1. Aplikasi usaha tani konservasi
Keadaan lahan kritis dapat diperbaiki melalui penerapan usaha tani konservasi (conservation farming)
yaitu bentuk budidaya pertanian yang menekankan pemanfaatan lahan sekamsimal mungkin sepanjang tahun dengan memperhatikan kaidah-kaidan atau teknik konservasi. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah kerusakan tanah, mempertahankan dan meningkatkan produktivitas maupun kesuburan tanahnya (Rukmana, 1995). Kunci keberhasilan budidaya tanaman pangan berkelanjutan antara lain:
a) mengusahakan agar tanah tertutup tanaman sepanjang tahun guna melindungi tanah dari erosi dan pencucian b) mengembalikan sisa-sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang ke dalam tanah guna memperbaiki/mempertahankan bahan organik tanah (Effendi et al, 1986). Kebiasaan petani dalam mengusahakan tanaman pangan sebagian besar limbah pertaniannya diangkut keluar untuk pakan ternak dan kayu bakar, dibakar pada saat persiapan tanah atau terbawa erosi, oleh karena itu makin lama kandungan bahan organik tanah makin menurun dan diikuti oleh peningkatan erosi tanah karena kurangnya tindakan konservasi tanah.
Pengusahaan budidaya tanaman yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun merupakan tindakan konservasi vegetatif yang baik.
Tindakan tersebut akan lebih baik lagi jika sisa tanaman juga dikembalikan
sebagai tambahan bahan organik tanah. Bahan organik yang tinggi tidak hanya
akan menambah nutrisi tanah setelah melapuk, tetapi juga dapat berperan sebagai
penyanggah dari pupuk yang diberikan, mengikat air lebih baik dan meningkatkan
daya infiltrasi tanah dari curah hujan yang jatuh akhirnya dapat mengurangi
erosi dan aliran permukaan serta dapat meningkat produksi dan pendapatan
petani. Toha dan Abdurahman (1991) mengemukakan bahwa pemberian mulsa
lamtorogung 30 ton/ha dengan tanpa pupuk N dapat mengimbangi pemupukan 45 kg
N/ha dengan tanpa mulsa.
2. Penggunaan Amelioran
Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang atau pupuk hijau )
dan kapur dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena kedua
unsur tersebut dapat meningkatkan daya pegang air dan hara di tanah, sementara
itu, residu pupuk diharapkan dapat mengurangi jumlah pemakaian pupuk anorganik
pada tanam berikutnya. Hasil penelitian Arief dan Irman (1993) disimpulkan
bahwa pemberian amelioran berupa kapur, pupuk kandang, daun gamal, jerami padi
dan kiserit mampu meningkatkan hasil padi gogo dan kedelai di tanah podzolik
merah kuning. Selain itu dapat dilakukan dengan penggunaan zeolit yang
merupakan kelompok mineral aluminosilikat yang memiliki ciri-ciri seperti:
mempunyai struktur yang khas, permukaan yang luas dan muatan negatif yang
tinggi, mengandung kation (seperti: Na+, K+, Ca2+, Mg2+). Sehubungan dengan
sifat-sifat tersebut bahan ini dapat digunakan sebagai: penjerap unsur atau
senyawa yang tidak diinginkan seperti logam berat, pembawa unsur hara,
meningkatkan kapasitas penyangga tanah, dapat menyimpan air. Oleh karena itu
kelompok mineral ini mempunyai prospek untuk bahan remediasi lahan bekas
tambang. Penggunaan zeolit dapat dilakukan dengan cara-cara ditebarkan langsung
ke tanah sebagai bahan pembenah tanah, dicampur dengan pupuk untuk meningkatkan
efisiensinya, sebagai campuran media tumbuh tanaman dan penjernih air kolam
atau tambak ikan dengan cara ditebar.
Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatakan pertumbuhan
tanaman dilahan ktritis yang mengalami kendala rehabilitasi lahan akibat
kurangnya unsur hara, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, toksisitas
alumunium dan rendahnya bahan organik adalah dengan penggunaan mikorisa
(Santoso dkk, 2006). Menurut Nuhamara (1994) sedikitnya ada 5 hal yang dapat
membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu dapat meningkatkan
absorpsi hara dari dalam tanah, berperan sebagai penghalang biologi terhadap
infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan
kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat
pengatur tumbuh lainnya seperti auxin dan menjamin terselenggaranya proses
biogeokemis.
