Sebelum hadirnya kebijakan PP No. 2/2008, masyarakat
hutan Indonesia telah mengalami ketidakberdayaan. Petani hutan yeng terkelompok
dalam komunitas-komunitas adat dan lokal, tidak dapat berpartisipasi dalam
pengelolaan hutan. Padahal kehidupan keseharian para petani selalu
bersinggungan dengan hutan sebagai sumber kayu bakar, tanaman obat, madu,
buah-buahan, padi dan lain-lain. Undang-undang Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1967
pun tidak memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat hutan Indonesia.
Sepertinya akan sulit mencari catatan tentang
kebijakan yang dikeluarkan untuk mengatur kepentingan petani hutan. Sebagai
contoh, sedari tahun 1980-an masyarakat petani hutan di Padang Cermin, Lampung
Selatan, telah mengusulkan kawasan Gunung Betung untuk dijadikan kawasan
pengelolaan masyarakat namun selalu mendapat penolakan dari pemerintah daerah
maupun pusat (Departemen Kehutanan RI). Beberapa daerah lainnya, petani hutan
terusir dari kawasan tempat hidup. Indonesia sendiri, memiliki sekitar 1.800
desa yang berbatasan dengan 14 kawasan konservasi di 5 pulau besar di
Indonesia.
Konflik-konflik terbuka antara petani dan petugas
kehutanan mencuat sebagai reaksi dan perwujudan kebingungan masyarakat terhadap
tempat hidup mereka. Pengusiran masyarakat adat Moronene di Nusatenggara dari
kawasan hutan, bagaimana lahan dan tanaman kopi petani dirusak karena petani
dianggap masuk ke kawasan hutan konservasi. Masyarakat adat Lore Lindu di
Sulawesi Tengah sudah beberapa kali mengalami “resettlement”. Masyarakat Kontu,
Muna, Sulawesi Tenggara, ladang-ladang mereka dibakar aparat kehutanan dan
pemerintah karena pokok-pokok pohon jati yang menggiurkan, sehingga kawasan
yang turun-temurun itu diolah masyarakat Kontu dianggap kawasan lindung yang
pengawasannya di bawah kehutanan dan pemerintah daerah. Dan banyak kasus
“resettlement” dilakukan dengan berbagai alasan.
Kondisi memprihatinkan juga terjadi pada petani hutan
di pulau Jawa. Awang (2006) mengemukakan bahwa seorang petani hutan di pulau
Jawa memiliki lahan hanya 0,2 hektar, padahal luas minimum untuk pemenuhan
kebutuhan hidup per-KK (kepala keluarga) di Jawa membutuhkan 0,5 hektar.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???