Lingkungan
abiotik secara langsung berperan sebagai faktor tempat tumbuh hutan atau
tanaman penyusun hutan. Kelangkaan atau sebaliknya ketersediaan faktor abiotik
yang berlebihan dapat menyebabkan penyimpangan atau kerusakan pertumbuhan
tanaman. Penyimpangan ini dapat terjadi secara alami karena musim atau bencana
alam dan kesalahan pengelolaan serta budidaya hutan. Faktor-faktor abiotik yang
mampu menimbulkan gangguan pada tanaman menyebabkan kerusakan yang dikenal
sebagai penyakit abiotik atau non-infectious disease. Penyakit abiotik
merupakan suatu penyakit tanaman yang tidak disebabkan oleh patogen atau
makhluk hidup ( Ronco, 1975 ).
A. IKLIM
Hutan hujan tropika adalah suatu tipe vegetasi yang
sangat kaya dengan spesies, menempati daerah tropika atau dekat dengan daerah
tropika dan mendapat curah hujan melimpah, yaitu antara 2.000-4.000 mm tiap
tahun. Komponen penyusun hutan tropika berupa pohon-pohon dengan ketinggian
paling tidak 30 meter ( Baur, 1966 ). Banyak pohon dari komunitas tersebut
berasosiasi dengan liana, epifit, saprofit, dan parasit ( Ewusie, 1980 ).
Warsopranoto (1974) menerangkan bahwa iklim, tanah dan terutama karakteristik
vegetasi menentukan kekhususan formasi hutan hujan tropika dan diferensiasinya
menjadi tipe-tipe hutan yang lebih spesifik.
Karakteristik
iklim tersebut menyebabkan proses penguraian dan mineralisasi berjalan dengan
cepat. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan proses pencucian hara juga tinggi,
sehingga untuk mempertahankan eksistensinya spesies-spesies penyusun hutan
hujan tropika mengandalkan mekanisme siklus unsur hara tertutup degan
menggunakan bantuan organisme mikro dan mikoriza sebagai jembatan, sehingga
kebocoran hara keluar dari sistem diperkecil ( Richards, 1957 ). Siklus hara
tertutup yang terjadi di dalam hutan hujan tropika sangat rentan terhadap
gangguan yang berasal dari luar. Bila pengelolaan hutan menggunakan suatu
sistem silvikultur, maka kondisi biofisik yang digambarkan tersebut perlu
mendapat perhatian serius agar kelestarian produksi dan jasa lingkungan dapat
dipertahankan ( Marsono, 1991 ).
1.
Suhu
Kerusakan
yang terjadi bila suhu tempat tumbuh meningkat di atas batas toleransi dapat
berupa mati kering baik sebagian atau seluruh bagian tanaman. Kematian jaringan
terjadi karena hilangnya air dari sel-sel penyusun jaringan, perubahan sifat
kimiawi koloid plasma sel atau kerusakan proses metabolisme ( Smith, 1970 ).
2.
Kelembaban
Ketersediaan
air yang cukup sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman penyusun hutan.
Disamping berfungsi sebagai komponen penyusun jringan tanaman yang segar dan
mempertahankan tekanan turgor sel, air juga berperan dalam reaksi-reaksi
metabolik baik sebagai bahan dasar maupun sebagai pencipta lingungan aktif bagi
katalisator reaksi, serta sebagai pelarut bahan-bahan dalam transpor bahan
anorganik dan bahan organik ( Smith, 1970 ).
Gejala
kerusakan akibat kekeringan pada umumnya dapat berupa kelayuan yaitu kehilangan
tekanan turgor sel-sel jaringan tumbuhan. Kelayuan dan pengguran daun merupakan
gejala awal kekurangan air pada tumbuhan. Bila kekurangan air berlangsung terus
maka dehidrasi akan meluas pada seluruh bagian tumbuhan. Mati pucuk merupakan
gejala kerusakan yang dapat terjadi pada tumbuhan tua akibat kekeringan.
Kerusakan lain dapat berupa perubahan warna daun, yaitu menjadi coklat pada
bagian tepi daun pada jenis-jenis daun lebar dan seluruh bagian daun menjadi
coklat pada jenis-jenis konifer
( Henkel, 1964 ).
