I.
PENDAHULUAN
Indonesia telah dikenal
oleh dunia luas sebagai negara yang kaya akan hasil alam, salah satunya adalah
hasil hutan. Hail hutan tersebut menjadi salah satu komoditi penting bagi
perdagangan indonesia. Macam-macam produksi hasil hutan dibedakan atas 2 jenis
: pertama hasil hutan kayu, produksi hutan yang berupa kayu
sudah dimanfaatkan sejak dulu sebagai bahan bangunan maupun meubel, seperti kayu bulat, kayu
gergajian, kayu lapis, dan produksi kayu olahan lainnya. Kedua hasil hutan non kayu yang dapat dimanfaatkan
dari akar, getah, kulit, daun, dan buah yang apabila diolah
dengan teknologi yang tepat akan menghasilkan nilai tambah secara ekonomi seperti damar, rotan,
gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, sagu, sutra, kopal, dll. Namun pada
saat ini salah satu hasil hutan yang mungkin tidak banyak diketahui oleh
masyarakat Indonesia yaitu gondorukem dan terpentin.
Gondorukem
dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah Pinus.
Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Sedangkan
Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang
II.
TINJAUAN PUATAKA
2.1 Pengertian
Gondorukem
Gondorukem merupakan residu yang tertinggal yang diperoleh dari getah pinus,
selain itu ada produk tambahan berupa distilat ( minyak terpentin ). Minyak
terpentin diperoleh dari 9-14% dari bahan getahnya sedangkan gondorukem dari
60-70% getahnya dengan pengolahan staem distillation in step system pengelohan
dengan uap system bertahap (Trubusan, 2010).
Gondorukem merupakan produk olahan dari getah pohon pinus (famili Pinaceae)
yang saat ini merupakan komoditi andalan non migas yang bukan berasal dari kayu
atau rotan (Google).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001), gondorukem (Colophony)
adalah padatan hasil penyulingan getah pohon pinus (Pinus merkusii).
Nama lain gondorukem, antara lain gum rosin, pine resin, resin, siongka,
kucing, dan sebagainya. Daerah penghasilnya tersebar luas di daerah pegunungan
di Indonesia terutama di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali
2.2
Klasifikasi
Mutu Gondorukem
Gondorukem yang dihasilkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi beberapa
mutu yang ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional. Klasifikasi mutu dalam
standar penggolongan gondorukem harus memenuhi syarat mutu dan syarat khusus
yang telah ditetapkan. Mutu gondorukem yang dihasilkan dari pengolahan getah
pinus dapat diklasifikasikan menurut warna, titik lunak, kadar kotoran, kadar
abu, dan komponen menguap. Klasifikasi mutu gondorukem menurut Standar Nasional
Indonesia tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No
|
Klasifikasi Mutu
|
Tanda Mutu
|
|
Dokumen
|
Kemasan
|
||
1
|
Utama (U)
|
X
|
X
|
2
|
Pertama (P)
|
WW
|
WW
|
3
|
Kedua (D)
|
WG
|
WG
|
4
|
Ketiga (T)
|
N
|
N
|
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2001.
Berdasarkan Tabel di atas dapat
diketahui mutu gondorukem dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam oleh Badan
Standardisasi Nasional, yaitu mutu utama (X), mutu pertama (WW), mutu kedua
(WG), dan mutu ketiga (N). Masing-masing mutu tersebut mempunyai persyaratan
khusus seperti tersaji selengkapnya pada Tabel berikut :
No
|
Jenis uji
|
Satuan
|
Persyaratan mutu
|
|||
U
|
P
|
D
|
T
|
|||
1
|
Warna metode Lovibond Comparator
|
X
|
WW
|
WG
|
N
|
|
2
|
Titik lunak
|
°C
|
≥ 78
|
≥ 78
|
≥ 76
|
≥ 74
|
3
|
Kadar kotoran
|
%
|
≤ 0,02
|
≤ 0,05
|
≤ 0,07
|
≤ 0,10
|
4
|
Kadar abu
|
%
|
≤ 0,01
|
≤ 0,04
|
≤ 0,05
|
≤ 0,08
|
5
|
Komponen menguap
|
%
|
≤ 2
|
≤ 2
|
≤ 2,5
|
≤ 3
|
Sumber
: Standar Nasional Indonesia, 2001.
Mutu gondorukem ditentukan dari
hasil pengujian warna gondorukem. Warna gondorukem ialah warna yang ditetapkan
dibandingkan dengan warna standar Lovibond yang terdiri atas 15 warna
(XC, XB, XA, X, WW, WG, N, M, K, I, H, G, F, E, dan D) (Badan Standardisasi
Nasional,2001).
