foto : perambah hutan diprovinsi jambi.
[Forester
untad blog] Perambahan hutan kian marak di setiap pulau diindonesia,
penurunan luas kawasan hutan sangat drastis dati tahun-ketahun. Entah siapa
yang harus disalahkan. Dari sektor manakah yang harus dibenahi?? Berikut beberapa
faktor pendorong / yang melatar belakangi terjadinya perambahan hutan diindonesia
a.
Perekonomian
masyarakat disekitar kawasan hutan yang masih rendah
Beberapa penelitian dan
pengalaman empiris telah menunjukkan bahwa hutan dan kehutanan di Indonesia
sangatlah terkait dengan kemiskinan. Temuan Center for Economic and Social
Studies (CESS, 2005) dari hasil pengolahan data Podes (Potensi Desa, 2003:
letak desa terhadap hutan), data BKKBN (2003: jumlah KK miskin) dan data
SUSENAS (2002: jumlah KK miskin), memperlihatkan bahwa persentase rumah tangga
miskin per desa yang terletak di dalam dan sekitar hutan, ternyata lebih besar
angkanya dibandingkan dengan rumah tangga miskin yang tinggal di desa luar
hutan. Sekitar 20 juta orang lagi tinggal di desa-desa dekat hutan dimana
enam juta orang diantaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan
(CIFOR 2004). Jika dikaitkan dengan jumlah keseluruhan penduduk miskin
Indonesia yang tinggal di pedesaan (14,6 juta penduduk pada tahun 2004), maka
jumlah kaum miskin yang tinggal di lingkungan hutan adalah hampir mencapai
sepertiga dari keseluruhan kaum miskin di Indonesia.
Adapun penyebab utama angka
kemiskinan pada masyarakat disekitar hutan yang tinggi adalah:
Laju pertumbuhan
penduduk disekitar kawasan hutan yang tinggi tidak diiringi dengan
alternatif sumber mata pencarian dan keterampilan teknis yang memadai.
Masyarakat disekitar hutan
rata-rata memiliki mata pencaharian dengan mengelola sumber daya alam yang
dimiliki/dikuasai. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi memunculkan
konsekuensi kebutuhan akan lahan perkebunan yang tinggi. Kondisi ini dapat
dipenuhi ketika masih banyak lahan terlantar yang belum dikelola, namun kondisi
akan berbeda jika lahan yang belum dikelola tersebut terbatas. Kondisi ini
memaksa masyarakat untuk membuka lahan untuk kebun mereka didalam kawasan
hutan.
b. Belum
optimalnya informasi tentang batas kawasan hutan
Penyebab okupasi/perambahan
yang kedua adalah tidak diketahuinya batas kawasan hutan oleh masyarakat
disekitar kawasan. Kondisi ketidaktahuan masyarakat ini menyebabkan mereka (masyarakat)
dalam melakukan pembukaan lahan untuk berkebun masuk kedalam kawasan hutan.
Kondisi ini minimal
disebabkan oleh 4 (empat) faktor, yaitu:
- Kurangnya informasi
tentang cara mengakses untuk memperoleh informasi tentang batas kawasan hutan.
Masyarakat tidak mengetahui
tempat dan cara untuk mengakses informasi terkait batas kawasan hutan terutama
kawasan hutan disekitar mereka. Informasi tentang batas kawasan hutan telah
tersedia di Dinas Kehutanan dan dapat diakses oleh publik namun masyarakat belum
mengetahui hal ini.
- Kurangnya kesadaran
masyarakat disekitar hutan untuk mengetahui batas kawasan hutan disekitar
mereka.
Masyarakat kurang memiliki
kesadaran untuk mengetahui informasi tentang batas kawasan hutan yang ada
disekitar mereka. Kondisi ketidakpedulian masyarakat ini juga disebabkan oleh
belum tegasnya penegakan hukum terkait perambahan/okupasi, sehingga masyarakat
cenderung untuk tidak peduli terhadap batas kawasan hutan.
- Lemahnya komunikasi antara
masyarakat dengan pemegang mandat kawasan hutan.
Pemegang mandat kawasan
adalah Pemerintah maupun perusahaan pemegang izin. Kurangnya komunikasi antara
pemegang mandat kawasan dengan masyarakat menyebabkan masyarakat tidak mengetahui
batas kawasan hutan.
- Belum optimalnya
keterlibatan masyarakat dalam proses penunjukan, penataan batas, penetapan dan
pemanfaatan kawasan hutan.
Proses menjadikan suatu
areal menjadi kawasan hutan membutuhkan proses dari dari tahap penunjukan, penataan
batas ( sementara dan definitif ), penetapan dan pengukuhan. Kesemua proses ini
dilakukan oleh pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah. Ketidakterlibatan
atau kurang terlibatnya masyarakat dalam rangkaian proses ini terutama
keterlibatan dalam artian strategi (turut berperan dalam pengambilan kebijakan)
adalah hal yang penting. Selama ini keterlibatan masyarakat hanya dijadikan
pemandu atau buruh dari Tim Tata Batas dalam melakukan kegiatannya.
- Masih terbukanya pasar
yang menampung hasil produksi kebun (misal: kelapa sawit dan karet)
masyarakat yang ada didalam kawasan hutan
Adanya pasar bagi produk
perkebunan masyarakat baik karet maupun kelapa sawit memunculkan keinginan
untuk menambah jumlah produksi. Hingga saat ini belum ada pasar yang menampung
karet maupun sawit untuk mengambil kebijakan untuk tidak menerima produksi dari
perkebunan yang berada didalam kawasan hutan. Ketiadaan sistem yang mengontrol
pasar untuk mencegah dipasarkannya produk kelapa sawit dan karet yang berasal
dari areal perkebunan illegal didalam kawasan hutan, menjadikan produksi
perkebunan sawit dan karet dari dalam kawasan hutan dapat dengan bebas beredar
dan diperjualbelikan. Untuk itu butuh mekanisme kontrol terhadap peredaran
produksi perkebunan ilegal dari dalam kawasan hutan.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???