Mekanisme
kerusakan akibat kekeringan yang paling umum berupa dehidrasi, dan selanjutnya
akan mempengaruhi metabolisme dan struktur mikroskopik protoplasma ( Henkel,
1964 ). Dehidrasi biasanya terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu sehingga
terjadi penguraian komponen air dalam protein dan pada umumnya juga disertai
pembentukan gas amoniak dalam jumlah yang meracun ( Smith, 1970 ).
3.
Komponen penyebab badai
Angin,
hujan, salju dan petir dapat menyebabkan kerusakan hutan secara dramatis. Angin
mempunyai berbagai macam efek terhadap kesehatan pohon. Angin pada kecepatan
tertentu diperlukan agar batang pohon menjadi lebih kuat. Angin yang bertiup
terlalu kencang dapat menyebabkan tercabutnya pohon dari tempat tumbuhnya,
roboh, patahnya batang pokok serta kerusakan tajuk ( Tainter dan Baker, 1996 ).
4.
Perubahan iklim dan
asosiasi cekaman
Iklim
merupakan rata-rata kondisi cuaca pada lokasi tertentu. Iklim normal pada
umumnya dinyatakan berdasarkan suhu dan
curah hujan rata-rata selama 30 tahun, sedangkan cuaca meliputi berbagai macam
ukuran faktor meteorologi yang dapat diramalkan dari kondisi atmosfer saat itu,
termasuk diantaranya suhu dan curah hujan.
Tenaga
dan radiasi matahari sngat menentukan kondisi iklim. Faktor-faktor alamiah yang
mempengaruhi jumlah radiasi untuk sampai ke permukaan bumi akan ikut mempengaruhi iklim. Beberapa
faktor ini adalah letusan gunung berapi, interaksi antara atmosfer dengan
lautan serta campur tangan manusia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kisaran total variasi rata-rata suhu global mencapa 10ºC (50ºF) dalam 100.000
tahun terakhir. Data ini tampaknya stabil, tetapi perubahan suhu dari kisaran
beberapa derajad sampai suhu yang ekstrim dalam jangka pendek akan berpengaruh
cukup signifikan terhadap kesehatan hutan ( Hepting, 1963 ).
Untuk
jangka pendek dari tahun ke tahun variasi curah hujan yang ekstrim merupakan
cekaman bagi pohon dan dapat menyebabkan kematian. Secara umum akibat dari
adanya cekaman dikenali sebagai pengurangan pertumbuhan. Suhu yang ekstrim
merupakan penyebab kerusakan serius yang sangat potensial. Suhu dibawah normal
akan memendekkan masa pertumbuhan. Kondisi yang mencapai titik beku, misalnya
frost akan mempengaruhi reproduksi, merusak pembuangan serta membuat jaringan
lain menjadi mati. Varisai ekstrim pada curah hujan maupun suhu yang tidak
menyebabkan kematian pohon secara langsung akan mengurangi vigor pohon sehingga
lebih rentan terhadap serangan serangga hama dan penyakit ( Curtis dkk., 1977
).
Perubahan
iklim tidak saja berpengaruh terhadap hasil panen, tetapi berpengaruh juga
terhadap organisme pengganggu tanaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi
tanaman yang diserang. Salah satunya adalah hubungan antara pemanasan global
dengan peningkatan konsentrasi karbondioksida di atmosfe. Kandungan karbon dioksida
telah meningkat dari 275 ppmv di tahun 1850-an, menjadi 315 ppmv d tahun 1958,
dan 343 ppmv di tahun 1984
( Coakly, 1988 ).
Pohon-pohon beradaptasi terhadap perubahan tersebut
dalam waktu relatif lama karena waktu generasinya yang panjang, sedangkan
serangga hama dan penyakit mmpu beradaptasi dengan cepat karena waktu
generasinya pendek, yaitu beberapa generasi setiap tahun. Organisme pengganggu
ini dengan demikian dapat merupakan ancaman yang sangat potensial terhadap
kesehatan tanaman ( Little dkk.,
1958 ).
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???