Kelas yang paling gelap yaitu kelas
D digunakan untuk pembuatan minyak rosin, juga digunakan dalam industri
linoleum dan vernis gelap. Kelas G dan K digunakan sebagai bahan “sizing”
dalam industri sabun, bergantung pada kualitas sabun yang akan dibuat. Untuk
kualitas sabun yang baik bahkan digunakan kelas yang berwarna lebih pucat.
Kelas yang berwarna lebih pucat dari K terutama W – C dan W – W digunakan untuk
pembuatan vernis yang berwarna pucat. Penggunaan gondorukem lainnya, antara
lain sebagai bahan pembuatan “sealing wax”, bahan peledak dan sebagai
bahan pengganti resin lainnya, untuk pelapis alat-alat yang dipegang tangan,
sebagai bahan penggosok senar alat musik gesek, sebagai bahan pencampur dalam
proses penyolderan, dalam pembuatan cat, tinta cetak, semen kertas, bahan
pelitur kayu, plastik, kembang api, bahan waterproof untuk karton, dan
sebagainya (Suryamiharja dan Buharman, 1986).
Negara
yang menjadi sasaran ekspor gondorukem antara lain India, Amerika Serikat,
Perancis, Kamerun, dan Belanda (Hadi, 2006). Pasar produk gondorukem dunia
sebagian besar diserap oleh Aksonabel dari Belanda, Eropa, AS, dan India yang
antara lain untuk bahan baku pembuatan tinta, cat, industri ban mobil, lem, dan
vernis. Indonesia baru mencukupi kebutuhan gondorukem dunia kurang dari 10
persen.
Permintaan pasar internasional
terhadap gondorukem Indonesia naik karena sejak akhir 2005, Pemerintah China
menahan penjualan produk gondorukem keluar dari negaranya. Langkah China ini
dilakukan untuk memenuhi pasokan gondorukem untuk industri dalam negeri sendiri
yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Tingginya permintaan gondorukem ini
juga dikarenakan keunggulan kualitas gondorukem Indonesia yang berasal dari
pohon Pinus jenis Merkusi tersebut. Contohnya, keasamannya yang rendah dan
kemampuannya menahan suhu tinggi, tingkat kelengketannya dan aromanya sangat
disukai konsumen. Bidang usaha Perum Perhutani yang dimulai sejak tahun 1974
ini juga mampu menggairahkan perekonomian masyarakat dengan melibatkan mereka
mulai dari pengadaan alat sadap (alat bacok dan batok kelapa), tenaga penyadap,
angkutan, hingga kemasan/kaleng (google)
2.3 Manfaat Getah Pinus
Gondorukem didapat dari hasil pengolahan getah pinus, bersifat
rapuh,bening,mempunyai titik leleh rendah dan bau khas terpentin serta tidak
larut dalam air. Manfaat gondorukem adalah :
1.
Industri Batik : bahan penyampur lilin batik sehingga
diperoleh malam.kebutuhn kira-kira 2.500 ton/thn
2.
Industry kertas : bahan pengisi dalam pembuatan
kertas.kebutuhan kira-kira 0,5 % dari produksi kertas atau 2.000 ton/thn
3.
Industry sabun : sebagai campuran kira-kira 5-10% dari
berat sabun.
4.
Pembuatan Vernish, tinta,bahan isolasi listrik, korek
api, lem, industry kulit dan lalin-lain.
5.
Di luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya
digunakan untuk membuat resin sintetis, plastic, lem, aspal, bahan pliitur, lak
sintetis, industry sepatu, galangan kapal, dll.
Untuk minyak terpentin-nya dapat digukana secara langsung dan murni
melalui upaya distilasi ulang serta melalui pengolahan lanjutan,misalnya untuk
pelarut organic,pelarut resin,bahan semir sepatu,logam dan kayu dan bahan
kamfer sintetis dll (Yanti, 2010)
III.
TEKNOLOGI PENGELOLAAN
a.
Budidaya Pinus
Pinus merkusii dengan nama daerah tusam banyak
dijumpai tumbuh di belahan bumi bagian selatan. Pohon bertajuk lebat, berbentuk
kerucut mempunyai perakaran cukup dalam dan kuat. Walaupun jenis ini dapat
tumbuh pada berbagai ketinggian tempat, bahkan mendekati 0 meter di atas
permukaan air laut, dengan tempat tumbuh yang terbaik pada ketinggian tempat
antara 400 – 1500 m dpl, pada tipe iklim A dan B menurut Schmidt – Ferguson,
pada curah hujan sekurang-kurangnya 2000 mm/tahun tanpa dengan jumlah bulan
kering 0 – 3 bulan.
Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai tipe jenis
tanah dengan lapisan tanah yang tebal/dalam, pH tanah asam dan mengendaki
tekstur tanah ringan sampai sedang.
Manfaat jenis pohon ini cukup banyak. Kayunya dapat digunakan
sebagai bahan bangunan ringan, peti, korek api, bahan baku kertas dan
vinir/kayu lapis.
Pada umur 10 tahun, pohon sudah dapat disadap
getahnya. Dari getah Pinus dapat dibuat gondorukem dan terpentin. Gondorukem
digunakan dalam industri batik sedang terpentin digunakan sebagai pelarut
minyak cat dan lak.
·
Pembuatan
Bibit
1.
Pengadaan biji
Biji
Pinus merkusii akan mempunyai viabilitas dan daya kecambah tinggi, apabila
diambil dari kerucut yang sudah masak dengan ciri-ciri berwarna hijau
kecoklatan dan sisik kerucut yang telah mulai melebar kebiruan sedikit.
Pengumpulan buah dapat dilakukan setiap tahun, karena berbuahnya setiap tahun.
Biji kering berisi antara 45.000 – 60.000 butir setiap kilogramnya.
Sebellum
ditabur sebaiknya dilakukan seleksi biji. Biji yang baik mempunyai ciri-ciri
warna kulit bij kuning kecoklatan dengan bintik-bintik hitam, agar bentuk biji
bulat, padat dan tidak mengkerut. Untuk menyeleksi biji yang biasa juga
digunakan cara perendaman. Biji yang akan digunakan sebagi bibit direndam dalam
air dan benih yang tenggelam saja menandakan biji baik. Lama biji direndam air
dingin 3 – 4 jam sebelumditabur.
2. Penaburan biji
Pada
kegiatan ini yang perlu diperhatikan adalah bahan media tabur yang akan
digunakan hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut :
• Bebas dari hama-penyakit (steril)
• Cukup sarang
• Dapat merangsang proses perkecambahan
Sesuai
persyaratan di atas, maka bahan campuran berupa pasir yang berukuran ± 2 mm dan
tanah (humus) halus dapat digunakan sebagai media tabur. Tanah dan pasir
perbandingan 1 : 2. Selanjutnya campuran ini disterilkan dengan cara digoreng 4
– 6 jam dan dijemur diterik matahari.
Media
yang sudah siap digunakan dimasukkan ke dalam bak plastik setinggi ± 5 cm. Bak
diletakkan di atas rak-rak di dalam bedeng penaburan atau ruang kaca.
Benih-benih yang terpilih, kemudian dihamburkan di bak tabur, selanjutnya
ditutup dengan bahan media tabur kira-kira sama dengan tebal benih yang
ditabur.
Setelah
10 – 15 hari dari saat penaburan, benih akan berkecambah. Proses perkecambahan
berlangsung sampai satu bulan.
3. Penyapihan
Sebelum
dilakukan penyapihan terlebih dahulu disiapkan kantong plastik yang berisi
media tumbuh. Pinus merkusii adalah jenis tanaman yang melakukan simbiose
dengan jamur/mikorhiza. Penularan mikorihiza yang paling baik ialah pada waktu
pencampuran media tumbuh. Untuk itu, dalam setiap kantong plastik media tumbuh
harus dicampur dengan tanah humus yang berasal dari bawah tegakan tua Pinus
merkusii.
Media
tumbuh untuk jenis tanaman ini yang paling baik adalah campuran dari tanah,
pasir dan kompos dengan perbandingan 7 : 2 : 1 dengan penambahan pupuk NPK
sebanyak 0,25 gram setiap kantong yang berisi 300 gram media.
Setelah
bibit berumur 5 – 8 minggu di bak tabur kemudian dilakukan penyapihan. Pada
saat ini kulit biji sudah terlepas dari kecambah dan bibit telah memiliki daun
jarum pertama.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyapihan bibit antara lain :
• Semai ditanam berdiri tegak lurus
• Akar tidak boleh terlipat
• Hindarkan semai dari kerusakan
• Lakukan penyapihan pada tempat yang teduh
4. Pemeliharaan
Dalam
kegiatan ini perlu dilakukan penyiraman semai secara hati-hati, dan untuk
menghindarkan damping off perlu dilakukan penyemprotan dengan fungisida.
