PENGARUH
BEBERAPA JENIS PUPUK HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN SENGON (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) PADA
MEDIUM TUMBUH TANAH BEKAS TAMBANG EMAS
Moh
Azwar1), Yusran2), Retno
Wulandari3)
1) Mahasiswa Program S1 Kehutanan
2) Dosen Pembimbing
Fakultas
Kehutanan, Universitas Tadulako
Palu,
Sulawesi Tengah 94112
Absract
Mikrobai is biofertilizer to improve decision
nutrients by plants from the soil or air. Sengon (Paraserianthes falcataria
(L.) Nielsen) is an exotic plant that has good hopes for development as forest
plants and penghijaun. This study aimed to determine the effect of several
types of biological fertilizers on crop seedling growth sengon (Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen) in the growing medium of ex-gold mine.
This study was conducted from August to October in
2012 and implemented in the Green House and the Laboratory of Forestry, Faculty
of Forestry, University of Tadulako, Palu, Central Sulawesi. The study was
designed by using a completely randomized design (CRD), which consists of four
(4) the control treatment (P0), T. harzianum (P1), P. fluorescens (p2), and B.
amyloliquefaciens (P3). The variables measured were plant height, number of
leaves, fresh weight biomass (crown and root) and wet weight biomass (crown and
root).
Biofertilizer T. harzianum, giving a better effect
in improving seedling growth sengon (Paraseriantes falcataria (L) Nielsen) in
the growing medium soil gold mined compared with bacteria P. fluorescens and B.
amyloliquefaciens. Nevertheless bacterium P. fluorescens and B.
amyloliquefaciens give a better effect compared to controls.
Abstrak
Mikrobia adalah pupuk hayati untuk
meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya
digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman
inangnya. Sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
merupakan tanaman eksotik yang mempunyai harapan baik untuk dikembangkan
sebagai tanaman hutan dan penghijaun, mengingat pertumbuhannya sangat cepat dan
penanamannya tidak begitu sulit. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh
beberapa jenis pupuk hayati
pada medium tumbuh
tanah bekas tambang emas terhadap pertumbuhan semai sengon. Penelitian
ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus-Oktober 2012 bertempat di Green House dan Laboratorium Kehutanan,
Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Penelitian ini
dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas empat (4) perlakuan yaitu
kontrol (P0), T. harzianum (P1), P. fluorescens (p2), dan B.
amyloliquefaciens (P3). Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman,
jumlah daun, berat Basa total dan berat kering total. Uji lanjut Beda Nyata
Terkecil (BNT) dilakukan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan jenis pupuk
hayati yang dicobakan pada semua variabel pengamatan.
Pupuk hayati T. harzianum memberikan pengaruh yang
lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai sengon (Paraseriantes
falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh tanah bekas tambang emas
dibandingkan dengan
bakteri P.
fluorescens,
dan B. amyloliquefaciens. Meskipun demikian bakteri P. fluorescens, dan B.
amyloliquefaciens memberikan
pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya proses penambangan emas
di Kelurahan Poboya, Kodya Palu, Sulawesi Tengah, dilakukan dengan teknik
penambangan terbuka (open pit), yaitu
dengan membuka lahan (land clearing),
mengupas tanah pucuk (stripping top
soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (over
burden stripping). Teknik ini, telah menyebabkan kerusakan kondisi fisik,
kimia, dan biologis tanah tambang. Sudiana (1999), menyatakan bahwa lahan bekas
tambang termasuk kedalam jenis lahan kritis, yaitu suatu lahan yang tidak
produktif ditinjau dari penggunaan pertanian. Oleh karena itu kegiatan
perbaikan pasca penambangan mutlak diperlukan untuk mengembalikan produktivitas
lahan tersebut..
Degradasi pada lahan bekas tambang
emas di Poboya meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan
drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbukanya
kanopi yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan
mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang optimal bagi
tumbuhan (Harianto, 2008).
Upaya perbaikan lahan bekas tambang emas
di Kelurahan Poboya telah dilakukan masyarakat setempat dan pemerintah kota
Palu, yaitu dengan menanam sejumlah pohon tertentu. Hidayati dkk (1995)
melaporkan bahwa untuk membantu keberhasilan reklamasi dengan, aplikasi pupuk
hayati yang mengandung mikroorganisme yang menguntungkan juga perlu diterapkan,
karena ramah lingkungan (Ngadiman,
2000).
