I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kegiatan
pengelolaan dan pengusahaan
hutan harus berdasarkan
pada prinsip kelestarian
hutan (Suistanable Forest
Management). Prinsip kelestarian
hutan yang dimaksud
adalah kelestarian fungsi
produksi, fungsi ekologis,
dan fungsi sosial.
Hal ini berarti
bahwa pengelolaan hutan
tersebut harus menjamin
keberlanjutan pemanfaatan hasil
hutan, fungsi hutan
sebagai sistem penyangga
kehidupan berbagai spesies
asli beserta ekosistemnya
dan kehidupan masyarakat
setempat yang tergantung
kepada hutan, baik
secara langsung maupun
tidak langsung, Untuk
itu kegiatan inventarisasi
hutan sangat berperan
dalam menyajikan informasi
yang akurat tentang
keadaan tegakan hutan,
baik keadaan pohon-pohon
maupun berbagai karakteristik
areal tempat tumbuh.
Informasi tersebut digunakan
untuk menyusun perencanaan
dalam pengelolaan hutan.
Inventarisasi
hutan dilaksanakan untuk
mengetahui dan memperoleh
data dan informasi
tentang sumberdaya hutan,
potensi kekayaan hutan
serta lingkungannya secara
lengkap. Kegiatannya dengan
cara melakukan survey
mengenai status dan
keadaan fisik hutan,
flora dan fauna,
sumberdaya manusia serta
kondisi sosial masyarakat
di dalam dan
sekitar hutan. Hasil
dari inventarisasi hutan
antara lain dipergunakan
sebagai dasar pengukuhan
kawasan hutan, penyusunan
neraca sumberdaya hutan,
penyusunan rencana kehutanan
dan sisitem informasi
kehutanan. Oleh karena
itu, data hasil
kegiatan inventarisasi hutan
harus memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi
dengan memperhatikan efisiensi
dalam pengambilan data
baik dari segi
waktu, tenaga, dan
biaya.
Kegiatan
pengumpulan data penunjang dalam
kegiatan inventarisasi hutan
terdiri dari data
luas dan letak,
topografi, bentang alam
spesifik, geologi dan
tanah, iklim, fungsi
hutan, tipe hutan,
flora dan fauna
yang dilindungi, pengusahaan
hutan serta penduduk,
kelembagaan dan sarana-prasarana. Sedangkan
kegiatan pengolahan data
terdiri penyusunan daftar
nama jenis pohon
dan dominasi, perhitungan masa
tegakan, perhitungan luas
bidang dasar pohon
serta perhitungan volume
pohon.
Dalam kaitannya dengan
kegiatan inventarisasi hutan,
telah dikembangkan berbagai
metode beik teknik
pengambilan data, penggunaan
bentuk unit contoh
maupun pengelolaan datanya.
Metode-metode tersebut digunakan
untuk menduga potensi
tegakan yang ada,
karena tidak mungkin
dilakukan sensus terhadap
tegakan hutan yang
sangat luas. Demikian
perlu adanya perbaikan-perbaikan dan
penemuan metode baru
yang tepat bagi
kegiatan inventarisasi hutan
untuk pendugaan potensi
tegakan agar lebih
praktis dan juga
mempunyai ketelitian yang
tinggi.
Metode
sampling yang belakangan
ini sering digunakan
dalam kegiatan inventarisasi
hutan adalah metode
sampling jalur sistematik
yang merupakan metode
pengambilan sampel dengan
unit sampel berupa
petak ukur jalur
yang terdistribusi secara
sistematik. Sistematik disini
diartikan jalur tersebar
merata dengan lebar
jalur dan jarak
antar jalur yang
selalu tetap dari
satu jalur ke
jalur lainnya, sedangkan
petak ukur yang
yang dimaksudkan adalah
satuan sampling yang
berupa bagian dari
luasan sebuah tegakan
dimana akan dilakukan
pengukuran dan pengamatan
karakter tegakan dan
kondisi lahannya.
Dalam Inventarisasi
Hutan penaksiran volume tegakan diminimalkan pada salah satu variabel penting. Volume tegakan selalu ditaksir
dengan mengukur sejumlah pohon dalam
petak ukur sebagai sampel. Parameter pohon yang
diukur dalam setiap petak
ukur tersebut adalah diameter
(setinggi dada), tinggi
dan jumlah pohon.