Upayakan agar bibit selama dipersemaian bebas dari gangguan rumput-rumput liar,
Serangga maupun penyakit. Untuk itu kebersihan persemaian sangat menunjang
keberhasilan bibit yang disapih.
Beberapa
hal yang perlu mendapat perhatia n dalam kegiatan ini antara lain :
• Naungan untuk menjaga kelembaban, menahan
percikan air hujan dan mengurangi penguapan.
•
Penyiraman secara teratur, setiap hari satu kali pagi hari dan sore hari.
•
Pemupukan dengan NPK dengan interval 2 minggu sekali.
•
Penyulaman pada kantong plastik yang mati bibitnya atau pertumbuhannya jelek
segera dilakukan.
• Perumputan apabila rumput atau tumbuhan liar
lainnya mengganggu pertumbuhan tanaman muda.
• Akar-akar yang keluar dari lubang kantong agar
dipotong.
·
Pembuatan
Tanaman
1. Persiapan lapangan
Sebelum
melaksanakan penanaman, perlu dilakukan pekerjaan persiapan, antara lain :
• Pembersihan lapangan dari tumbuhan
pengganggu, seperti alang-alang, semak belukar, dan lain-lain.
• Pengolahan tanah (manual/mekanik). Dalam
pengolahan tanah pada lahan miring hendaknya memperhatikan kaidah pengawetan
tanah agar dihindarkan erosi yang berlebihan.
• Pemasangan acir tanaman pada lahan miring
sejajar garis kontour.
• Pembuatan lubang tanaman.
Pembuatan
bibit agar diusahakan seaman mungkin dan semurah mungkin. Apabila pengangkutan tidak
hati-hati maka kerusakan bibit membawa kerugian yang cukup besar. Oleh karena
itu jumlah bibit yang diangkut disesuaikan dengan kemampuan menanam regu tanam.
Hal ini untuk menghindarkan penumpukan bibit di lapangan.
2.
Penanaman
Pada
saat bibit akan ditanam, kantong plastik dilepas secara hati-hati supaya media
tumbuh tetap utuh. Kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang yang telah
disiapkan. Lubang yang telah berisi bibit ditutup kembali dengan tanah galian
dan dipadatkan di sekitar leher akar. Harus diupayakan agar bibit tetap tegak.
Penanaman
bibit dilakukan pada permulaan musim penghujan, setelah curah hujan cukup
merata. Sistem penanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari atau tanpa tumpang
sari. Tanaman sela yang digunakan disesuaikan dengan tempat tumbuhnya.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman dilakukan dengan maksud agar tanaman muda mampu tumbuh menjadi tegakan
akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan.
Kegiatan
pemeliharaan meliputi :
a) Penyulaman dilakukan apabila dijumpai adanya
kematian bibit setelah satu bulan setelah satu bulan selesai penanaman, segera
dilakukan penyulaman. Penyulaman ini terus dilakukan sampai jumlah tanaman muda
cukup sesuai dengan kerapatan tegakan yang dipersyaratkan. Penyulaman ini sebaiknya
dilaksanakan pada pertengahan musim penghujan.
b)
Penyiangan gulma dan tumbuhan lain yang
mengganggu tanaman muda segera dilakukan, agar bebas dari persaingan untuk
mendapatkan cahaya dan unsur hara dari dalam tanah.
c)
Pendangiran hanya dilakukan bilamana
kondisi tanah yang padat atau berdrainase jelek. Dengan catat mendangir di
sekitar piringan dengan berjari-jari 0,5 meter. Dan dilaksanakan bersamaan
waktunya dengan penyiangan.
d)
Pemberantasan hama dan penyakit.Tindakan
yang paling menguntungkan dari kegiatan ini adalah mencegah penularan hama dan
penyakit yang menyerang tanaman muda. Cara pencegahannya antara lain dengan
cara fisik atau cara kimiawi. Namun demikian harus selalu diupayakan agar nilai
ambang ekonominya tidak terlalu membahayakan tanaman.
e)
Penjarangan. Dimaksudkan untuk memberi
ruang tumbuh yang lebih baik bagi tegakan selanjutnya, sehingga mutu tegakan
dan volume tegakan menjadi meningkat. Pohon yang tertekan terserang hama dan
penyakit, batang pokok bengkok, menggarpu, dibuang dalam penjarangan. Saat
penjarangan tegakan tergantung pada kerapatan tegakan, kesuburan tanah dan
sifat pertumbuhan dari pohon. Tepatnya beberapa saat setelah tajuk saling
bersinggungan.
f)
Pengendalian api dan kebakaran. Pinus
merkusii sangat peka terhadap api. Sekali terjadi kebakaran, tanaman muda akan
musnah. Hal ini disebabkan pada batang jenis tanaman ini banyak mengandung
getah (damar). Tindakan pencegahan secara dini dapat dilakukan antara lain : 1)
Membuat jalur sekat, jalur hijau secara jelas dan tegas, 2) Pembentukan satuan
tugas pengendali kebakaran dan mengaktifkan ronda api, 3) Pembuatan sistem
komunikasi yang menjangkau seluruh areal dan sekitarnya.