3. Sistem Budidaya Lorong
Budidaya lorong adalah upaya pemanfaatan lahan dengan tanaman
tahunan dan tanaman semusim. Tanaman semusim ditanam di lorong tanaman pagar
yang umumnya berupa famili kacang-kacangan. Tanaman pagar berfungsi sebagai
penahan erosi dan penghasil bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas
lahan (IPB, 1987). Hasil penelitian Evenson dan Jost (1986) di Sitiung,
Sumatera Barat, menunjukkan bahwa tanaman pagar jenis Albisia menghasilkan
biomas dan nitrogen lebih banyak dibanding Kaliandra. Sedangkan Adiningsih dkk,
(1986) mengemukakan bahwa di Kuamang Kuning, Jambi, Kalindra dan Lamtoro
menghasilkan biomas lebih banyak daripada Flemengia congesta. Hasil
penelitian Hakim et al., (1993) menunjukkan bahwa budidaya lorong dengan rumput
raja (king grass) sebagai tanaman pagar dan rotasi jagung-kedelai atau jagung-jagung
sebagai tanaman lorong, dapat disarankan pada lahan kritis. Rumput raja selain
sebagai pupuk hijau juga dapat menekan laju erosi. Penanaman dengan jenis-jenis
legum cover crop pada bawah tegakana diharapkan akan meningkatkan ketersediaan
unsur hara melalui pengikatan nitrogen (nitrogen fixing) dan tambahan
bahan organik tanah.
4. Perlakuan Pertanian Organik
Pertanian organik adalah suatu bentuk pertanian yang tidak
menggunakan input sintesis seperti pestisida dan pupuk sehingga dapat menjaga
keberlanjutan sistem dalam waktu yang tidak terhingga. Namun demikian,
pertanian organik bukan sekedar pertanian tanpa bahan kimia. Pertanian organik
menggunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman, jarak tanam yang mencukupi
antar tanaman, penggabungan bahan organik ke dalam tanah dan penggunaan
pengendalian biologi untuk menaikkan pertumbuhan tanaman yang optimum dan
meminimumkan masalah hama. Pemakaian pestisida organik dipertimbangkan sebagai
upaya terakhir dan digunakan dengan hemat. Keberhasilan pertanian organik
tergantung pada program pengelolaan penggunaan input-input secara intensif
dalam rangka menghasilkan produktivitas tanaman yang optimum. Pelaksanaan
pengelolaan pertanian organik terdiri atas: (a) penambahan bahan organik
terdekomposisi, (b) rotasi tanaman untuk meningkatkan kesuburan dan mengurangi
serangan hama dan penyakit, (c) memakai pupuk hijau dan tanaman penutup untuk
memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan populasi organisme yang bermanfaat
dan mengurangi erosi, (d) pengurangan pengolahan tanah (minimum tillage)
untuk memperbaiki struktur tanah dan mengurangi erosi, (e) memakai tanaman
penangkal (trap crops), jasad pengendali biologi dan teknik manipulasi
habitat lainnya (seperti tumpang sari atau penggunaan pembatas) untuk
mempertinggi mekanisme pengendalian biologi alami pada pertanian, dan
(f) pembuatan zona penyangga dan pembatas untuk menandai area
penghasil organik dan membantu melindungi area tersebut dari bahan-bahan
terlarang. Zona penyanga ditanami dengan tanaman pemecah angin (wind
breaker) atau tanaman yang bukan untuk dipanen
Dalam kegiatan penanaman huatan dilahan terdegradasi dapat
dilakukan dengan penerapan teknik pemberian mulsa vertikal, yaitu limbah hutan
berupa seresah, sisa-sisa kayu, cabang, ranting dan bahan organik lainnya
dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat berupa saluraan menurut konturnya
sehingga akan terdekomposisi dan menjadi sumber unsur hara bagi tanaman
(Pratiwi, 2006).
5. Seleksi Tanaman Adaptif Pada Kondisi Cekaman
Lingkungan
Masalah mendasar dan tantangan berat yang harus dihadapi pada
lahan kritis adalah bagaimana mengubah lahan tersebut menjadi lahan produktif
dan bagaimana menghambat agar lahan kritis tidak semakin meluas. Karena itu
berbagai teknik rehabilitasi dan sistem budidaya yang tepat telah banyak
dicobakan pada lahan kritis tersebut. Upaya-upaya yang selama ini dilakukan
membutuhkan biaya yang cukup besar dan memerlukan dukungan semua pihak serta
perlu dukungan ahli ekofisiologi dan pemulia tanaman untuk menghasilkan
varietas tanaman pangan yang adaptif pada lahan kritis yang memiliki
karakteristik cekaman lingkungan tertentu (kesuburan rendah, ketersediaan air
terbatas/berlebih dan lain-lain). Tanaman pangan adaptif yang dimaksud adalah
tanaman yang di satu sisi mampu beradaptasi dan di sisi lain mampu berproduksi
secara optimal sehingga dapat diharapkan sebagai penyedia pangan di masa
mendatang
Terimakasih atas informasinya
BalasHapusirhamabdulazis271.student.ipb.ac.id