I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan
sumberdaya alam hayati yang terdiri dari sumberdaya alam nabati
(tumbuh-tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan
unsur nonhayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk sumber daya alam
hutan yang mempunyai kedudukan serta peran yang penting bagi kehidupan manusia
sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara seimbang, selaras dan serasi
untuk kesejahteraan (Arif, 2001).
TAHURA (Taman
Hutan Raya) Sulawesi Tengah ditetapkan oleh menteri kehutanan dan perkebunan
dengan surat keputusan nomor 24/kpts-II/1999 tanggal 29 januari 1999 dengan
luas 7.128 Ha yang terletak pada dua wilayah administrasi pemerintahan yaitu
Kabupaten Sigi seluas 4.696,27 Ha dan Kota Palu seluas 2.431,73 Ha.
TAHURA (Taman
Hutan Raya) Sulteng yang berada pada kawasan Paneki-Poboya merupakan bagian
dari kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Kawasan TAHURA (Taman Hutan
Raya) dengan luas 7.128 Ha memiliki potensi yang cukup tinggi diantaranya
terdapat jenis fauna.
Sub DAS Sopu
merupakan salah satu daerah aliran sungai yang berada di dalam Kawasan Taman
Nasional Lore Lindu. Saat ini kondisi tanah dan airnya terlihat mengalami
penurunan kualitas lahan yang di sebabkan oleh adanya pengelolaan lahan oleh
masyarakat yang berada dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu yakni Masyarakat
Dongi-Dongi. Dengan adanya pengelolaan lahan tersebut mengakibatkan luas hutan
efektif menjadi semakin berkurang, produktifitas lahan menurun, fungsi Hidrologi
DAS tidak berfungsi dengan baik, seperti terjadi banjir pada musim penghujan
serta terjadinya erosi sehingga dapat menyebabkan Sub DAS tersebut menjadi
Kritis.
Dengan melihat kondisi Sub DAS Sopu yang cukup
luas serta letaknya yang berada di wilayah perambah dongi-dongi di didalam
kawasan Taman Nasional Lore Lindu, maka akan lebih mudah mengetahui tingkat
kekritisan Sub DAS Sopu dengan menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dalam
bentuk Sistem Informasi Geografi (SIG).
Sistem Informasi
Geografi (SIG) merupakan suatu sistem
yang di gunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di
muka bumi. SIG memiliki kapabilitas menghubungkan berbagai lapisan data di
suatu titik yang sama pada tempat tertentu, mengkombinasikan, menganalisis data
tersebut dan memetakan hasilnya. Sistem ini terdiri dari perangkat keras
(Hardware), perangkat lunak (Software) dan pengguna. Aplikasi SIG sangat
bermanfaat untuk mengolah data serta mengetahui tingkat kekritisan lahan pada
Sub DAS Sopu.
1.2
Rumusan Masalah
Adanya lahan kritis
pada Daerah Aliran Sungai yang sangat luas tidak terlepas dari ulah manusia
sendiri, kelalaian di masa yang lalu dan keterbatasan teknologi serta tekanan
penduduk atas lahan sangat tinggi, sehingga pemanfaatan lahan menjadi kurang
terarah yang menyebabkan terdegradasinya Daerah Aliran Sungai yang berfungsi
sebagai penyuplai air bagi keperluan mahluk hidup di bagian hilir atau
sekitarnya.
Sub DAS Sopu merupakan
Daerah Aliran Sungai yang berada di bagian hulu, yang secara langsung merupakan
pengatur tata air, serta seharusnya memiliki kondisi yang stabil dan mampu
berproduksi secara optimal sesuai dengan kemapuan lahannya.
Melihat
fungsi Sub DAS Sopu yang begitu besar, maka diperlukan adanya penelitian
mengenai tingkat kekritisan lahan pada Sub DAS Sopu menggunakan Sistem
Informasi Geografi (SIG), yang di aplikasikan untuk mengetahui tingkat
kekritisan lahan pada Sub DAS Sopu.
1.3
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan pada Sub
DAS Sopu, dengan menggunakan SIG yang menghasilkan peta tingkat kekritisan
lahan khususnya sekitar wilayah Dongi-dongi yang berada dalam kawasan Taman
Nasional Lore Lindu.
Kegunaan
dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
penelitian lebih lanjut mengenai kekritisan lahan serta menentukan tindakan
dalam prioritas penanganan kerusakan wilayah Sub DAS Sopu.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran
Sungai (DAS)
Daerah
Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa,
sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai lainnya
yang melalui daerah tersebut, dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal
dari curah hujan dan sumber-sumber air lainnya, penyimpanannya serta
pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya
demi keseimbangan daerah tersebut (Departemen kehutanan, 1993).