·
Pemungutan
Hasil
Pada
umur 10 tahun, Pinus merkusii mulai dapat dipungut getahnya. Penebangan untuk
tujuan kayu pertukangan sebaiknya dilakukan apabila tegakan telah mencapai umur
30 tahun dengan taksiran produksi kayu tebal sebanyak 238 – 322 m3/ha.
Sedangkan untuk tujuan kayu pulp dipergunakan daur 10 – 15 tahun.
b.
Taksonomi Pinus
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Coniferophyta
Kelas : Pinopsida
Ordo :
Pinales
Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii Jungh.& De Vr
c. Teknik
Pemanenan Getah Pinus
Kegiatan pemanenan getah pinus yang
dilakukan yaitu dengan cara penyadapan. Beberapa cara teknik penyadapan :
o Bentuk koakan
Teknik ini dilakukan denagn cara
mengerok kulot batang lebih dulu, kemudian kayunya dilukai sedalam 1-2 cm,
sedang lebarnya 10 cm. Pelukaan dengan cara ini membentuk huruf U terbalik
dengan jarak dari permukaan tanah sekitar 15-20 cm. Pelukaan yang baru diatas
luka lama dengan tebal jarak 5 mm.
o Bentuk V
Teknik ini hampir sama dengan teknik
diatas tetapi berbentuk huruf V. dapat juga dimodifikasi menjadi V ganda atau
seri arah ke atas ( rill) yang bentuknya seperti sirip ikan.
o Goresan atau guratana
Cara ini pada penyadapan pinus
jarang dilakukan, umumnya dilakukan pada agathis ( kopal ). Hal ini mengingat
kulit pinus yang tebal. Goresan dilakukan dengan kemiringan 45° atau melingkar.
o Dengan bor
Dengan syarat diameter 3 cm, 3-12 cm
ke atas atau ke dalam.
Dari keempat teknik tersebut yang
paling efektif atau paling banyak menghasilkan getah pinus adalah dengan
menggunakan metode koakan, kemuidian teknik bentuk V dan teknik bor.
Ada dua
macam sistem penyadapan getah pinus yang diterapkan di Perum Perhutani yakni
sistem Rill dan sistem Kuare. Sistem ini lebih cocok bila diterapkan di areal
hutan lindung sebab tidak banyak merusak pohon pinus sehingga kelestarian pohon
pinus bisa terjaga. Sedangkan kelemahannya adalah getah yang dihasilkan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan sistem kuare.
1.
Penyadapan Metode Riil Kegiatan
penyadapan getah pinus dengan sistem rill adalah sebagai berikut :
a. Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang dipergunakan terdiri dari : Pembersih kulit
(bark shaver), Mal sadap (blaze frame), Alat pemberi tanda sadapan (marking
gauge), alat pembuat saluran tengah (groove cutter), pisau sadap (freshening
knife), talang sadap (lips), Mangkuk penampung getah (pats), pengeruk getah,
dan bor serta alat penunjang lainnya seperti palu, paku, alat semprot (sprayer)
dan ember plastic.
b. Persiapan penyadapan
- Pembersihan
lapangan sadapanSebelum melakukan penyadapan, lapangan / areal sadapan harus
dibersihkan dari perdu dan semak, agar memudahkan para pekerja dan petugas
untuk mengadakan pengawasan. Penomoran pohon ditentukan pada ketinggian 200 cm.
- Pembersihan
kulitPohon yang akan disadap harus dibersihkan kulitnya terlebih dahulu dengan
alat pembersih kulit (bark shaver) tanpa melukai kayu. Permukaan kulit yang
dibersihkan berukuran 30 x 70 cm pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah dan
harus benar – benar rata dan halus tanpa adanya alur kulit.