Volume merupakan
salah satu parameter yang paling penting dalam inventore secara obyektif. Sayangnya terlalu banyak dokumen
inventore dimana itu tidak ditetapkan
secara jelas beberapa diameter setinggi dada minimum, beberapa bagian dari pohon yang diperhitungkan, apakah volume
dengan kulit atau tanpa kulit,
apakah volume bruto
atau tidak memasukkan
bagian-bagian yang cacat,
yang kriterianya adalah untuk
tidak menyertakan bagian-bagian yang cacat.
Penaksiran volume kayu yang
masih berdiri hanya merupkaan
langkah awal untuk menghitung hasil akhir
dalam
inventore hutan,. Target yang lebih
penting adalah menaksir volume tegakan
merupakan jumlah volume
pohon yang terdapat
di suatu areal hutan. Konsep ini berlaku bila sampel yang diambil
merupakan individu pohon. Untuk
kepentingan pengelolaan hutan yang perlu diketahui bukan hanya volume tegakan yang ada
sekarang
saja, tetapi juga pertimbangan
tegakan tersebut di masa
yang akan datang
khususnya selama jangka
waktu perencanaan.
1.2. Tujuan Praktek
Tujuan
dari kegiatan ini
adalah untuk mengevaluasi
dan menyajikan informasi
yang terspesifikasi dari
suatu areal hutan,
dan menganalisis berbagai
macam metode dalam
pengambilan data, penggunaan
bentuk unit contoh ,
maupun pengolahan data,
serta menaksir parameter
pohon
1.3. Kegunaan Praktek
Kegunaan
dari kegiatan ini
adalah agar dalam
pengambilan data, penggunaan
bentuk unit contoh,
maupun pengolahan data
dapat disertai dengan
metode sampling yang
mempu memberikan hasil
yang baik dengan
ketelititan yang akurat,
efektif, dan efisien,
serta memperoleh hasil
akhir dari penaksiran
parameter pohon.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Pengertian Inventarisasi
Hutan
Secara
umum inventarisasi hutan
didefenisiskan sebagai pengumpulan
dan penyusunan data
dan fakta mengenai
sumberdaya hutan untuk
perencanaan pengelolaan sumberdaya
tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat secara lestari
dan serbaguna (Departemen
Kehutanan dan Perkebunan,
1999).
Inventarisasi hutan
merupakan suatu teknik
mengumpulkan, mengevaluasi, dan
menyajikan informasi yang
terspesifikasi dari suatu
areal hutan karena
secara umum hutan
merupakan areal yang
luas, maka data
biasanya dikumpulkan dengan
kegiatan sampling (De
Vries, 1986).
Husch
(1987) menegaskan bahwa
inventarisasi hutan adalah
suatu usaha untuk
menguraikan kualitas dan
kuantitas pohon-pohon hutan
serta berbagai karakteristik
arael tempat tumbuhnya.
Suatu inventarisasi hutan
lengkap dipandang dari
segi penaksiran kayu
harus berisi deskripsi
areal berhutan serta
pemilikannya, penaksiran pohon-pohon
yang masih berdiri,
penaksiran tempat tumbuh
dan pengeluaran hasil.
2.1
Sampling dalam
Inventarisasi Hutan
Kegiatan
inventarisasi dapat dilakukan
dengan dua cara,
yaitu melakukan pengukuran
seluruh populasi atau
disebut dengan cara
sensus dan dengan
cara pengambilan sebagian
dari populasi (sampling).
Cara pertama menghasilkan
cara cermat tetapi
memerlukan biaya yang
besar dan waktu
yang lama, sehingga
cara kesua lebih
lazim diterapkan (Harbagung,
1985b).
Menurut Direktorat
Bina Program Kehutanan
(1982) dalam Purwaningrum
(2002), mengkaji bahwa
sampling merupakan tatanan
cara dalam penarikan
contoh yang metode
pengukurannya hanya dilakukan
pada sebagian elemen dari
populasi, tidak semua
elemen dalam populasi
diukur atau dengan
kata lain pendugaan karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample)
yang diambil dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan
dari populasi yang sedang
dipelajari. Cenderung
menguntungkan karena menghemat
sumberdaya (biaya, waktu,
dan tenaga), kecepatan
mendapatkan informasi (up to
date), ruang lingkup
(cakupan) lebih luas,
data/informasi yang
diperoleh lebih teliti dan
mendalam serta pekerjaan
lapangan lebih mudah dibanding cara
sensus.