Pupuk hayati merupakan salah satu
bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah. Penggunaan pupuk hayati tidak akan
meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia.
Selain itu penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan kesehatan
tanah dan memacu pertumbuhan tanaman (Hakim, 1988). Penelitian ini mengunakan
pupuk hayati (Biofertilizer)
dari jenis Jamur (T. harzianum) dan jenis Bakteri (P. fluorescens dan B.
amyloliquefaciens), Subba Rao (1982) menyatakan bahwa pupuk hayati jenis
jamur (T. harzianum) dan jenis
bakteri (P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens) ini mampu meningkatkan kandungan
hormon tumbuh tanaman dan sebagian
besar dapat menghambat jamur patogen akar.
Reklamasi merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan
pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah yang kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Namun upaya perbaikan dengan cara ini
masih dirasakan kurang efektif karena
secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim termasuk
bekas lahan tambang emas. Oleh karena itu teknik lain untuk memperbaiki lahan
bekas tambang di Paboya perlu dilakukan, salah satunya dengan pemberian pupuk
hayati yang mengandung mikroorganisme yang menguntungkan. Saat ini beberapa
jenis jamur dan bakteri telah dimanfaatkan untuk mengembalikan
kualitas/kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum jamur dan bakteri mampu
menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah,
sehingga mineral yang dilepas akan diserap oleh tumbuhan (Lusiana, 2000).
Pemilihan Leguminosae dalam program reklamasi lahan
bekas tambang adalah sangat dianjurkan karena jenis ini memiliki daya adaptasi
yang tinggi dilapangan serta jenis ini
penyerap partikel limbah. Salah satu jenis
leguminosae yang jenis digunakan adalah : Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).
1.2 Rumusan
Masalah
Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang emas adalah perubahan
lingkungan misalnya perubahan kimiawi yang berdampak terhadap air tanah dan air
permukaan kemudian berlanjut secara fisik keperubahan morfologi dan topografi
lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan
kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta
penurunan produktivitas tanah.
Kegiatan penghijaun sangat
diperlukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan pertambangan, namun
kendala-kendala yang dihadapi cukup banyak diantaranya kondisi tanah yang
marginal, bahan organiknya sangat sedikit, jumlah mikroorganisme tanah
potensial sangat minimum dan kandungan hara sangat rendah sehingga
pertumbuhan menjadi lambat. Dalam
mengatasi masalah ini berbagai upaya perbaikan lahan dan upaya pemilihan
jenis yang tepat perlu diterapkan dan
dikombinasikan dengan pupuk hayati yang mempunyai kemampuan mendukung
pertumbuhan.
1.3 Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh
beberapa jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh tanah bekas tambang emas yang
diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur, Kodya Palu, Sulawesi
tengah.
Kegunaan hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh beberapa
jenis pupuk
hayati terhadap pertumbuhan semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh
tanah bekas tambang emas. Selain itu diharapkan informasi dari hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi penelitian sebelumnya
1.4 Hipotesis
penelitian.
1.
Pemberian
pupuk hayati dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan semai tanaman
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).
2.
Terdapat
pengaruh yang berbeda di antara ke-3 jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan
semai tanaman (Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen).
2.
METODOLOGI
PENELITIAN
2.1
Tempat
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus-Oktober 2012 dan di Green House dan Laboratorium Kehutanan
Fakultas Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.
2.2
Alat
dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam penelitian antara lain:
1.
Komputer untuk mengolah data dan pembuatan laporan
penelitian
2.
Kamera, sebagai alat untuk dokumtasi dalam kegiatan
penelitian.
3.
Alat tulis menulis (pulpen/pensil dan buku).
4.
Kalkulator untuk menghitung data.
5.
Autoclave untuk mensterilisasi alat dan medium yang akan
digunakan.
6.
Oven untuk mengeringkan sampel akar.
7.
Timbangan
elektrik untuk menimbang berat media tanam dan sampel penelitian.
8.
Pot
plastik sebagai wadah media tumbuh.
9.
Plastik/baskom
besar untuk mencampur media
10. Alat tulis menulis (pulpen,
pensil dan buku).