- Pembuatan
pola sadap
Pola sadap dibuat dengan menggunakan mal sadap (blaze frame)
pada kulit yang sudah dibersihkan. Selajutnya memberikan tanda sadap dengan
alat pemberi tanda sadap (marking gauge). Pola sadap dibuat untuk menetapkan
letak saluran tengah dan letak dimana luka sadapan harus dibuat. Sudut antara
garis vertical dan garis miring sebesar 40°.c.
c. Pelaksanaan Penyadapan
- Pembuatan
saluran tengah (central grove)
Dalam tahun pertama sadapan, pembuatan saluran tengah
dimulai dari bawah menuju keatas. Sedangkan untuk tahun berikutnya pembuatan
dimulai dari atas dan ditarik kebawah. Saluran tengah dibuat dengan menggunakan
Groove cutter pada bagian tengah pola sadapan. Lebar saluran tengah 10 mm,
kedalaman 3 mm dan tinggi 60 cm.
- Pembuatan saluran sadap
Saluran sadap dibuat menggunakan pisau sadap (freshening
knife) dimulai dari ujung terbawah saluran tengah mengikuti tanda saluran sadap
yang telah dibuat. Kedalaman saluran sadap ± 2 mm dan jarak antar saluran 5 cm.
- Pemasangan
talang sadap
Talang sadap dipasang pada pohon dengan paku, kemudian
ditekuk keatas dan bagian tengahnya ditekan dengan menggunakan palu agar masuk
kedalam saluran tengah, dengan demikian getah dapat tertampung melalui talang.
- Pemasangan batok penampung
Dibawah talang sadap dipakukan dua buah pasak dari bambu
atau kayu untuk dudukan batok penampung getah. Secara berkala batok penampung
getah ini harus dinaikkan letaknya supaya tidak terlalu jauh dengan luka sadap
yang baru.
- Perlakuan
saluran sadap dengan stimulansia
Untuk meningkatkan
produksi getah pinus maka setelah saluran sadap dibuat, stimulansia harus
disemprotkan pada saluran sadap. Untuk mendapatkan semprotan yang baik, botol
plastik harus dipegang dengan sudut 45° terhadap pohon dan jarak antara ujung
penyemprot dengan pohon / saluran sadap ± 15 cm. Dan penyemprotan stimulansia
pada setiap luka sadap baru sebanyak ± 1 cc.
- Peludangan
getah dan pembersihan dari saluran getah
Mangkok/tempurung
diambil dan getah dituangkan dalam ember plastik. Getah yang masih melekat pada
mangkok atau tempurung harus dibersihkan dengan bantuan pengeruk getah (pat
scraper). Pada setiap perludangan getah, saluran tengah harus dibersihkan
dengan pembersihan saluran tengah (groove cleaner), untuk mencegah penumpukan
getah pada saluran.
- Frekuensi
pembaharuan sadapan
Pembaharuan sadapan
dilaksanakan 6 hari sekali.
d.
Pelaksanaan
Penyadapan Tahun berikutnya
Untuk penyadapan sadapan tahun berikutnya dimulai
dari ujung atas saluran tengah tahun sebelumnya dan semua langkah yang yang
dikerjakan pada tahun sebelumnya diulangi lagi, dengan mal sadap 20 x 65 cm.
Apabila sadapan telah mencapai pada ketinggian 180
cm, maka sadapan selanjutnya harus dialihkan mulai dari bawah lagi dengan jarak
5 cm (dari bidang sadap) disamping sadapan pertama dan seterusnya.
2.
Penyadapan
Pinus Metode Kuare
Kegiatan penyadapan getah pinus dengan sistem
rill adalah sebagai berikut
a. Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang
digunakan adalah : petel sadap/kadukul, keruk setal, parang, talang seng,
tempurung, kaleng/drum pengutan getah, batu pengasah, minyak tanah, penutup
tempurung, paku.
b. Persiapan Penyadapan
- Pembersihan Lapangan sadapan
Sebelum
dilakukan penyadapan lapangan / areal sadapan harus dibersihkan dari perdu dan
semak-semak, agar sinar matahari dapat langsung menyinari pohon pinus dan
memudahkan para pekerja dan petugas untuk melaksanakan pengawasan.
c. Pembersihan Kulit Pohon Pinus
- Pada bagian batang yang akan di sadap
kulitnya harus dibersihkan / dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm dan tinggi 60
cm.
d.
Pembuatan Rencana Kuare / Mal Sadap
- Bagan kuare (mal sadap) dibuat tepat di
tengah-tengah pohon dengan ukuran lebar 6 cm, tinggi 60 cm dan kedalaman 1,5 cm
dengan alat berbentuk garpu melengkung dengan dua dua sisi tajam dengan permukaan permulaan setinggi 20 cm dari
tanah, kemudian baru disemprot CAS.
e.