Daerah
Aliran Sungai (DAS) adalah salah satu daerah yang dibatasi oleh punggung bukit,
yang menerima, menampung dan mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke sungai
utama dan selanjutnya ke muara sungai, danau atau tempat-tempat tertentu
(Departemen Kehutanan, 1998).
Daerah
Aliran Sungai (DAS) mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air, pengaturan
tata air yang meliputi pengembangan, proses penyimpanan, dan penyebaran,
sebagai kawasan penyangga yang dapat mencegah terjadinya banjir dan erosi,
serta sebagai objek penelitian yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan
(Helmi, 2003).
2.2 DAS Sebagai Suatu
Ekosistem
Dalam
mempelajari ekosistem Daerah Aliran Sungai, keluaran tersebut dibagi menjadi
daerah Hulu, Tengah dan Hilir. Daerah Hulu DAS dialirkan oleh hal-hal sebagai
berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase yang lebih
tinggi, merupakan daerah kemiringan lereng lebih besar (lebih dari 15 %),
merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh drainase, sementara
daerah hilir dicirikan sebagai berikut : merupakan daerahpemanfaatan, kerapatan
drainase lebih kecil, merupakan daerah kemiringan lereng kecil sampai dengan
sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir
(genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunanirigasi. Daerah
Aliran Sungai (DAS) bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua keadaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbeda tersebut (Asdak, 1995).
Gangguan
terhadap suatu system Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya bermacam-macam,
teritama berasal dari penghuni Das itu sendiri yaitu manusia. Apabila fungsi
daerah suatu DAS terganggu, maka system Hidrologi akan terganggu, penangkapan
hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang, atau sistem
penyalurannya menjadi sangat boros kejadian tersebut akan menyebabkan
melimpahnya air pada musim hujan dan sebaliknya sangat minimnya air pada musim
kemarau. Hal ini membuat fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim
kemarau berbeda tajam. Jadi. Jika fluktuasi debit sungai sangat tajam, berarti
bahwa fungsi DAS tidak bekerja dengan baik, apabila itu terjadi bahwa kualitas
DAS tersebut rendah (Suripin, 2002).
Oleh
karena itu DAS merupakan suatu ekosistem, maka tindakan atau pengaruh terhadap
unsure atau suatu bagian dari wilayah DAS akan mempengaruhi kumpulan unsure
atau wilayah DAS secara keseluruhan.
2.3
Lahan Kritis
Mengacu pada pemahaman Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang baik dan dikelola dengan baik, maka mudah dipahami bahwa
penertian DAS kritis adalah Daerah yang telah mengalami penurunan produktifitas
dan penurunan fungsi (Departemen Kehutanan, 1992).
Lahan
kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya tidak dapat berfungsi secara baik
sesuai dengan media peruntukannya sebagai media produksi dan tata air
(Departemen Kehutanan, 1993).
Menurut
Wirakusumah (2003), kehilangan unsur hara tersebut sesungguhnya akan menurunkan
produktifitas lahan. Bila suatu lahan produktifitasnya telah rendah maka itu
akan ditinggalkan dan selanjutnya perlahan-lahan berubah menjadi semak belukar,
lahan seperti ini tidak produktif. Lahan yang tidak produktif dan telah
mengalami kerusakan fisik, kimia dan biologis untuk selanjutnya merupakan
istilah yang digunakan untuk lahan kritis.
Selanjutnya
dalam Hardjowigeno (2005), tanah kritis adalah tanah yang telah mengalami
kerusakan dan kehilangan fungsi hidrologisnya dan fungsi ekonominya. Dengan
perkataan lain, tanah tersebut tidak lagi mampu mengatur persediaan air serta
tidak mampu berproduksi. Pada umumnya, daerah-daerah tersebut mengalami kerusakan
akibat penggunaan tanah tanpa memperhatikan usaha-usaha pengawetan tanah dan
air.
2.4 Faktor Penyebab Lahan Kritis
2.4.1
Curah Hujan
Curah
hujan adalah salah satu unsur iklim yang
besar perannya terhadap kejadian longsor dan erosi (Sutedjo dan Kartasapoetra,
2002). Air hujan yang menjadi air limpasan permukaan adalah unsur utama
penyebab terjadinya erosi. Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi,
misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan
erosi dibanding hujan dengan curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih
lama (>1 jam). Intensitas hujan menentukan besar kecilnya erosi. Curah hujan
tahunan >2000 mm terjadi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini
berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi di wilayah pegunungan yang lahannya
didominasi oleh berbagai jenis tanah.
Faktor curah hujan
adalah besarnya erosivitas (indeks erosi hujan) tertentu, yang berhubungan
dengan jumlah dan intensitas hujan. Intensitas hujan menunjukkan banyaknya
curah hujan persatuan waktu yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam.