Cochran
(1991) menyatakan bahwa terdapat beberapa
keuntungan dan kelebihan
metode penarikan contoh
bila dibandingkan dengan
cara sensus, yaitu
:
1. Menekan biaya
karena intensitas lebih
kecil
2. Kecepatan lebih
besar
3. Cakupan lebih
besar
4. Tingkat ketelitian
lebih besar
Dalam
inventarisasi hutan melalui
pengambilan contoh, diusahakan
pengambilan contoh sejauh
mungkin harus dapat
mewakili keadaan hutan
secara keseluruhan (Harbagung,
1985b).
3.1
Prinsip Dasar
Sampling jalur sitematik
Metode
sampling jalur sistematik
merupakan suatu metode
yang ditentukan berdasarkan
luas tertentu dari
unit contohnya, yakni
berdasarkan dengan unit
contoh berbentuk jalur
yang terdistribusi secara
sistematik. Sistematik di
sini diartikan bahwa
jalur tersebar merata
dengan lebar jalur
dan jarak antar
jalur yang selalu
tetap dari satu
jalur ke jalur
lainnya (Sutarahardja, 1997).
Penentuan sampling
jalur sistematik terkait
dengan petak ukur
pengamatan. Petak ukur
ini berbasis pada
plot persegi maupun
persegi panjang yang
umunya dibuat tegak
lurus garis kontur
atau sungai yang
mengarah ke puncak
gunung atau bukit
agar keragaman karakteristik
tegakan yang diukur
dapat terwakili. Adanya
penentuan petak ukur
ini tidak lepas
dari pengamatan, pengukuran,
dan penandaan pohon
inti yang meliputi
jumlah, jenis, diameter
dan tingkat kerusakannya.
Biasanya kegiatan ini
digunakan untuk inventarisasi
hutan alam (Heyne,
1987).
Menurut
FAO (1978) dalam
Eddy (2001), dalam
rancangan sampling jalur
sistematik pemilihan jalur
pertama secara acak
(random start) dan
selanjutnya jalur ditempatkan
secara sistematik. Adanya
pengambilan contoh secara
sistematik dengan awal
acak ini sangatlah
tepat karena untuk
memperkecil kekurangan sistematik
sampling, maka jalan
keluarnya adalah dengan
mengkombinasikan metode sistematik
sampling dengan metode
random sampling.
4.1
Diameter dan
Tinggi Pohon
Diameter
merupakan salah satu parameter pohon
yang memiliki peran
penting dalam pengumpulan
data potensi hutan
untuk keperluan pengelolaan
hutan. Dalam pengukuran
diameter ini yang
lazim dilakukan adalah
pengukuran terhadap diameter
setinggi dada (D),
dengan alasan paling
mudah dilakukan dan
memiliki korelasi yang
kuat dengan volume
pohon. Pada umumnya,
diameter setinggi dada
diukur pada ketinggian
1,3 m di
atas permukaan tanah
(Simon, 1993). Spurs
(1952) menyatakan bahwa
diameter pohon yang
dekat dengan permukaan
tanah adalah dasar
dari pengukuran pohon.
Diameter merupakan parameter
yang berkorelasi dengan
volume pohon dan
dapat diukur secara
akurat dan pengukuran
dalam areal yang
luas memerlukan biaya
yang murah.
Tinggi
pohon merupakan variabel
yang dapat diukur
di lapangan dengan
ketelitian yang tinggi
(Spurr, 1952). Menurut
Simon (1993) tinggi
pohon merupakan parameter
lain setelah diameter
yang memiliki arti
penting dalam penaksiran
hasil hutan. Bersama
diameter, tinggi pohon
diperlukan untuk menaksir
volume pohon. Terdapat
beberapa macam tinggi
pohon yang dikenal
dalam inventarisasi hutan,
yaitu :
1. Tinggi total,
yaitu tinggi dari
pangkal pohon di
permukaan tanah sampai
puncak pohon.
2. Tinggi bebas
cabang, yaitu tinggi
pohon dari pangkal
batang di permukaan
tanah sampai cabang
pertama untuk jenis
daun lebar atau
crow point untuk
jenis konifer, yang
membentuk tajuk.