Pemasangan talang dan tempurung.
-
Talang dipasang menempel pada bagian batas bawah kuare dengan menggunakan paku
dan kayu sebagai talamgnya
f.
Sadapan lanjutan
- Sadapan lanjutan harus dilakukan tepat waktu
denganketentuan yaitu : 3 hari sekali bila tidak menggunakan CAS dan 5 hari sekali
bila menggunakan CAS.
b. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Hasil sadapan yang diperoleh
dipengaruhi oleh :
1) Faktor internal pohon :
a)
Jenis pohon Pinus yaitu pinus yang berbeda hasil getahnya misalnya :
Jenis Pinus Hasil getah letak persen
Pinus merkusii 6kg/phn/thn gubal 36,3 %
Pinus palustris 4,2 kg/phn/thn pangkal 0,64 %
Pinus maritim 3 kg/phn/thn 10 m dpl 0,33 %
Pinus khasya 7 kg/phn/thn akar 0,70%
Pinus merkusii 6kg/phn/thn gubal 36,3 %
Pinus palustris 4,2 kg/phn/thn pangkal 0,64 %
Pinus maritim 3 kg/phn/thn 10 m dpl 0,33 %
Pinus khasya 7 kg/phn/thn akar 0,70%
b) Persen kayu gubal,yaitu batang
kayu Pinus dengan jumlah kayu gubal terbanyak dapat menghasilkan getah maksimum
sebab kayu gubal adalah tempat akumulasi getah tertinggi (36 %).
c) Kesehatan
pohon,yaitu jika pohon sehat mungkin menghasilkan getah lebih banyak.
d) System
perakaran,yaitu Pinus dengan perakaran yang luas berarti mampun menyerap lebih
banyak zat makanan dari tanah,sehingga getah lebih banyak.
e) Persen
tajuk (lebar dan tinggi tajuk pohon) yaitu Pinus dengan tajuk lebih banyak
memungkinkan proses fotosintesis lebih optimal dan menghasilkan banyak getah.
2) Faktor Eksternal (Lingkungan luar
pohon), yaitu :
a) Jarak tanam yaitu hutan pinus
dengan jarak tanam yang jarang iklim mikronya tidak lembab dan bersuhu tinggi
sehingga menghasilkan getah pinus lebih banyak,demikian sebaliknya.
b) Iklim
dan tempat tumbuh yaitu pohon pinus yang tumbuh didaerah dengan curah hujan
tinggi,dingin atau di daerah dengan tinggi > 700 m dpl menghasilkan getah
sedikit.curah hujan rata-rata < 2000mm/th,suhu antara 22-28’ C dan tinggi
tempat 400-700m dari permukaan laut menghasilkan getah optimal.
c) Bonita
yaitu pada tanah yang subur memungkinkan menghasilkan getah pinus yang lebih banyak ( ada 7 kelas bonita)
3) Faktor perlakuan oleh manusia
a) Bentuk
sadapan yaitu hasil sadapan dari bentuk koakan lebih banyak dari rill dan bor
b) Arah
sadapan yaitu arah menghadapnya luka sadapan menghadap timur paling banyak
menghasilkan getah kemudian disusul arah utara,selatan dan barat.
c) Arah pembaruan, yaitu kea rah
atas atau bawah.pembaruan ke atas menghasilkan lebih banyak getah.
d) Upaya stimulansia, yaitu upaya
perangsangan pada luka sadapan dengan bahan kimia asam.upaya stimulansia harus
menggunakan pedoman yang teliti agar tidak merugikan.bahan stimulansia yang
dapat dipakai misalnya asam sulfat,asam oksalat,CuSO4,bolus alba,Ethrel dengan
jumlah tertentu yang ditentukan.
IV.
PROSES PENGOLAHAN GETAH PINUS
Dalam proses
pengolahan Getah Pinus di Pabrik Gondorukem & Terpentin (PGT) Perum
Perhutani, bahan baku industri berupa Getah Pinus (Pinus Merkusii)
diproses melalui beberapa tahapan :
1)
Penerimaan
& Pengujian Bahan Baku
Getah Pinus sebagai bahan baku untuk produksi Gondorukem & Terpentin,
dihasilkan dari hasil penyadapan pohon Pinus Merkusii. Getah Pinus yang
dikumpulkan dan diterima di PGT berupa : cairan kental yang bercampur
dengan kristal,air,serpihan kayu, daun pinus,kembang pinus,dan kotoran-kotoran
lain yang sengaja/tak sengaja dicampurkan (tanah, pasir dll).
