I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan dan pergeseran paradigma pola
pengelolaan sumberdaya hutan saat ini telah memberi peluang kepada masyarakat
lokal untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya hutan. Pelibatan masyarakat
lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan diharapkan akan memberikan jaminan
keberlanjutan fungsi ekologi, produksi, dan fungsi sosial melalui pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya hutan, karena masyarakat lokal memiliki sejumlah
pengetahuan atau kearifan lokal sebagai hasil pembelajaran dan pengalaman
berinterkasi dengan lingkungan alaminya dalam jangka waktu yang panjang (Hamzari,
2007).
Kebijakan pembangunan
kehutanan harus beralih dari sentralistik menjadi desentralistik yang
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Peningkatan partisipasi masyarakat
baik dalam kebijakan dan juga dalam pengelolaan sumber daya hutan dapat
mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan. Kebijakan kehutanan saat ini
telah memberikan peluang nyata bagi masyarakat di dalam dan sekitar
kawasan hutan. Hal tersebut, antara lain dapat dilakukan dengan memberikan hak
akses kepada masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan hutan. Melalui
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan (sebelumnya adalah Keputusan Menteri Kehutanan No.31/KPTS-II/2001),
Pemerintah memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut mengelola lahan
kawasan hutan.
Kebijakan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) mengizinkan masyarakat untuk dapat mengelola sebagian dari
sumberdaya hutan dengan rambu-rambu yang telah ditentukan. Masyarakat
yang dipercaya membangun hutan dengan sistem berkelompok ini, akan mendapat
imbalan oleh pemerintah dalam bentuk kepastian penguasaan lahan dengan jenis
Izin Hak Kelola atau Ijin Usaha Pemanfaatan (bukan hak kepemilikan lahan).
Program HKm ini
dilaksanakan dengan cara memanfaatkan hutan lindung yang terlanjur dibuka oleh
masyarakat setempat melalui penanaman Tanaman Serba Guna (Multi Purpose Trees
Spesies) dan kawasan hutan produksi yang dapat ditanam dengan tanaman kayu
kayuan yang dapat diambil hasilnya dengan berpijak pada peraturan- peraturan
yang telah ditetapkan. Melalui program ini lahan yang semula terbuka bisa
tertutup kembali oleh Tanaman MPTS dan masyarakat dapat mengambil manfaat dari
hasil Tanaman MPTS tersebut (Arsyad, I
dan S. Rahaijo. , 2004).
Upaya pemerintah dalam
menanggulangi kerusakan hutan pada hutan lindung dengan memberdayakan
masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dilakukan melalui program KPH
khususnya Kesatuan pengelolaan Hutan lindung (KPH-L). Program ini ditujukan
untuk memberikan kepastian kepada masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya hutan dengan mementingkan kesejahteraan masyarakat dan
kelestarian hutan sehingga fungsi pokok dari hutan tidak terganggu.
Kesatuan KPH-L merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan yang
luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung.
Pemanfaatan hutan pada KPH-L hanya dapat dilakukan kegiatan berupa pemanfaatan
kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pada KPH-L Model Dampelas Tinombo dilakukan pemanfaatan hutan melalui kegiatan
HKm.
Rencana pemanfaatan HKm ini dilakukan pada Hutan Lindung
yang Letaknya berada pada kawasan KPH-L. Pemanfaatanan HKm ini dilakukan untuk
mengurangi tingkat kerusakan hutan pada hutan lindung dengan cara memanfaatkan tanaman MPTS. Selain
itu, perlu pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan lindung
melalui kegiatan HKm. Salah satu lokasi sasaran kegiatan HKm terletak pada desa
Talaga, Kecamatan Damsol.
1.2 Rumusan Masalah
Keterbatasan yang dimiliki pemerintah telah menyebabkan pemerintah
mengalami kesulitan mengelola sendiri hutan, sehingga muncul kesadaran bahwa
pembangunan kehutanan harus melibatkan semua pihak dan bertumpu kepada
Masyarakat. khususnya masyarakat lokal yang selama ini berinteraksi langsung
dan menggantungkan hidupnya dari hutan dan menempatkan masyarakat sebagai
pelaku utama pengelolaan sumber daya hutan.
Pada kawasan KPH-L belum dilakukan pemanfaatan hutan secara maksimal
sehingga efektifitas pengelolaan hutan pada hutan lindung di KPH masih kurang
memadai. Hal ini disebabkan karena tidak menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utama dalam mengambil keputusan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
hutan.
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan rencana pemanfaatan
Hutan Kemasyarakatan Pada Hutan lindung di wilayah KPH Model Dampelas Tinombo
sehingga masyarakatlah sebagai pelaku utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi serta menyusun Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
pada hutan Lindung di wilayah KPH Model Dampelas-Tinombo.
Kegunaan yang diharapkan
dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi
bagi instansi terkait dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hutan
khususnya hutan lindung di
wilayah KPH Model Dampelas-Tinombo.
II. TINJAUAN PUSTAKA
III.
MATERI DAN
METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama
tiga bulan yakni pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian
terletak di Kawasan KPH-L Model Dampelas Tinombo, Provinsi Sulawesi Tengah,
yang direncanakan sebagai Kawasan Hutan Kemasyarakatan tepatnya di Desa Talaga,
Kecamatan Damsol, Kabupaten Donggala.