Bahan yang
digunakan adalah meliputi :
1.
Pupuk hayati yang terdiri atas : (T. harzianum, P.
fluorescens dan B. amyloliquefaiens).
2.
Benih
semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).
3.
Tanah
bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur
Kodya Palu.
4.
Alkohol/Ethanol 70% untuk sterilisasi benih tanaman.
5.
Aquades
steril.
2.3
Prosedur
Pelaksanaan
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat (4)
perlakuan yaitiu :
P0 = Tanpa pupuk
hayati (kontrol).
P1 = T. harzianum 5 ml/pot.
P2
= P. fluorescens 5 ml/pot.
P3
= B. amyloliquefaciens 5 ml/pot.
Setiap perlakuan tersebut diulang masing-masing sebanyak
delapan (8) kali sehingga total keseluruhan sampel yaitu tiga puluh dua (32)
sampel.
2.3.1
Pengumpulan dan
Penyediaan Bahan-bahan penelitian
Pengumpulan bahan baku
yaitu berupa pupuk hayati, benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan tanah bekas tambang emas
yang merupakan media tumbuh tanaman dalam penelitian ini.
1.
Pupuk
hayati didapatkan dari koleksi di Laboratorium KehutananFakultas Kehutanan
Universitas Tadulako.
2.
Benih
semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) yang diperoleh dai
Laboratorium KehutananFakultas Kehutanan Universitas Tadulako.
3.
Tanah
bekas tambang yang digunakan sebagai media pertumbuhan diperoleh dari areal
pertambangan emas Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur, Kodya Palu, Sulawesi
Tengah, selanjutnya dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran tanah yang
lebih halus dan seragam.
2.3.2
Pelaksanaan di Green
House
Tanah yang telah diayak secara halus,
kemudian dicampur dengan pasir halus dengan perbandingan tanah pasir adalah
3:1. Campuran tanah dengan pasir tersebut di campur dengan air sampai lembab
lalu dimasukkan kedalam pot berukuran 2 kg. Sebelum disemai, benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) direndam pada air
dengan suhu 800 C selama 5 menit (untuk mematahkan dormansi
biji) kemudian disterilisasi dengan
merendam di ethanol 70% selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan aquades
steril sebanyak 6 kali.
Pemberian
pupuk hayati dilakukan pada saat benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) disemai dalam pot,
kemudian benih semai sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) sebanyak 2 biji
disemai dalam setiap pot, setelah umur 10 hari disisakan 1 tanaman perpot.
2.3.3
Pelaksanaan
Laboratorium
Setelah
umur 3 bulan, sampel tanaman dipanen tajuk maupun akarnya, kemudian di timbang
untuk mengetahui berat Basanya. Akar setiap sampel tanaman dicuci dengan air
bersih lalu dipotong sesuai prosedur analisis.
2.3.4
Variabel Yang Diamati
Adapun
variabel yang diamati adalah sebagai berikut :
1.
Tinggi
tanaman, pengamatan tinggi tanaman (cm) dilakukan dengan cara mengukur tinggi
tanaman mulai dari pangkal akar sampai pada pucuk batang.
2.
Jumlah
daun (helai) ditentukan dengan menghitung jumlah daun yang utuh, pengamatan ini
dilakukan pada akhir pengamatan.
3.
Berat
Basa dan berat kering tajuk (Biomasa), dilakukan pada akhir pengamatan.
2.3.5
Analisis Data
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat (4)
perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali ulangan, sehingga total
sampel keseluruhan sebanyak 32 sampel.
Dengan
menggunakan rumus (Gaspersz, 1991) sebagai berikut
Yij =
u + τi + €ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
u = Nilai tengah umum
τi = Tambahan akibat
pengaruh perlakuan ke-i
€ij = Tambahan akibat acak galat percobaan dari perlakuan ke-i
pada ulangan ke-j.
