengah pohon dengan ukuran lebar 6 cm, tinggi 60 cm dan kedalaman 1,5 cm dengan alat berbentuk garpu melengkung dengan dua dua sisi tajam dengan  permukaan permulaan setinggi 20 cm dari tanah, kemudian baru disemprot CAS.
e. Pemasangan talang dan tempurung.
- Talang dipasang menempel pada bagian batas bawah kuare dengan menggunakan paku dan kayu sebagai talamgnya
 f. Sadapan lanjutan
-  Sadapan lanjutan harus dilakukan tepat waktu denganketentuan yaitu : 3 hari sekali bila tidak menggunakan CAS dan 5 hari sekali bila menggunakan CAS.

b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Hasil sadapan yang diperoleh dipengaruhi oleh :
1) Faktor internal pohon :
a) Jenis pohon Pinus yaitu pinus yang berbeda hasil getahnya misalnya :
Jenis Pinus                   Hasil getah                     letak           persen
Pinus merkusii             6kg/phn/thn                    gubal            36,3 %
Pinus palustris               4,2 kg/phn/thn                pangkal         0,64 %
Pinus maritim               3 kg/phn/thn                  10 m dpl        0,33 %
Pinus khasya                 7 kg/phn/thn                    akar             0,70%
b) Persen kayu gubal,yaitu batang kayu Pinus dengan jumlah kayu gubal terbanyak dapat menghasilkan getah maksimum sebab kayu gubal adalah tempat akumulasi getah tertinggi (36 %).
c)   Kesehatan pohon,yaitu jika pohon sehat mungkin menghasilkan getah lebih banyak.
d)   System perakaran,yaitu Pinus dengan perakaran yang luas berarti mampun menyerap lebih banyak zat makanan dari tanah,sehingga getah lebih banyak.
e)   Persen tajuk (lebar dan tinggi tajuk pohon) yaitu Pinus dengan tajuk lebih banyak memungkinkan proses fotosintesis lebih optimal dan menghasilkan banyak getah.
2) Faktor Eksternal (Lingkungan luar pohon), yaitu :
a) Jarak tanam yaitu hutan pinus dengan jarak tanam yang jarang iklim mikronya tidak lembab dan bersuhu tinggi sehingga menghasilkan getah pinus lebih banyak,demikian sebaliknya.
b)   Iklim dan tempat tumbuh yaitu pohon pinus yang tumbuh didaerah dengan curah hujan tinggi,dingin atau di daerah dengan tinggi > 700 m dpl menghasilkan getah sedikit.curah hujan rata-rata < 2000mm/th,suhu antara 22-28’ C dan tinggi tempat 400-700m dari permukaan laut menghasilkan getah optimal.
c)   Bonita yaitu pada tanah yang subur memungkinkan menghasilkan getah  pinus yang lebih banyak ( ada 7 kelas bonita)
3) Faktor perlakuan oleh manusia
a)   Bentuk sadapan yaitu hasil sadapan dari bentuk koakan lebih banyak dari rill dan bor
b)   Arah sadapan yaitu arah menghadapnya luka sadapan menghadap timur paling banyak menghasilkan getah kemudian disusul arah utara,selatan dan barat.
c) Arah pembaruan, yaitu kea rah atas atau bawah.pembaruan ke atas menghasilkan lebih banyak getah.
d) Upaya stimulansia, yaitu upaya perangsangan pada luka sadapan dengan bahan kimia asam.upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang teliti agar tidak merugikan.bahan stimulansia yang dapat dipakai misalnya asam sulfat,asam oksalat,CuSO4,bolus alba,Ethrel dengan jumlah tertentu yang ditentukan.
IV.           PROSES PENGOLAHAN GETAH PINUS
Dalam proses pengolahan Getah Pinus di Pabrik Gondorukem & Terpentin (PGT) Perum Perhutani, bahan baku  industri berupa Getah Pinus (Pinus Merkusii) diproses melalui beberapa tahapan :
1)      Penerimaan & Pengujian Bahan Baku
Getah Pinus sebagai bahan baku untuk produksi Gondorukem & Terpentin, dihasilkan dari hasil penyadapan pohon Pinus Merkusii. Getah Pinus yang dikumpulkan dan diterima di PGT berupa :  cairan kental yang bercampur dengan kristal,air,serpihan kayu, daun pinus,kembang pinus,dan kotoran-kotoran lain yang sengaja/tak sengaja dicampurkan (tanah, pasir dll).
Getah pinus yang telah diterima di PGT Kemudian dilakukan pengujian berupa berat, kadar air dan kotoran. Setelah lulus tes tersebut, getah pinus kemudian masuk dan ditumpahkan ke Bak Getah. Jaring-jaring yang terdapat dipermukaan Bak Getah diatas berfungsi sebagai penyaring awal kotoran terutama kotoran –kotoran yang berukuran besar yang terdapat pada getah pinus.