3. Tinggi batang
komersial, yaitu tinggi
batang yang pada
saat itu laku
dijual dalam perdagangan.
4. Tinggi tunggak,
yaitu tinggi pangkal
pohon yang ditinggalkan
pada waktu penebangan.
5.1
Penentuan Volume
Pohon
Cara
penentuan volume yang
cermat bagi batang
pohon yang memiliki
bentuk yang tidak
teratur adalah dengan
menggunakan alat Xylometer,
yaitu dengan cara
memasukan batang pohon
ke dalam bak
air dan menghitung
kenaikan permukaan air
yang kemudian dihitung
volumenya. Cara ini
tentu saja tidak
dapat dipakai untuk
mengukur volume pohon
yang masih berdiri.
Satu-satunya cara untuk
mengetahui volume pohon
yang masih berdiri
adalah dengan menggunakan
rumus penaksiran (Simon,
1993).
Volume
dari sebatang pohon
dapat ditaksir dengan
menggunakan suatu tabel
volume. Tabel volume
ini disusun berdasarkan
suatu persamaan yang
menggambarakan hubungan antara
beberapa dimensi pohon
yang mudah untuk
diukur dengan volume
pohon tersebut (Loetsch,
Zofrer dan Haller,
1973). Dalam penyusunan
tabel volume, diperlukan
pengukuran dimensi pohon,
perhitungan volume pohon
serta pengembangan persamaan
hubungan antara dimensi
pohon dengan volume
pohon tersebut (FAO,
1987).
Dalam
penyusunan tabel volume
tersebut perhitungan volume
pohon yang masih
berdiri perlu dilakukan
untuk menentukan hubungan
antara volume pohon
sebenarnya dengan dimensi
pohon lainnya, antara
lain diameter dan
tinggi pohon. Perhitungan
volume pohon yang
masih berdiri ini,
dapat dilakukan dengan
berbagai cara membagi
batang pohon ke
dalam bagian-bagian yang
sama atau tidak
sama panjang, kemudian
masing-masing bagian batang
dihitung volumenya dengan
menggunakan rumus-rumus geometrik
volume. Volume batang
pohon merupakan hasil
penjumlahan dari volume
bagian-bagian tersebut (FAO,
1987).
6.1
Penyusunan Tabel
Volume Pohon
Tabel
volume merupakan pernyataan
yang sistematis mengenai
volume sebatang pohon
menurut semua atau
sebagian dimensi yang
ditentukan dari diameter
setinggi dada, tinggi,
dan bentuk pohon
(Husch, 1987).
Sehubungan dengan
banyaknya variabel yang
diukur untuk menentukan
volume pohon, apabila
hanya dilakukan pengukuran
terhadap satu peubah,
umumnya dipilih diameter
setinggi dada. Jika
digunakan dua peubah,
maka pengukuran dilakukan
terhadap diameter setinggi
dada dan tinggi
pohon. Sedangkan jika
digunakan tiga peubah,
maka digunakan variabel
diameter setinggi dada,
tinggi pohon, dan
faktor bentuk (Spurr,
1952).
Menurut
Husch (1987), banyak
metode penyusuna tabel
volume telah dikembangkan,
tetapi penggunaan teknik-teknik
regresi dengan persamaan
model yang baik
sangat disarankan, karena
langsung, relatif sederhana
dan menghapus subjektifitas
apabila dibandingkan denga
metode lain dan
memungkinkan pernyataan error
yang terlihat di
dalam hubungan-hubungannya
III.
METODE PRAKTEK
1.1
Waktu dan
Tempat
Praktikum Inventarisasi
Sumberdaya Hutan mengenai
petak ukur pengamatan
berdasarkan metode sampling
dilaksanakan pada Hari
Sabtu 29 mei
2010, yang bertempat
di Kawasan Hutan
Desa Oloboju, Kecamatan
Biromaru, Kabupaten Sigi,
Propinsi Sulawesi Tengah,
Palu.
2.1
Alat dan
Bahan
Alat yang
digunakan dalam kegiatan
ini antara lain :
1. Roll Meter; 6. Kalkulator;
2. Tali Rapia; 7. Alat
Tulis
3. Kayu;
4. Parang ;
5. Kompas Bidik;
Bahan
atau objek yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah
yang terdapat di
sekitar lokasi pengamatan.