Uji
lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan jika hasil analisis sidik ragam
menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap semua
variabel pengamata.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
Tinggi
Tanaman Semai Sengon (cm)
Hasil pengamatan tinggi semai sengon
(Paraserianthes falcataria (L)
Nielsen) disajikan pada lampiran 1a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai
perlakuan terhadap tinggi sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil
Analisis Sidik Ragam Tinggi Semai
Sengon (cm)
|
|
|||||
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
3
|
187,896
|
62,632
|
77,55**
|
2,950
|
4,568
|
Galat
|
28
|
22,613
|
0,0807
|
|
|
|
Total
|
31
|
210,59
|
|
|
|
|
Keterangan
: ** Berpengaruh sangat nyata
Hasil
analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pemberikan pupuk hayati
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan
yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
seperti terlihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai
Perlakuan Terhadap Tinggi Semai Sengon
|
||
Perlakuan
|
Nilai
rata-rata
|
BNT
0.5
|
P1
|
10,325a
|
|
P3
|
8,225b
|
0,92
|
P2
|
7,412b
|
|
P0
|
3,625c
|
|
Keterangan : Nilai yang diikuti
oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Berdasarkan hasil uji beda nyata
terkecil (BNT) 5% pengamatan tinggi tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan pada
tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan dengan mengunakan pupuk hayati
T. harzianum (P1) sebesar 10,325 cm
yang berpengaruh nyata dengan perlakuan kontrol (P0) 3,625 cm, tetapi B.
amyloliquefaciens (P3) 8,225
cm tidak berpengaruh nyata dengan P. fluorescens (P2) 7,412 cm yang di
aplikasikan pada tanah bekas tambang emas.
4.1.2
Jumlah Anak Daun Semai
Sengon
Hasil
pengamatan jumlah daun semai sengon(Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3 bulan) disajikan pada
lampiran 2a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan pupuk hayati terhadap
jumlah daun sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat
pada tabel 3 berikut
Tabel 3. Hasil
Analisis Sidik Ragam Jumlah Anak Daun Sengon
|
|
|
||||
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
3
|
574,00
|
224,833
|
44,68**
|
2,950
|
4,568
|
Galat
|
28
|
141,00
|
5,035
|
|
|
|
Total
|
31
|
815,50
|
|
|
|
|
Keterangan : **Berpengaruh sangat
nyata
Hasil
analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan
yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan Uji Beda Nyata terkecil (BNT)
seperti terlihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai
Perlakuan Jumlah Daun Sengon
|
||
Perlakuan
|
Nilai
rata-rata
|
BNT
5%
|
P1
|
21,25a
|
|
P3
|
18,00b
|
2,29
|
P2
|
15,50c
|
|
P0
|
8,750d
|
|
Keterangan : Nilai yang diikuti
oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Berdasarkan hasil Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) 5% pengamatan jumlah daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan pada
tabel 4 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan dengan menggunakan pupuk
hayati T. harzianum (P1) berpengaruh
nyata dengan perlakuan kontrol (Po), P. fluorescens (P2) dan B.
amyloliquefaciens (P3) yang di aplikasikan
pada tanah bekas tambang emas.
4.1.3
Berat Basa Total Semai
sengon
Hasil
pengamatan berat Basa Total sengon sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3 bulan) disajikan pada
lampiran 3a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan pupuk hayati terhadap
berat Basa Total sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat
pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Basa
Total Sengon (gr)
|
||||||
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
3
|
0,1468
|
0,0489
|
45,561**
|
2,950
|
4,568
|
Galat
|
28
|
0,0300
|
0,0010
|
|
|
|
Total
|
31
|
0,1768
|
|
|
|
|
Keterangan
: **Berpengaruh sangat nyata
Hasil
analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap berat Basa Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan
yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)
seperti terlihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai Perlakuan
Terhadap Berat Basa Total Sengon
|
||
Perlakuan
|
Nilai
rata-rata
|
BNT
0.5
|
P1
|
0,255a
|
|
P3
|
0,210b
|
0,033
|
P2
|
0,176b
|
|
P0
|
0,071c
|
|
Keterangan : Nilai yang diikuti
oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Berdasarkan hasil uji beda nyata
terkecil (BNT) 5% pengamatan berat Basa Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan pada
tabel 6 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan dengan menggunakan pupuk
hayati T. harzianum (P1) berbeda
nyata dengan perlakuan kontrol (P0), tetapi B.
amyloliquefaciens (P3) tidak
berbeda nyata dengan P. fluorescens (P2) yang di aplikasikan pada
tanah bekas tambang emas.
4.1.4 Berat Kering Total Semai
Sengon (gr).