3.1.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Hardware
: Personal Komputer
b. Software : Arcview 3,3.
c. Global
Posision Sistem (GPS)
d. Kamera
Digital
Bahan yang digunakan terdiri dari :
a. Citra
Landsat 7 TM
b. Peta
RBI Taman Nasional Lore Lindu
c. Data
Curah Hujan
d. Data
Topografi (Kelerengan)
e. Data
Jenis Tanah
f. Data
Tutupan Lahan
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Pengumpulan Data
Penelitian
ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer
merupakan data yang berhubungan erat dengan penelitian ini, sedangkan data
sekunder merupakan data penunjang dari penelitian ini.
Data primer, data ini diambil dari
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) selaku penyedia data lokasi
penelitian seperti Data Topografi, Data Panutupan Lahan, Data Curah Hujan dan Data Jenis Tanah. Badan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Palu-Poso (BPDAS Palu-Poso) sebagai penyedia data Sub DAS
Sopu.
Data Sekunder, data ini merupakan
penunjang dari penelitian ini. Data yang dimaksud yakni data keadaan penduduk
dan budaya yang ada dalam masyarakat dongi-dongi. Data tersebut berada dalam
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), selaku pemangku jabatan Taman
Nasional serta literatur-literatur yang
menunjang dalam penelitian ini.
3.2.2
Analisis
Data
3.2.2.1 Penentuan Analisis Tingkat
Kekritisan Lahan
Untuk
penetapan kekritisan lahan dalam suatu wilayah, maka nilai dari setiap faktor
dijumlahkan setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbangan sesuai
dengan besarnya pengaruh relatif terhadap kepekaan wilayah yang bersangkutan terhadap
erosi (Helmi, 2003).
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai penentuan kawasan hutan lindung
adalah :
SKOR = ( 20 x faktor kls
lereng) + (15 x faktor kls penutupan lahan) + (10 x faktor kls
tanah) + (10 x faktor kls curah hujan).
Hasil Kriteria
kekritisan lahan :
•
Ringan ( skor
55 – 160 )
•
Sedang ( skor 161 – 270 )
•
Berat ( skor 271 – 375 )
Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
Kelas Intensitas
Curah hujan
|
Intensitas Curah hujan
(mm/tahun)
|
Klasifikasi CH
|
1
|
3000-3500
|
Sangat rendah
|
2
|
3500-4000
|
Rendah
|
3
|
4000-4500
|
Sedang
|
4
|
4500-5000
|
Tinggi
|
5
|
5000-6000
|
Sangat Tinggi
|
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi
Faktor Topografi
Kelas
|
Kemiringan (%)
|
Klasifikasi
|
1
|
0 – 8
|
Datar
|
2
|
8 – 15
|
Landaian
|
3
|
15 – 25
|
Agak Curam
|
4
|
25 - 40
|
Curam
|
5
|
>
40
|
Sangat Curam
|
Sumber
: Asdak 1995
Klasifikasi
Faktor Tutupan Lahan
Tipe Penutupan Lahan
|
|
1
|
Hutan
|
2
|
Kebun
|
3
|
Kebun Teh
|
4
|
Sawah
|
5
|
Builtup
|
6
|
Ladang
|
7
|
Alang-alang/rumput
|
8
|
Semak
|
9
|
Lahan terbuka
|
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap
Erosi
Kelas tanah
|
Jenis tanah
|
1
|
Latosol coklat kemerahan
|
2
|
Asosiasi Latosol coklat
kemerahan dan latosol coklat
|
3
|
Asosiasi latosol dan regosol
kelabu
|
4
|
Andosol coklat kekuningan
|
5
|
Asosiasi andosol coklat dan
regosol coklat
|
6
|
Komplek regosol kelabu dan litosol
|
Sumber : Asdak 1995
3.2.2.2
Pembuatan
Peta Analisis Tingkat Kekritisan Lahan
Klasifikasi
dari faktor-faktor kekritisan lahan dengan skor yang ada, dimasukkan dalam
Software ArcView 3,3 untuk menghasilkan data tingkat kekritisan lahan
berdasarkan peta digital.
= Peta Kekritisan Lahan
Konsep Operasional
1. Analisis
adalah penetapan kebenaran suatu hal atau perumusan umum mengenai suatu gejala
dng cara mempelajari kasus atas kejadian khusus yg berhubungan dengan
hal itu atau penelaahan dan penguraian data hingga menghasilkan simpulan.
2. Kekritisan
Lahan adalah suatu keadan lahan yang kondisi fisiknya tidak dapat berfungsi
dengan baik sesuai dengan media produksi dan tata air.
3. Sistem
Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem yang digunakan untuk memetakan
kondisi dan peristiwa yang terjadi dimuka bumi dan Suatu komponen yang terdiri dari perangkat
keras, perangkat lunak dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif
untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam
suatu informasi berbasis geografis
4. Peta
Analog adalah dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan
teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat,
skala, arah mata angin dan sebagainya.
5. Curah
hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian
longsor dan erosi. Curah hujan sebesar 1 mm artinya adalah “tinggi” air hujan
yang terukur setinggi 1 mm pada daerah seluas 1 m2 (meter persegi).
Artinya “banyaknya” air hujan yang turun dengan ukuran 1 mm adalah 1 mm x 1 m2
= 0,001 m3 atau 1 liter.
6. Topografi
adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan bentuk objek lain. Objek dari
topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada
koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara
vertikal yaitu ketinggian.
7. Tutupan
Lahan adalah kondisi permukaan lahan yang didasarkan pada berbagai jenis tipe
lahan seperti hutan,sawah, ladang, kebun dan sebagainya.
8. Kepekaan
Jenis Tanah Terhadap erosi merupakan
mudah atau tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh jatuhnya butir-butir
hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???