2)      Pengenceran
Getah yang telah masuk di Bak Getah kemudian dialirkan ke Melter. Pada bagian ini, getah pinus diencerkan dengan mencampur getah pinus dengan terpentin sebanyak 1000 liter dan dipanaskan dengan suhu 180 oc. Getah pinus yang telah cair kemudian dialirkan menuju Settler yang berfungsi untuk menampung getah pinus yang telah encer hasil pemrosesan getah pinus yang terjadi di Melter.
3)      Pencucian & Penyaringan
Kegiatan selanjutnya adalah pencucian getah pinus yang dilakukan di Tangki Pencuci (Washer). Di tangki pencuci ini getah pinus dicuci untuk memisahkan getah pinus dengan kotoran yang berukuran kecil yang masih terdapat pada getah pinus. Setelah kegiatan pencucian selesai, kemudian getah pinus ditampung kedalam tangki-tangki penampung.
4)      Pemanasan/pemasakan
Dari tangki penampung, getah dialirkan ke tangki pemasak untuk dimasak selama 24 jam untuk menghasilkan gondorukem dan terpentin. Terpentin terbentuk dari hasil penguapan yang terjadi selama proses memasak getah pinus. Uap yang dihasilkan tersebut dialirkan ke tangki pendingin (Condensor) dan berubah menjadi cairan yang kemudian dipisahkan antara cairan terpentin dan air yang dilakukan di tangki Separator. Setelah itu, terpentin yang telah terpisah dari air ditampung kedalam tangki-tangki persediaan terpentin.
Pada proses pemasakan yang perlu diperhatikan antara lain :
- Pemanasan harus bertahap
- Tekanan vakum
- Tekanan uap dari uap penekan (Open steam) tidak terlalu besar (golakan tidak terlalu besar)
- Suhu pemanasan
- Suhu peludangan (canning)
5)      Pengujian & Pengemasan
Untuk proses Gondorukem sendiri langsung dialirkan kedalam kemasan-kemasan khusus gondorukem yang telah disiapkan sambil dilakukan pengujian untuk menentukan mutu gondorukem yang dihasilkan.
Proses pengolahan getah menjadi gondorukem pada umumnya meliputi 2 tahapan :
-   Pemurnian getah dari kotoran-kotaran
-   Pemisahan terpentin dari gondorukem dengan cara distilasi/penguapan.
Proses pemurnian getah :
-  pengenceran getah dengan terpentin
-  pengambilan/penyaringan kotoran kasar
-  pencucian & pemisahan kotoran halus dengan penyaringan maupun pengendapan.
Proses pemisahan gondorukem dari terpentinnya:
-   dilakukan dengan pemanasan langsung
-  dilakukan dengan pemanasan tidak langsung. (menggunakan uap).
V.               KESIMPULAN
1.      Gondorukem dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah Pinus. Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Sedangkan Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang kuat.
2.      Proses pengolahan getah pinus terbagi menjadi beberapa tahapan :
a.       Penerimaan dan pengujian bahan baku
b.      Pengenceran
c.       Pencucian dan penyaringan
d.      Pemanasan/ pemasakan
e.       Pengujian dan pengemasan
3.      Manfaat gondorukem dan terpentin:
-          Manfaat gondorukem :
a.       bahan penyampur lilin batik
b.      bahan pengisi dalam pembuatan kertas
c.       sebagai campuran sabun
d.      Pembuatan Vernish, tinta,bahan isolasi listrik, korek api, lem, industry kulit dan lalin-lain.
e.       Di luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya digunakan untuk membuat resin sintetis, plastic, lem, aspal, bahan pliitur, lak sintetis, industry sepatu, galangan kapal, dll.
-          Manfaat terpentin
a.       Pelarut organic
b.      Pelarut resin
c.       bahan semir sepatu,logam dan kayu
d.      bahan kamfer sintetis dll.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.plantamor.com             

















Tugas

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL HUTAN NON KAYU
(Gondorukem)


Dhy_logountad
   



Oleh :
HERLINA
L 111 07 058




JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2010

0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:

Posting Komentar

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???