“Ya
Allah… ampuni Mami dan Papi. Ya Allah… jangan hukum mereka karena hanya
lupa hari ulang tahun hamba, anak semata wayang ini…. ” Air mata Anika
jatuh berlinang-linang membasahi pipinya.
“Mami!!! Pappiiiiii…..”
Begitu selesai sholat Subuh, Anika langsung melompat hepi. Sambil jejingkrakan ia berlari ke luar kamar. Di meja makan, nampak papinya sedang asyik baca majalah Aneka Yess! sambil ngopi. Jelas aja Anika kaget.
“Pi?”
“Hem….”
“Papi baca majalah Aneka Yess!?” tanya Anika dengan wajah setengah bengong.
“Iya? Kenapa? So what gitu lho?” jawab papi cuek sambil terus membolak-balik lembar demi lembar majalah.
“Pi! Nggak salah? Harusnya papi baca koran atau majalah khusus dewasa!!!” ucap Anika sambil duduk dan minum segelas juice semangka favoritnya.“Yeee, itu dulu, Darling. Papi kan juga pengen tahu trend anak muda…” jawab Papi. “Nik, di Aneka Yess! kok nggak ada kolom Sentuhan Qolbu-nya ya? Kayaknya cuman itu yang kurang…” kata Papi serius.
“Yeee, Papi! Kalau mau Sentuhan Qolbu, Papi langganan majalah alKisah tuh! Cocok buat Papi dan Mami….”
“alKisah?” Papi mulai tertarik dan menutup majalah Aneka Yess!-nya.
“Iya…. Daripada Papi baca majalah lisensi dari luar negeri yang hiiii serem itu isinya, Pi? Majalah kayak alKisah bias ngademin ati….”
“Eh, Papi nggak pernah baca majalah yang nggak bener, Nik. Apalagi kamu.... Janji ya? Baca majalah yang bener aja? Yang bikin kamu makin smart, gaul, dan pinter. Kayak gini ni….” Papi nunjukin majalah Aneka Yess! dengan bangga.
“Iya, iya, Pi. Pi… Mami ke mana?”
“Lagi senam aerobik di taman. Sono, temeni mamimu mumpung kamu libur. Udah subuhan belum?”
“Sutralah, Pi....”
“Pinter anak Papi….”
“Pi….”
“Hem….”
“Coba inget-inget sekarang tanggal berapa?”
“Tanggal muda. Papi kan belum lama gajian….”
“Bukan itu. Ada peristiwa penting nggak kira-kira hari ini?”
Papi kelihatan mikir sejenak.
“Apa ya?”
“Ayo dong, Pi…. Papi udah minum supleman yang buat otot dan otak itu, kan? Harusnya Papi inget…” ucap Anika.
“Oh ya! Papi inget, Sayang! Masya Allah…. Untung kamu ngingetin, Papi!” Papi berdiri. Hati Anika berdebar kencang.
Papinya pasti inget hari ulang tahun dia keenam belas! Akhirnya….
Tapi ternyata Papi nggak menyalami atau mencium Anika. Papinya justru berdiri menuju ke kalender yang digantung di dekat TV.
“Iya, ya. Hari ini Papi harus pijit refleksi ke Koh Ahong!”
“Apa, Pi?”
Anika bengong.
Dengan lemah Anika berdiri menuju ke taman. Lemas sekali rasanya. Papinya yang dari rekaman video saat hari kelahirannya menungguinya di rumah sakit, lupa dengan hari ulang tahunnya!
Sementara semalem dari jam dua belas malem sampai menjelang subuh tadi SMS dan telepon nggak henti-hentinya masuk sekedar ngucapin hari ulang tahunnya. Dari Kikin, sahabat dekat sehidup-sematinya. Tante Yoyo, mami Kikin, sampai Pak Diman, penjaga sekolah.
Justru orang lain yang inget!!!
Anika menuju ke taman.
Dilihatnya sang mami sedang asyik areobik dengan lagu Backstreet Boys. Mami dengan semangat goyang kiri, goyang kanan, goyang ke kiri serta kekanan. Anika mematikan tape.
Tapi mami masih cuek tetap, senam aeraobik tanpa peduli dengan kehadiran Anika.
Dan beberapa saat kemudian Anika baru ngeh. Maminya pakai walkman.
“Mi!!!” Anika mencolek pinggang maminya. Maminya tersenyum sambil terus bergoyang.
“Tunggu, Honey. Nanggung goyangnya!”
“Miiii…..”
Anika mencari walkman yang disembunyikan di belakang training Mami. Langsung mematikan.
“Yaaa, Anika. Mami lagi semangat gini…” Mami mengelap keringatnya.
“Mi…. ngapain pakai dua tape gitu?”
“Ssst… ini trik Mami. Mami sebenarnya senam pakai lagu dangdut. Biar nggak ketahuan tetangga kalau Mami senam pakai lagu dangdut, Mami pakai walkman ini… Jangan bilang-bilang ya, Sayang? Janji???”