Hasil
pengamatan total berat kering Total semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3
bulan) disajikan pada lampiran 4a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan
terhadap berat kering Total sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat
pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total
Semai Sengon (gr)
|
||||||
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
3
|
0,0299
|
0,0099
|
13,654**
|
2,950
|
4,568
|
Error
|
28
|
0,0204
|
0,0007
|
|
|
|
Total
|
31
|
0,0503
|
|
|
|
|
Keterangan :
**Berpengaruh sangat nyata
Hasil
analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap berat kering Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan
yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
seperti terlihat pada tabel 8 berikut.
Tabel 8. Hasil uji beda nyata terkcil pada berbagai
perlakuan terhadap berat kering Total semai sengon (gr)
|
||
Perlakuan
|
Nilai
rata-rata
|
BNT
0.5
|
P1
|
0,113a
|
|
P3
|
0,068b
|
0,026
|
P2
|
0,043b
|
|
P0
|
0,035c
|
|
Keterangan : Nilai yang diikuti
oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Berdasarkan hasil uji beda nyata
terkecil (BNT) 5% pengamatan berat kering Total semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)
umur 3 bulan pada tabel 8 menunjukan bahwa nilai
rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan
dengan menggunakan pupuk hayati T.
harzianum (P1), B. amyloliquefaciens dan P. fluorescens (P2) berpengaruh
nyata dengan perlakuan kontrol (P0).
4.2 Pembahasan
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Islami dan Utomo (1995), tanaman
dapat tumbuh serta mampu memberi hasil baik jika tumbuh pada tanah yang cukup
kuat menunjang tegaknya tanaman, tidak mempunyai lapisan penghambat
perkembangan akar, aerasi baik, kemasaman di sekitar netral, tidak mempunyai
kelarutan garam yang tinggi, cukup tersedia unsur hara dan air dalam kondisi
yang seimbang.
Hasil
percobaan menunjukan bahwa dari 4 parameter yang di amati, pemberian pupuk hayati
(Biofertilizer) dari jenis jamur yaitu T. harzianum dan jenis bakteri yaitu P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan
tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering total semai sengon.
Dari keempat perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap
tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering. Perbedaan pengaruh
dari pemberian pupuk hayati ini diduga dipengaruhi oleh kandungan hara yang ada
pada media tanah tailing yang
diperoleh dari Kelurahan
Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu. Hasil analisis terhadap sifat kimia tanah menunjukan
bahwa sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pH 5,2 sehingga
digolongkan kedalam jenis tanah masam. Prihastuti, 2007 dalam Milna (2008) menyatakan bahwa permasalahan utama pada tanah
masam adalah kurang tersedianya unsur hara makro, terutama unsur hara makro P
bagi tanaman. Secara lengkap hasil analisis sifat kimia tanah dicantumkan pada
lampiran
analisis tanah
Dari hasil percobaan
pengaruh pupuk hayati yang lebih tinggi terlihat pada perlakuan T. harzianum (P1) terlihat pada tabel
pengamatan parameter tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat
kering bila total dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P1), P. fluorescens
(P2) dan B. amyloliquefaciens (P3). Hal ini
diduga cendawan Trichoderma mampu
meningkatkan hormon tumbuh. Selanjutnya dari tabel 2, tabel 4, tabel 6 dan
tabel 8 menunjukan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada T. harzianum (P1), dari hasil ini menunjukkan penggunaan pupuk
hayati jenis jamur yaitu T. harzianum
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah
anak daun, berat basa total dan berat kering total, dibandingkan dengan jenis
bakteri yaitu P. fluorescens, B. amyloliquefaciens dan kontrol pada tanah
bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan
Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu.