3.1
Metode Pengumpulan
Data
Data
yang dikumpulkan dalam pengamatan ini
terbagi menjadi dua,
yaitu data primer
dan data sekunder.
3.3.1.
Data Primer
Data primer
merupakan data yang
diperoleh dengan cara
pengukuran secara langsung
di lapangan. Data
ini terdiri dari :
Ø
Keliling dan
Diameter Pohon setinggi
dada yang diukur
pada ketinggian 1,3
m di atas
permukaan tanah. Pengukuran
ini menggunakan metode
sampling jalur sistematik,
karena semua pohon
yang di amati berada dalam
wadah petak ukur
pengamatan.
Ø
Diameter pangkal
dan ujung per
seksi pohon. Masing-masing
seksi pohon memiliki
panjang yang berbeda.
Ø
Pengukuran Tinggi
Bebas Cabang dan
Tinggi Total Pohon.
Ø
Volume dan
rerata volume masing-masing
pohon contoh dihitung
dengan cara menjumlahkan
seluruh volume seksi
pohon.
Ø
Waktu penyelesaian
adalah waktu mulai
penandaan titik awal
secara acak sampai
dengan pengukuran volume
dan rerata volume
pohon berdasarkan metode
sampling jalur sistematik.
3.3.2.
Data Sekunder
Data ini
berisi tentang keadaan
umum lokasi pengamatan,
yang akan didapatkan
melalui pencatatan arsip
Badan Statistik, Sulawesi
Tengah, Palu, berupa
letak lokasi secara
geografis dan administratif, kondisi
iklim, tanah, dan
topografi serta data
lain yang mendukung
kegiatan ini.
4.1
Analisis Data
Analisis
data hasil pengukuran
di lapangan ditujukan
untuk memperoleh nilai
dari Keliling, Diameter,
Tinggi Bebas Cabang,
Tinggi Total, dan
Volume pohon berdasarkan
metode sampling jalur
sistematik dengan petak
ukur pengamatan seluas
20 x 20 m.
Di samping
itu, dapat dianalisa
variabel lain yang
terkait dalam pengukuran
di lapangan, yakni
pengukuran Volume Rata-rata
per Petak Ukur,
Ragam (Rarians), Simpangan
Baku (Standar Deviasi),
Galat Baku (Standar
Error), Kesalahan Pengambilan
Contoh (Sampling Error),
Konviden Interval (Selang
Kepercayaan).
Ø
Perhitungan Keliling
Pohon
Keliling (K) =
x D (cm)
Dimana :
= Tetapan (
atau 3,14 )
D =
Diameter (cm)
Ø
Perhitungan Diameter
Pohon
Diameter (D) =
(cm)
Ø
Perhitungan Luas
Bidang Dasar (LBD) pohon=
LBD Pohon =
D2 (ha)
Ø
Perhitungan Tinggi
Bebas Cabang Pohon
(cm)
Ø
Perhitungan Tinggi
Total Pohon (cm)
Ø
Perhitungan Volume
Pohon
V
=
D2 ( t
x fk )
Dimana :
t =
Tinggi Total Pohon
fk =
Faktor Koreksi
Ø
Perhitungan Volume
Rata-rata Pohon per
Petak Ukur
=
Dimana :
∑Vi =
Jumlah Volume Pohon
dari Petak Ukur
ke-i
n =
Jumlah Petak Ukur
Pengamatan
Ø
Perhitungan Ragam
(Varians)
S2 =
Ø
Perhitungan Simpangan
Baku (Standar Deviasi)
S =
Ø
Perhitungan Galat
Baku (Standar Error)
S
=
Dimana :
n =
Jumlah Petak Ukur
Pengamatan
N = Luas Keseluruhan
Petak Ukur (m2)
Ø
Perhitungan Kesalahan
Pengambilan Contoh (Sampling
Error)
=
- S
Dimana :
= Taraf
Nyata (Berdasarkan Tabel)
Ø
Perhitungan Konviden
Interval (Selang Kepercayaan)
CI =
IV.
KEADAAN UMUM
LOKASI PRAKTEK
4.1.
Letak dan Luas
Praktikum Sumberdaya Inventarisasi Hutan
dilaksanakan di tempat atau
Areal
Hutan Produksi dengan luas
wilayah sebesar 19,230 m3,
di Desa Oloboju, Kecamatan Biromaru,
Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah, Palu.