“Iya, Mi. Iya….”
“Mi?”
“Ya, Sayang?”
“Sekarang tanggal berapa, Mi? Coba Mami inget-inget. Ada apa hari ini? Kalau bisa nebak, Mami bener-bener mami teladan deh….”
“Tunggu, Mami inget-inget dulu ya? Oh iya!!! Mami inget! Aduh, Mami memang hebat. Daya ingat Mami luar biasa banget! Ini hari Selasa!!!”
“Yee, kalau itu sih semua orang tahu, Mi! Ayo dong diinget-inget. Sekarang tanggal berapa, Mi???”
Mami kembali nginget-inget.
“Ih, kamu itu nganggep Mami kayak anak TK aja. Ini kan tanggal 9 Mei, Honey?”
“And so?”
“So? So, apaan ya?”
“Bener Mami nggak tahu?”
“Enggak. Mami mandi dulu ya, Honey. Kamu dah sarapan? Daaah, I love u…. Muah….” Mami melenggang genit.
Anika sedih luar biasa. Ya, bagaimana nggak sedih? Maminya yang konon udah ngeluarin dia dari kandungan, dan di kandung selama sembilan bulan sembilan hari, lupa dengan hari ulang tahunnya! Mending kalau anak Mami ada lebih dari sepuluh. Ini mah cuman satu! Anika! Hari ulang tahun anak tunggalnya saja lupa!!! Masya Allah…. Allah memang mahaadil. Memberikan satu anak untuk mami dan papinya….
Dengan langkah gontai Anika berjalan menuju ke kamarnya lagi. Ia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur….
“Ya Allah… ampuni Mami dan Papi. Ya Allah… jangan hukum mereka karena hanya lupa hari ulang tahun hamba, anak semata wayang ini…. Anika sayang banget sama mereka…. Anika sudah memaafkan Mami dan Papi, ya Allah….” Air mata Anika jatuh berlinang-linang membasahi pipinya.
Tiba-tiba telepon hapenya berdering.
Ternyata Salsa, sahabatnya.
“Happy birthday, Anika, 16 tahun usia lo hari ini…. I love you….”
“Thanks, Salsa… I love you too….”
“Lo lagi hepi ya?”
Nika menggeleng.
“Halo? Nika? Kok lo nggak ngejawab pertanyaan gue?”
“Gue udah geleng kepala, kan?” ucap Anika polos.
“Idih! Mana gue tahu. Kita kan nggak lagi face to face!”
“Eh, iya ya. Lupa gue. Gue lagi sedih, Sa. Bayangin, masak Mami dan Papi sampai lupa hari ulang tahun gue!!!”
“Hah??? Masa sih??? Kejam amat!”
“Iya… bisa kebayang, kan? Betapa hancur berkeping-keping hati gue? Jadi kayak pasir yang berserakan, dan siap diterbangkan angin…”
“Lo puitis juga? Mentang-mentang lagi ultah ya?”
“Iya…. Ya udah deh. Gue pasrah… Ini sudah takdir kehidupan. Ini ujian yang sedang gue alami….Hiks….” Anika menangis.
“Nika? Lo nangis?”
“Iye… Gue mellow banget….”
“Ya sud. Mungkin mami papi elo bener-bener sedang lupa. Maklum, udah tua, kan? Kita harus ngerti. Lo musti tabah ya? Tawakal. Berserah diri kepada Allah. Sholat Tahajud, zikir, dan jangan lupa minum vitamin…” nasehat Salsa.
“Minum vitamin? Apa hubungannya sama zikir?”
“Ada dong. Biar sehat dan kuat zikirnya!”
“Makasih, Sa. Nggak rugi gue punya sahabat keturunan Arab dan anak ustad. Solehah banget! Thanks ya!”
“Oke… Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumsalam….”
Telepon ditutup dari seberang.
Ah, mau mandi aja rasanya ogah banget. Ilang semangat hidup Anika! “Apakah Mami dan Papi sudah nggak sayang lagi sama Anika, ya Allah?” desah Anika sedih.
Semalam saja nggak ada satu pun yang ngebicarain saat makan malam. Mbok ya tanya. Anika mau hadiah apa, minta apa, mau dirayain di mana. Mami dan Papi semalam justru asyik ngebahas rencana undang-undang anti pornografi dan pornoaksi!
“Non Nika….” Terdengar suara simbok dari dalam.
“Masuk, Mbok. Nggak dikunci. Kalau udah selesai masuk, segera keluar lagi ya?”
“Iya, Non. Masuk saja belum, sudah diingetin keluar….”
Simbok muncul.
“Non Nika pasti lagi sedih?”
“Kok Mbok tahu? Saudara Ki Joko Bodo ya Simbok?”
“Hush! Sembarangan! Mata non saja njendol gitu!”
“Njendol? Apaan tu, Mbok? Cendol maksud Mbok? Jangan mentang-mentang Jawa dong, Mbok. Pakai bahasa yang baik dan benar….”
“Njendol itu sejenis bengkak. Non kenapa?”