Hasil penelitian
membuktikan bahwa pengaruh pemberian pupuk hayati yang menguntungkan dari jenis
cendawan T. harzianum dan jenis bakteri
P.
fluorescens,
dan B. amyloliquefaciens mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah anak
daun tanaman dibandingkan dengan kontrol pada media tumbuh tanah bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu
Timur Kodya Palu. Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), fungi mempunyai peran
yang nyata pada penguraian selulosa. Fungi membuktikan lebih unggul dari pada
bakteri, terutama pada tanah masam. Dugaan ini didukung oleh beberapa
penelitian sebelumnya seperti oleh Cook dan Baker (1983) melaporkan bahwa T.
harzianum dapat menguraikan bahan organik dalam tanah menjadi bahan makanan
yang mudah diserap oleh tanaman, ditambahkan lagi bahwa bahan organik yang
diaplikasikan ke dalam tanah merupakan sumber nutrisi mikroorganisme antagonis
sehingga mampu meningkatkan aktivitas agens antagonis
Berdasarkan hasil
analisis pada tabel 1, tabel 3,
tabel 5 dan tabel 7 menunjukan bawha perlakuan T. harzianum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan
karena T. harzianum merupakan mikroba
tanah yang mempunyai peranan penting dalam kesuburan yang diantaranya : 1)
sebagai pengatur daur hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi
tanaman dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. 2) melaksanakan
sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti
kompos yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperan dalam memperbaiki
struktur tanah (Sutanto dalam
Tindaon, 2008).
Beberapa mekanisme mengapa Trichoderma sp dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah 1) pembentukan
faktor-faktor atau hormon tumbuh (Chang et
al, 1996 ; Windham et al, 1986),
2) Meningkatkan ketersediaan hara atau menstimulasi penyerapan unsur hara
(Gravel et al, 2006 ; Harman et al, 2004 ; Yedidia et al, 2001) dan 3) Meningkatkan
resistensi tanaman terhadap serangan patogen
tular tanah (Elad et al,
1981).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa Trichoderma spp dapat memproduksi cytokinin, gibberelin dan indole-3-acetit
acid (IAA) yang berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman (Gravel et al, 2006 ; dan Windham et al, 1986). Trichoderma spp juga mempunyai kemampuan meningkatkan penyerapan
dan konsentrasi beberapa unsur hara didalam akar maupun daun tanaman baik pada
kondisi hidroponik, maupun dalam kondisi lapangan (Yedidia et al, 2001 ; Altomare et al,
1999 dan Harman, 2004).
Lebih lanjut diuraikan
oleh Djaya et al. (2003), bahwa Trichoderma sp mampu menekan atau
menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sampai 56,07% pada 3 hari setelah
inokulasi. Ditambahkan oleh Sastrahidayat (1992), bahwa jamur antagonis
mempunyai kemampuan mikoparasit yaitu hifa Trichoderma sp tumbuh melilit
hifa patogen dan menghasilkan enzim lysis yang dapat menembus dinding sel dan
menghasilkan zat antibiotik yaitu gliotoksin dan viridin. Laporan dari Talanca et
al. (2003) bahwa aplikasi jamur antagonis Trichoderma sp seminggu
sebelum pemberian jamur patogen Fusarium sp dapat menekan intensitas
serangan penyakit busuk batang jagung masing-masing sebesar 4,20% pada umur 80
hari setelah tanam dan 19,99% pada umur 87 hari setelah tanam dibanding dengan
kontrol (tanpa pemberian jamur antagonis).
Hasil uji lanjut Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada tabel 2, tabel 6 dan 8 bakteri P.
fluorescens dan B. amyloliquefaciens
menunjukan bahwa kedua bakteri tersebut berbeda tidak nyata, tetapi bakteri P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens berbeda nyata bila dibandingkan dengan
kontrol. Diduga bakteri ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada kondisi masam
(pH rendah), dugaan ini didukung oleh berbagai penelitian sebelumnya seperti
Holt et al (1994) melaporkan bahwa bakteri kebanyakan tidak dapat tumbuh
dalam kondisi masam (pH 4,5), pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik
pada pH lebih dari 8, kebanyakan bakteri tumbuh paling baik pada pH netral (pH
7) atau pH yang sedikit Basa (pH 7,4). Meskipun demikian bakteri P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan
dengan kontrol.
Bacillus sp dan Pseudomonas sp dilaporkan
sebagai biofertilizer karena kelompok bakteri ini menghasilkan hormon
tumbuh (Backman et al. 1994). Selain itu Bacillus
sp mempunyai sifat yang lebih menguntungkan dari pada bakteri lain karena dapat bertahan hidup dalam waktu
yang lama pada kondisi tanah yang tidak mengungtunkan untuk pertumbuhannya
(wong, 1994)
Sesuai dengan data
pada tabel 2, tabel 4,
tabel 6 dan tabel 8
bahwa perlakuan kontrol (P0) mengalami perkembangan pertumbuhan seperti tinggi
tanaman, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering yang lebih rendah
dibandingkan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini terjadi karena pada perlakuan
kontrol tidak ada faktor yang membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman ataupun
menghambat serta menekan perkembangan patogen yang ada di sekitar perakaran
tanaman, sehingga tanaman menjadi terganggu meskipun tanaman tidak mengalami
kematian atau kelayuan.