Letak petak yang diukur
antara lain :
Ø
Sebelah Timur, berbatasan
dengan Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi Tetap.
Ø
Sebelah Utara, berbatasan
dengan Desa Sidera.
Ø
Sebelah Barat, berbatasan
dengan Desa Salue.
Ø Sebelah
Selatan, berbatasan dengan Desa
Batu Nunju.
4.2.
Iklim, Curah
Hujan, Temperatur Udara,
dan Kelembaban Udara
4.2.1. Iklim
Pada kegiatan yang dilaksanakan
di areal tersebut,
keadaan Iklimnya termaksud kategori iklim H
serta menurut klasifikasi iklim Schmidth
dan Ferguson, jumlah bulan kering O, sedangkan jumlah bulan
basah 6 bulan.
4.2.2. Curah Hujan
ketinggian rata-rata curah hujan
pada bulan Juli
sebesar (80,40 mm)
sedangkan yang terendah pada bulan Februari
(43,92
mm).
4.2.3. Temperatur Udara
Keadaan
temperatur lokasi kegiatan ini suhunya berkisar antara 24,12oc
– 27,31oc.
4.2.4. Kelembaban Udara
Untuk kelembaban udara pada
lokasi kegiatan ini berkisar
antara 74,80% - 79%.
4.3.
Topografi dan
Jenis Tanah
4.3.1. Jenis Tanah
Lokasi Kegiatan ini berada pada
ketinggian yang mencapai 150 – 400 di atas
permukaan laut.
Bentuk umum topografi di lokasi
praktek ini adalah datar,
yang didominasi oleh kelas
datar berbukit.
4.3.2. Topografi
Pada lokasi kegiatan ini jenis
tanahnya didominasi oleh jenis
Cutisol, tekstur tanah umumnya
kering serta didominasi oleh vegetasi rumput dan
semak belukar. Pada lahan pekarangan
sering dijumpai jenis pohon Akasia
(Cassia
siamea Lamk), Bayur, Beringin dan Lamtoro. Sedangkan jenis Non-kayu
seperti Rotan, Bambu, Aren dan lain-lain.
V.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
5.1.
Hasil
Berdasarkan
praktikum yang telah
dilaksanakan maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
No.
|
Jenis Pohon
|
Keliling
(m)
|
Diameter
(m)
|
Tinggi BC
(m)
|
Tinggi Total
(m)
|
Vi
(m3)
|
Vi2
(m3)
|
1
2
3
4
5
|
Pohon
A
Pohon
B
Pohon
C
Pohon
D
Pohon
E
|
0.48
0.48
0.13
0.50
0.43
|
0.152
0.152
0.414
0.159
0.136
|
1.3
1.5
3
4.5
2.7
|
12.6
12.8
10
9
8
|
0.159
0.162
0.942
0.125
0.081
|
0.025
0.026
0.887
0.016
0.007
|
∑
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.469
|
0.961
|
Keterangan :
v n = Jumlah
Pohon per Petak
Ukur (5 Pohon)
v N
= Luasan
Keseluruhan (140
m x 80 m)
=
11200 m2
5.1.1. Perhitungan Volume
Pohon
Ø
Pohon A
V =
d2 (t
x fk)
=
(3,14) (0,152)2 (12,6
x 0,7)
= 0,159 m3
Ø
Pohon B
V =
d2 (t
x fk)
=
(3,14) (0,152)2 (12,8
x 0,7)
=
0,162 m3
Ø
Pohon C
V =
d2 (t
x fk)
=
(3,14) (0,414)2 (10
x 0,7)
=
0,942 m3
Ø
Pohon D
V =
d2 (t
x fk)
=
(3,14) (0,159)2 (9
x 0,7)
=
0,125 m3
Ø
Pohon E
V =
d2 (t
x fk)
=
(3,14) (0,0136)2 (8
x 0,7)
=
0,081 m3
5.1.2. Perhitungan Volume
Rata-rata Pohon per
Petak Ukur
=
=
= 0.1224 m3
5.1.3. Perhitungan Ragam
(Varians)
S2 =
=
= 0.0710
5.1.4. Perhitungan Simpangan
Baku (Standar Deviasi)
S =
2
=
= 0.2665
5.1.5. Perhitungan Galat
Baku (Standar Error)
S
=
=
= 0.1489
5.1.6. Perhitungan Kesalahan
Pengambilan Contoh (Sampling
Error)
=
- S
=
=
5.1.7. Perhitungan Konviden
Interval (Selang Kepercayaan)
CI =
=
=
5.2.
