[ Forester untadblog ]Sistem-sistem silvikultur di hutan produksi di Indonesia secara umum
dikenal dengan istilah-istilah sebagai
berikut:
Sistem THPB
Sistem THPB merupakan sistem
silvikultur yang paling tua, digunakan untuk membentuk tegakan hutan tanaman
seumur. Pohon-pohon dalam hutan tanaman seumur, membesar bersamaan dengan
ukuran pohon yang hampir seragam sehingga dapat (tidak harus)
dipanen bersamaan dan diremajakan bersamaan lagi. Sistem ini bisa menghasilkan
tanaman yang terdiri atas satu jenis (species) saja, disebut tegakan
monokultur, bisa juga membentuk tegakan tanaman campuran (multi species).
Tegakan hutan tanaman dibangun untuk membudidayakan jenis tanaman pohon yang
diinginkan pasar. Produktivitas ekonomis hutan tanaman bisa sepuluh kali lebih
tinggi daripada produktivitas ekonomis hutan alami. Sebagai contoh, karena
terjepit oleh banyak pohon lain dalam hutan bekas tebang pilih di hutan alami
produksi, pohon-pohon jenis komersial kerapatannya rendah dan hanya
menghasilkan riap 1-2 m³/ha.th. Sedangkan hutan tanaman merantimerah
diperhitungkan dapat mencapai riap 10-15 m³/ha.th. Hutan tanaman sering
membudidayakan jenis-jenis pohon yang dapat cepat membesar (jenis bagur, fast
growing tree species), karena perusahaan yang membudidayakannya ingin
modalnya cepat kembali, dan
labanya dapat cepat diperoleh. Jenis-jenis hutan
tanaman yang umum dijumpai dibudidayakan di Indonesia adalah: mangium (Acacia
mangium), gmelina (Gmelina arborea), sengon (Falcataria
moluccana), mahoni (Swietenia macrophylla), jati (Tectona
grandis), tusam (Pinus merkusii).
Mengapa kawasan bekas tebang habis
harus ditanami pohon baru, bukankah pohon tua selalu berbuah sehingga semai
alami terdapat banyak, murah-meriah? Penanaman memang mahal dan berrisiko
gagal, oleh karena itu kalaulah penanaman ingin dilakukan, maka penanaman yang
mahal itu harus menggunakan bibit unggul hasil program pemuliaan pohon, agar
tegakan yang terbentuk berikutnya adalah tegakan yang lebih produktif atau
lebih tahan risiko gagal. Penanaman setelah tebang habis dilakukan karena dua
alasan: (1) karena ingin mengganti jenis tanaman untuk tujuan tertentu,
misalnya untuk menghasilkan kayu pulp, (2) ingin mengganti klon yang satu
dengan klon lainnya hasil pemuliaan tanaman. Sistem silvikultur THPB terdiri
atas perlakuan: penataan areal kerja, penyiapan lahan, pengadaan benih dan
bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman muda, pemeliharaan tegakan, dan
pemanenan pohon tua sekaligus. Pemerintah Indonesia sering menyebut sistem THPB
sebagai sistem silvikultur intensif.
Sistem THPA
Sistem tebang habis bisa digunakan
tanpa penanaman, setelah diketahui benar bahwa bekas tebang habis tersebut
dipenuhi secara merata oleh semai pohon jenis yang diinginkan. Sistem ini merupakan
system silvikultur yang murah, ekstensif, dan bisa saja menghasilkan
produktivitas yang tinggi dari hasil pembinaan permudaan alami.16 Mungkinkah
sistem THPA digunakan di hutan alami Kalimantan misalnya? Di hutan alami
Kalimantan terdapat permudaan alami jenis komersial dengan kerapatan
5.000-10.000 bt/ha. Dalam sstem THPA, para rimbawan dapat memilih 100-200 bt/ha
pohon binaan untuk dipelihara dengan sebaik-baiknya, terutama
membebaskan pohon-pohon binaan dari
terkaman gulma. Dengan demikian penerapan sistem THPA di Indonesia sangat
memungkinkan. Tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan.
Sistem TPTI
Hutan alami fungsi produksi di
Indonesia dikelola dengan keinginan mempertahankan bentuk alaminya sebagai
hutan alami campuran tidak seumur, yaitu berisi keanekaragaman hayati tinggi,
dan berisi semai, pancang, tiang dan pohon. Bentuk hutan demikian hanya dapat
dicapai dengan sistem tebang pilih. Hutan alami produksi diusahakan dengan
sistem tebang pilih juga karena alasan ekonomis sebagai berikut:
(a) hutan alami berisi pohon kecil
dan besar, sedangkan kayu yang laku dijual hanya kayu berukuran besar saja,
sehingga dipanen dengan cara tebang pilih
(b) hutan alami berisi berratus
jenis tumbuhan, sedangkan yang laku dijual hanya kayu dari beberapa jenis pohon
saja, sehingga harus dipanen dengan cara tebang pilih,
c) hutan alami berisi kayu baik dan
kayu cacat karena terlampau tua dan tidak dipelihara, sedangkan kayu yang laku
hanya kayu yang mulus saja, dengan demikian panen harus menggunakan cara tebang
pilih, Sistem tebang pilih di Indonesia dikeluarkan pemerintah pada tahun 1972
dengan nama Sistem Tebang
Pilih Indonesia (TPI), yang kemudian
direvisi isi dan namanya pada tahun 1989 menjadi Sistem Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI), dan direvisi lagi pada tahun 1993 dengan nama tetap Sistem
TPTI yang masih berlaku sampai tahun 2005 ini. Sistem TPTI diberlakukan di
hutan alami tanah kering, hutan rawa, hutan rawa gambut, dan hutan eboni.
Sistem TPTII
Karena hutan alami produksi bekas
tebang pilih menjadi sasaran konversi menjadi lahan perkebunan dan perambahan,
maka Departemen Kehutanan mempromosikan pembangunan hutan tanaman meranti di
hutan alami pada tahun 1997. Tujuan penanaman meranti di hutan alami adalah
untuk meningkatkan motivasi pemilik perusahaan untuk memelihara hutan alami
bekas tebangan, dan agar masyarakat luas sekitar hutan menghormati keberadaan
perusahaaan yang menanami hutannya.
Min penjelasan (silin & silex) apa ya ????
BalasHapus