Secara teori pemberian pupuk hayati memberikan hasil yang lebih baik terhadap pemberian
bibit dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk hayati. Media tanam juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan hara,
ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pergerakan serta
penetrasi akar. Kemasaman media tanam juga berpengaruh besar. Jika tanah
semakin asam, maka mobilitas unsur NPK semakin rendah. Mobilitas unsur NPK yang
rendah maka suplai ke tanaman juga akan terganggu sehingga pertumbuhan tanaman
akan terganggu (Handayani 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus C. J and C. W. Mims, 1979. Introductory Mycology. Third edition. John
Wiley and Sons, New York
Atmosuseno BS. 1994. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon.
Jakarta: Penebar Swadaya, Jakarta.
Backman PA, Brannnen PM and
Mahaffe WF.1994. Plant Respon and Disease
Control Followin Seed Inoculation with Bacillus
sp. Di dalam: Ryder MH,
Stephen PM, Bowen GD, editor. Improving Plant Production with Rhizosphere
Bacteria. Australia: Pruc Third Int Work PGPR South Australia, March 7-11
1994.
Balai
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi, 2002. Biopestisida Trichoderma sp.
Teknologi. Suara Merdeka, edisi 25 Maret 2002.
Buntan,A.1992. Efektivitas
Bakteri Pelarut Fospat dan Kompos Terhadap Peningkatan Serapan P dan Efisiensi
Pemupukan P pada Tanaman Jagung IPB Bogor.
Djaya
A.A., 2003. Uji Keefektifan
Mikroorganisme Antagonis dan Bahan Organik Terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) Pada Tanaman
Tomat. Prosiding Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia. Bandung
Cook,
R. J dan Baker K. F., 1983. The Nature
and Practice of Biological Control of Plant Pathogens.Aps Press the
American Phytopathological Society. St Paul. Minnesota.
Chang
Y C, Kleifeld O and Chet I 1996. Increased
Growth of Plants In The Presence Of The Biological Control Agent Trichoderma
harzianum. Plant Dis. 70,145-148
Elad
Y, Chet I and Henis 1981 Biologi Control of
Rhizoctonia Solani In Strawberry Fields By Trichoderma harzianum. Plant
Soil 60, 245-254
Goenadi, D. H. 1995. Mikroba Pelarut Hara dan Pemantap Agregat
dari Beberapa Tanah Tropika Basah.
Menara Perkebunan
Gravel V, Antoun H and Tweddell R
2006. The Plant Growth Regulation and
Activities Of The PGRSA (The Palnt Growth Regulation Society of America)
Quarterly Report vol 34, No 2. Caula B (ed) Dept. of Plant Soil Science,
Alabama A&M University, USA.
Green S., Renault
S. 2007. Influence of Papermill Sludge On
Growth of Medicago Sativa, Festuca Rubra and Agropyron Trachycaulum In Gold
Line Tailing: Greenhouse study. Elsevier Science
Hakim,
N. , dkk, 1988. Kesuburan Tanah.
UNILA. Lampung.
Harman, G E, Howell C R,
Viterbo A, Chet I and Lorito M 2004 Trichoderma
Species Oppotunuistic, Avirulen Palnt Symbionts. Nature Rev. 2, 43-56
Hartman, H.L. 1987. Introductory Mining Engineering . Wiley,
New York.
Herianto, 2008. Studi
Identifikasi Dampak Lingkungan Pertambangan Emas Skala Kecil di Kabupaten Garut
(Studi kasus di Desa Mulyajaya), Puslitbang
Hersanti,
Endah. Y.D. dan Luciana, 2000. Pengaruh Introduksi Jamur Trichoderma spp Danefektive Mikroorganisme MS
(EM4) Terhadap Perkembangan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici) Pada Tanaman Tomat. Laporan Penelitian. Fakultas PertanianUniversitas Padjadjaran Bandung.