Pembahasan
Inventarisasi
Hutan merupakan kegiatan
dalam sistem pengelolaan
hutan untuk mengetahui
dan memperoleh data
dan informasi tentang
sumberdaya hutan, potensi
kekayaan hutan serta
lingkungannya secara lengkap
dengan cara melakukan
survey mengenai status
dan keadaan fisik
hutan, flora dan
fauna, sumberdaya manusia
serta kondisi masyarakat
di dalam dan
sekitar hutan.
Hasil
dari kegiatan inventarisasi
hutan antara lain
dipergunakan sebagai dasar
pengukuhan kawasan hutan,
penyusunan neraca sumberdaya
hutan, penyusunan rencana
kebutuhan dan sistem
nformasi kehutanan. Oleh
karena itu, data
hasil kegiatan inventarisasi
hutan harus memilliki
tingkat keakuratan yang
tinggi dengan memperhatikan
efisiensi dalam pengambilan data
baik dari segi
waktu, tenaga, dan
biaya.
Metode
yang banyak dikembangkan
dalam kegiatan inventarisasi
hutan baik teknik
pengambilan data, penggunaan
bentuk unit contoh,
maupun pengolahan datanya
adalah metode sampling
karena tatanan cara
dalam pengambilan contoh
hanya dilakukan pada
sebagian elemen dari populasi,
tidak semua elemen
dalam populasi diukur
atau dengan kata
lain pendugaan karakteristik
suatu populasi berdasarkan contoh
(sample) yang diambil
dari populasi tersebut
yang digunakan untuk memperoleh
nilai dugaan dari
populasi yang sedang
dipelajari. Cenderung menguntungkan
karena menghemat sumberdaya
(biaya, waktu, dan
tenaga), kecepatan mendapatkan informasi (up
to date), ruang
lingkup (cakupan) lebih
luas, data/informasi yang diperoleh lebih teliti
dan mendalam serta
pekerjaan lapangan lebih
mudah.
Metode
sampling yang baik
digunakan dalam kegiatan
inventarisasi hutan adalah
metode sampling berdasarkan
jalur sistematik karena
prinsip dasar sampling
ini ditentukan berdasarkan
luas tertentu dari
unit contohnya, yakni
berdasarkan dengan unit
contoh berbentuk jalur
yang terdistribusi secara
sistematik. Sistematik di
sini diartikan bahwa
jalur tersebar merata
dengan lebar jalur
dan jarak antar
jalur yang selalu
tetap dari satu
jalur ke jalur
lainnya.
Rancangan sampling
jalur sistematik pemilihan
jalur pertama secara
acak (random start)
dan selanjutnya jalur
ditempatkan secara sistematik.
Adanya pengambilan contoh
secara sistematik dengan
awal acak ini
sangatlah tepat karena
untuk memperkecil kekurangan
sistematik sampling, maka
jalan keluarnya adalah
dengan mengkombinasikan metode
sistematik sampling dengan
metode random sampling.
Penentuan metode
sampling jalur sistematik
berkaitan dengan penandaan
petak ukur pengamatan.
Petak ukur ini
berbasis pada plot
persegi yang umunya
dibuat tegak lurus
garis kontur atau
sungai yang mengarah
ke puncak gunung
atau bukit agar
keragaman karakteristik tegakan
yang diukur dapat
terwakili. Adanya penentuan
petak ukur ini
tidak lepas dari
pengamatan, pengukuran ,
dan penandaan pohon
inti yang meliputi
jumlah, jenis, keliling,
diameter, tinggi bebas
cabang, tinggi total,
dan volume tegakan
pohon.
Pengukuran keliling
dan diameter pohon
setinggi dada, yaitu
pada ketinggian 1,3 m di
atas permukaan tanah.
Pengukuran ini menggunakan
metode sampling jalur
sistematik, karena semua
pohon yang di
amati berada dalam wadah
petak ukur pengamatan.
Kedua hal ini
merupakan parameter pohon
yang memiliki peran
penting dalam pengumpulan
data potensi hutan
untuk keperluan pengelolaan
hutan karena memiliki
korelasi yang kuat
dengan volume pohon.