Getah pinus yang telah diterima di PGT Kemudian dilakukan pengujian berupa
berat, kadar air dan kotoran. Setelah lulus tes tersebut, getah pinus kemudian
masuk dan ditumpahkan ke Bak Getah. Jaring-jaring yang terdapat dipermukaan Bak
Getah diatas berfungsi sebagai penyaring awal kotoran terutama kotoran –kotoran
yang berukuran besar yang terdapat pada getah pinus.
2)
Pengenceran
Getah yang telah masuk di Bak Getah kemudian dialirkan ke Melter. Pada
bagian ini, getah pinus diencerkan dengan mencampur getah pinus dengan
terpentin sebanyak 1000 liter dan dipanaskan dengan suhu 180 oc.
Getah pinus yang telah cair kemudian dialirkan menuju Settler yang berfungsi
untuk menampung getah pinus yang telah encer hasil pemrosesan getah pinus yang
terjadi di Melter.
3)
Pencucian
& Penyaringan
Kegiatan selanjutnya adalah pencucian getah pinus yang dilakukan di
Tangki Pencuci (Washer). Di tangki pencuci ini getah pinus dicuci untuk
memisahkan getah pinus dengan kotoran yang berukuran kecil yang masih terdapat
pada getah pinus. Setelah kegiatan pencucian selesai, kemudian getah pinus
ditampung kedalam tangki-tangki penampung.
4)
Pemanasan/pemasakan
Dari tangki penampung, getah dialirkan ke tangki pemasak untuk dimasak
selama 24 jam untuk menghasilkan gondorukem dan terpentin. Terpentin terbentuk
dari hasil penguapan yang terjadi selama proses memasak getah pinus. Uap yang
dihasilkan tersebut dialirkan ke tangki pendingin (Condensor) dan berubah
menjadi cairan yang kemudian dipisahkan antara cairan terpentin dan air yang
dilakukan di tangki Separator. Setelah itu, terpentin yang telah terpisah dari
air ditampung kedalam tangki-tangki persediaan terpentin.
Pada proses
pemasakan yang perlu diperhatikan antara lain :
- Pemanasan
harus bertahap
- Tekanan
vakum
- Tekanan uap dari uap penekan (Open steam) tidak terlalu besar (golakan
tidak terlalu besar)
- Suhu pemanasan
- Suhu
peludangan (canning)
5)
Pengujian &
Pengemasan
Untuk proses Gondorukem sendiri langsung dialirkan kedalam
kemasan-kemasan khusus gondorukem yang telah disiapkan sambil dilakukan
pengujian untuk menentukan mutu gondorukem yang dihasilkan.
Proses pengolahan getah menjadi gondorukem pada
umumnya meliputi 2 tahapan :
- Pemurnian getah dari kotoran-kotaran
- Pemisahan terpentin dari gondorukem
dengan cara distilasi/penguapan.
Proses pemurnian getah :
- pengenceran getah dengan terpentin
- pengambilan/penyaringan kotoran kasar
- pencucian & pemisahan kotoran halus
dengan penyaringan maupun pengendapan.
Proses pemisahan gondorukem dari terpentinnya:
- dilakukan dengan pemanasan langsung
- dilakukan dengan pemanasan tidak
langsung. (menggunakan uap).
V.
KESIMPULAN
1. Gondorukem
dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah Pinus.
Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Sedangkan
Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang kuat.
2. Proses
pengolahan getah pinus terbagi menjadi beberapa tahapan :
a. Penerimaan
dan pengujian bahan baku
b. Pengenceran
c. Pencucian
dan penyaringan
d. Pemanasan/
pemasakan
e. Pengujian
dan pengemasan
3.
Manfaat gondorukem dan terpentin:
-
Manfaat gondorukem :
a. bahan
penyampur lilin batik
b. bahan
pengisi dalam pembuatan kertas
c. sebagai
campuran sabun
d. Pembuatan
Vernish, tinta,bahan isolasi listrik, korek api, lem, industry kulit dan
lalin-lain.
e. Di
luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya digunakan untuk membuat
resin sintetis, plastic, lem, aspal, bahan pliitur, lak sintetis, industry
sepatu, galangan kapal, dll.
-
Manfaat terpentin
a. Pelarut
organic
b. Pelarut
resin
c. bahan
semir sepatu,logam dan kayu
d. bahan
kamfer sintetis dll.
DAFTAR PUSTAKA
Tugas
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL HUTAN
NON KAYU
(Gondorukem)
Oleh
:
HERLINA
L 111 07 058
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2010
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???