Bandung.
Holt,
J. G., Krieg, N. R., Sneath, P. H. A., Stanley, J. T., and Williams, S. T.
1994. Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition.
Williams and Wilkins. Baltimore, Maryland. 787 pp
Lusiana, Noordwijk, dan
G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam
Secara Biologi: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ICRAF SE Asia,
Bogor.
Islami T, Utomo WH.
1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman.
Semarang: IKIP Semarang Press
Ngadiman,
2000. Dampak Sosial Penambangan Emas di
Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat, Program Studi
Ketahanan Nasional, Program Pascasarjana University Gajah mada, Yogyakarta.
Robinson, Trevor, 1995. Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan
Tercemar. www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf.
2 Juni 2010
Sastrahidayat, I.R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional.
Surabaya.
Subba Rao, N. S. 1982. Biofertilizer In Agriculture. Oxford and
IBH Publishing Co. New Delhi. Bombay. Calcuta.
sudiana, dan Y. Suhardjono.1999.Perubahan
Bioekofisik Lahan Bekas Penambangan Emas di Jampang dan Metoda Pendekatannya
Untuk Upaya reklamasi. Laporan Teknik Proyek Penelitian Pengembangan dan
Pendayagunaan Potensi Wilayah, tahun 1998/1999. Puslitbang Biologi LIPI.
Schlegel, H. G dan K Schmidt
1994. Mikrobiologi Umum.Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Siregar, C.A. 2007 Formulasi Alometri Biomas dan Konservasi
Karbon Tanah Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen) di Kediri, Indonesia. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam 4(2): 169–181
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen
Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Supadi,T.H.
1991. Bakteri Pelarut Fosfat Asal
Beberapa Jenis Tanah dan Efeknya Terhadap Pertumbuhan Jagung.Disertasi.
Universitas Pajajaran. Bandung.
Talanca, A.H., 2003. Pengendalian Penyakit Busuk Batang Jagung
Secara Hayati Dengan Jamur Trichoderma.
Prosiding Kongres XVII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.
Tindaon, 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma
Harzianum dan Pupuk Organik untuk Mengendalikan Pathogen Tular Tanah Selerotium
Ralfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai
(Glycine Max L). di Rumah Kaca.
Trubusid.
2008. Trubus Majalah Pertanian Indonesia
dari Timur Menggapai Langit. http://www.trubus-online.co.id [ 25 AGST
2009].
Wardhani
CS. 2004. Aktivitas Protease
Pseudomonas fluorescens pada Susu
Pasteurisasi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Wididana, G. N. 1993. Peranan Effective Microorganism 4 dalam
Meningkatkan Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Indonesian Kyusei Nature
Farming Societies. Jakarta.
Windham M T, Elad Y and Baker R
1986. A Mechanism For Increased Plant
Growth Induced By Trichoderma spp.
Phytopathology 76, 518-521.
Wizna, H., Abbas, Y. Rizal, A.
Dharma & I.P. Kom-piang. 2003. Potensi
Bakteri Bacillus amyloliquefacien Selulolitik
Serasah Hutan sebagai Inokulum Fermentasi Pakan Unggas Berserat Tinggi. Jurnal ilmu Peternakan. Fakultas
Peternakan Universi-tas Jambi
Wong PTW. 1994. Bio-control of
Wheat Take-All in the Field Using Soil Bacteria
and Fungi. Di dalam: Ryder MH, Stephens PM, Bowen GP, editor. Improving
Plant Productivity with Rhizosphere Bacteria. Australia: Pruc Third Int
Work PGPR South Australia, March 7-11 1994.
Yedidia I, Srivastva A K,
Kapulnik Y and Chet I 2001 Effect of Trichoderma harzianum On Microelement
Concentrations and Increased Growth of Cucumber Plants. Plant soil 235,
235-242
Yusran,
Roemheld V, Mueller T, (2004) Effects of
Plant Growth Promoting Rhyzobacteria and Rhizobium On Mycorhiza Development and
Growth of Paraserianthes falcataria (L), Nielsen Seedlings In Two Types of Soils With Contrasting Levels of pH. The
proceedings of the international
plant Nutrition Colloquim XVI, University of
California- Davis, USA.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???