Anika menatap pembokatnya. Mau tanya ingat nggak kalau hari ini adalah birthday-nya. Tapi niat itu segera diurungkan. Percuma saja. Simbok juga pasti lupa.
“Udah, Non ditunggu Papi sama Mami di bawah. Disuruh turun sekarang….”
“Males, Mbok. Lagi bete….”
“Bete? Aduh, jangan dong. Non harus turun sekarang ya? Di kamar tamu depan…”
“Salam aja deh buat Papi dan Mami….”
“Non jangan gitu dong. Ini amanah lo. Mbok dikasih misi untuk membawa non turun. Masa nggak bisa? Turun ya?”
“Iya, iya! Ngapain sih?”
“Mbok nggak tahu. Yuk!” simbok menggandeng tangan Anika.
Anika dengan lunglai turun ke bawah.
Suasana sepi. …
“Non ditunggu di kamar tamu! Masuk aja.”
“Apaan sih, Mbok???”
Dengan malas Anika membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka…..
Door… door……
Pletak!
Swing…..
Suasana hingar bingar. Balon diletuskan, kertas krep beterbangan ke mana-mana. Nampak Mami, Papi, Oma, Salsa, Yoyo, sampai Pak Giman berdiri mengeliling tart yang gede banget.
Tart warna biru dan putih, lengkap dengan lilin dengan angka 16.
“Happy birthday, Darling…” Papi memeluk dan mencium pipi Anika penuh kasih sayang.
“Mami juga… I love you, Honey….” Mami tak kalah memeluk mesra Anika.
Lalu Yoyo, Salsa, Alex, Tomsek, Dinar, Simbok, Pak Diman….
“Happy birthday…”
“Happy birthday juga…”
“Anika…. Allah mahatahu apa keinginanmu. Dan Allah memberikan lebih dari yang kamu duga?” kata Salsa.
“Betul, Bu Ustad. Jadi lo nelepon dari bawah ya barusan?” kata Anika kepada sahabatnya itu.
“Yoi….”
Semua tersenyum.
“Tiup lilinnya! Potong kuenya!” teriak teman-teman Anika kompak. Wah, swear, kamar tamu disulap jadi tempat pesta yang indah! Nggak nyangka!
“Pi, Mi… Makasih…. Maapin Anika, tadi sempat mikir Papi dan Mami lupa ini hari ulang tahun Anika….”
“Maksud kamu, kamu sudah bersu’uzon alias berprasangka buruk sama Papi dan Mami?”
Anika mengangguk lucu.
“Mana mungkin, Darling? You anak semata wayang Papi. Papi lagi pengen kejutan saja!”
“Mami juga…. Mana ada sih ibu yang ngeluarin anaknya sendiri dengan nyawa sampai lupa?”
Anika memeluk Mami dan Papi bergantian.
“Sekarang usia kamu 16 tahun, Anika. Usia yang mendekati 17. Kamu udah dewasa. Udah gede….” Mami mengusap rambut Anika lembut.
“Ya, mulai sekarang, kamu udah boleh ikutan kemping tanpa dianter Mami dan Papi, boleh ikutan kegiatan apa saja yang kamu suka. Boleh pacaran dengan cowok yang kamu sukai…” Papi menasehati dengan penuh kasih sayang.
“Nah, kamu harus bersyukur ya, Sayang? Ketika kamu sudah mencapai usia sejauh ini, ini karena kasih sayang Allah…. Jadilah manusia yang berarti dan bermanfaat bagi orang lain, ya?”
“Yess, Pi…. Mi…..”
“Jangan manja lagi, ya?”
“Pasti, Mi….”
“Ya udah… sekarang tiup lilin bareng yuk…”
Mami dan Papi menggandeng mesra Anika mendekati kue.
Sebelum meniup lilin, saat teman-temannya menyanyikan lagu selamat ulang tahun, Anika berbisik pada papi dan maminya.
“Pi, Mi, kenapa sih dulu ngasih nama Anika?”
“Ssst… rahasia ya? Waktu kamu lahir 16 tahun yang lalu, Papi sama Mami ngefans majalah Aneka, yang waktu itu kumpulan cerpen aja…. Sampai sekarang Papi masih setia berlangganan, kan? Karena ada story-nya juga….”
“Apaan tuh?”
“Dulu Papi dan Mami, pertama kali bisnis, jadi agen majalah Aneka! Jadi nggak salah dong kalau anak Papi dan Mami dikasih nama Anika. Maksa ya?” Papi tersipu. Mami juga….
Anika hanya mampu memeluk erat papi dan maminya dengan penuh kasih sayang. Sebagai tanda rasa cinta yang ia tak mampu wujudkan dengan kata-kata… apalagi emas permata. Semua orangtua di dunia ini pasti the best bagi anak-anaknya….
Alunan lagu selamat ulang tahun masih mengalun….
Anika memejamkan mata, air matanya menetes lembut. Tapi kali ini air mata bahagia….
Oleh Dyah Kalsitorini