Tinggi
pohon merupakan variabel
yang dapat diukur
di lapangan dengan
ketelitian yang tinggi. Tinggi
pohon merupakan parameter
lain setelah keliling,
dan diameter yang
memiliki arti penting
dalam penaksiran hasil
hutan. Bersama diameter,
tinggi pohon diperlukan
untuk menaksir volume
pohon.
Tinggi
pohon yang di
amati dalam kegiatan
ini berupa tinggi
bebas cabang, dan
tinggi total pohon.
Tinggi bebas cabang
pohon merupakan yaitu tinggi
pohon dari pangkal
batang di permukaan
tanah sampai cabang
pertama untuk jenis
daun lebar atau
crow point untuk
jenis konifer, yang
membentuk tajuk, sedangkan
tinggi total pohon
merupakan tinggi dari
pangkal pohon di
permukaan tanah sampai
puncak pohon.
Penentuan volume
dari sebatang pohon
dapat ditaksir dengan
menggunakan suatu tabel
volume. Tabel volume
ini disusun berdasarkan
suatu persamaan yang
menggambarakan hubungan antara
beberapa dimensi pohon
yang mudah untuk
diukur dengan volume
pohon tersebut. Dalam
penyusunan tabel volume
tersebut perhitungan volume
pohon yang masih
berdiri perlu dilakukan
untuk menentukan hubungan
antara volume pohon
sebenarnya dengan dimensi
pohon lainnya, antara
lain keliling, diameter
dan tinggi pohon.
Pada dasarnya ada dua
macam cara untuk menaksir volume kayu yaitu penaksiran secara langsung dan tak
langsung. Penaksiran secara tak langsung
dilakukan dengan menggunakan tabel volume
sedangkan dengan cara
langsung dilakukan dengan mengukur
parameter individu pohon di lapangan,
kemudian dihitung volumenya dengan menggunakan
metoda rumus. Dalam penaksiran volume pohon yang
masih berdiri seluruhnya hanya dapat dilakukan
secara langsung hanya sampai ketinggian
2 m, lebih
dari itu harus
menggunakan taksiran.
Hasil yang didapat
pada pengukuran volume
pohon diperoleh nilai
perbedaan angka yang sangat
signifikan dan merupakan data yang akurat dan
merupakan hasil yang cermat.
Adapun dalam pengukuran volume diperoleh
dari data Luas Bidang Dasar
(LBDS) dengan menggunakan tinggi pohon dan
faktor koreksi 0,7.
Dalam melakukan penaksiran volume tegakan, kita juga
harus mengetahui volume mana yang
harus diukur untuk
dapat menentukan dan menghitung
volume pohon berdiri
serta volume tegakan
dan dapat pula membedakannya.
Dimana volume totallah
yang digunakan untuk mengukur
taksiran volume tegakan. Dimana volume tegakan
memiliki arti bahwa
volume yang termasuk
dalam bagian batang utama
pohon untuk pohon berbentuk tak teratur, sampai permukaan tajuk untuk pohon-pohon
bertajuk kerucut
sampai ujung pohon. Volume kayu pohon memiliki
defenisi bahwa pengukuran dilakukan dari volume kayu
yang terdapat di seluruh pohon mulai
dari volume tunggak
(Boner
Pohon) sampai ujung pohon.
Bila suatu pohon
yang berdiameter (d) dilihat dengan alat
ukur sudut tertentu dengan jarak
berbeda-beda atau alat
pengukuran sudut tertentu dipakai untuk melihat pohon dengan
diameter yang berbeda-beda dari suatu tempat,
maka ada 3 kemungkinan
yang dapat terjadi,
yaitu semua penampang lintang pohon berada dalam
sudut pandang,
sudut pandang persis menyinggung
penampang lintang pohon,
dan Sebagian penampang pohon berada di
luar sudut pandang.
kesimpulan dan saran pikir sendiri yah, sob..
daftar pustakanya juga,.. hehhehe
Daftar pustakanya kalo bisa di tunjukan gan...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKurang lengkap. Dapusnya tidak ada
BalasHapusKurang lengkap. Dapusnya tidak ada
BalasHapusKa dijelaskan juga dong maksud dari hasil statistis volume hingga standar eror
BalasHapus