Indeks erosi hujan atau ukuran erosivitas. Untuk mendapatkan data tentang
intensitas hujan (I) dan intensitas hujan selama 30 menit maksimum harus
digunakan penakaran hujan otomatis (ombromotor) dimana banyaknya dan penambahan
hujan setiap saat dicatat secara otomatis dalam kertas pias (ombograf)(Rahim,
2000).
Tabel 1. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
Kelas Curah Hujan
|
Curah hujan (mm/tahun)
|
1
|
3000 – 3500 mm
|
2
|
3500 – 4000 mm
|
3
|
4000 – 4500 mm
|
4
|
4500 – 5000 mm
|
5
|
5000 – 6000 mm
|
Sumber : Asdak 1995
2.4.2 Faktor Topografi
Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan
bumi
dan objek lain seperti planet,
satelit alami
(bulan
dan sebagainya), dan asteroid.
Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk
permukaan saja, tetapi juga vegetasi
dan pengaruh manusia terhadap lingkungan,
dan bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief
permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Penggunaan kata
topografi dimulai sejak zaman Yunani kuno
dan berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu tempat. Kata
itu datang dari kata Yunani,
topos yang berarti tempat, dan graphia yang berarti tulisan.
Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum
menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang
dan garis bujur,
dan secara vertikal yaitu ketinggian.
Mengidentifikasi jenis lahan juga termasuk bagian dari objek studi ini. Studi
topografi dilakukan dengan berbagai alasan, diantaranya perencanaan militer
dan eksplorasi
geologi.
Untuk kebutuhkan konstruksi
sipil,
pekerjaan umum,
dan proyek reklamasi
membutuhkan studi topografi yang lebih detail (Rahim, 2000).
Kemiringan lereng
sangat berpengaruh terhadap aliran permukaan dimana makin curam lerengnya makin
besar jumlah dan aliran permukaan yang terjadi, selain itu dengan makin
curamnya lereng maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik keatas oleh
tumbukan butir hujan makin besar dan banyaklereng permukaan tanah yang tidak
selamanya memiliki keseragaman, penelitian tentang pengaruh keseragaman lereng
terhadap erosi dan aliran permukaan akan lebih kecil pada lereng-lereng yang
tidak seragam (Marwah, 2001).
Kemiringan dan panjang
lereng adalah dua faktor penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor
tersebut menentukan besarnya kecepatan air larian. Kecepatan air larian yang
besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputusdan panjang
serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar
untuk terjadinya alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menetukan besar-kecilnya
erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas
karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih
terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah (Asdak, 1995).
Tabel
2. Faktor Kelas Lereng
Kelas lereng
|
Lereng
|
1
|
0 – 8 % (datar)
|
2
|
8
– 15 % (bergelombang)
|
3
|
15
– 30 % (miring)
|
4
|
30
– 45 % (agak curam)
|
5
|
45
– 65 % (curam)
|
6
|
>
65 % (sangat curam)
|
Sumber : Asdak 1995
2.4.3
Faktor
Tutupan Lahan
Menurut Mahfuds (2001), Kondisi tutupan lahan
dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi
lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk
keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan
lahan mempunyai bobot 20%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan
perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 20). Klasifikasi tutupan lahan
dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 3. Faktor Penutupan Lahan
Kelas
Penutupan Lahan
|
Tipe
Penutupan Lahan
|
1
|
Hutan
|
2
|
Kebun
|
3
|
Kebun Teh
|
4
|
Sawah
|
5
|
Builtup
|
6
|
Ladang
|
7
|
Alang-alang/rumput
|
8
|
Semak
|
9
|
Lahan terbuka
|
Sumber
: Asdak 1995
2.4.4
Faktor
Jenis Tanah
Pengolahan data jenis tanah adalah dengan pendekatan
terhadap kepekaan jenis tanah tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah
memiliki struktur dan porositas yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface run off) yang berbeda antara
jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran
permukaan maka kepekaannya semakin rendah, sebaliknya semakin rendah jenis
tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin tinggi. Berikut adalah
klasifikasi jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi(Sitorus,
2004).
Kelas tanah
|
Jenis tanah
|
1
|
Latosol coklat
kemerahan
|
2
|
Asosiasi
Latosol coklat kemerahan dan latosol coklat
|
3
|
Asosiasi
latosol dan regosol kelabu
|
4
|
Andosol coklat
kekuningan
|
5
|
Asosiasi
andosol coklat dan regosol coklat
|
6
|
Komplek
regosol kelabu dan litosol
|
Sumber : Asdak 1995
2.5
Rehabilitasi Lahan Kritis Daerah Aliran Sungai
Upaya dalam mempertahankan untuk
meningkatkan produktifitas lahan kritis pada daerah lading, hutan pemukiman dan
dan Daerah Aliran Sungai (DAS), hendaknya didekati dengan penerapan sistem
konservasi melalui pola tanam dan upaya meningkatkan kesuburan tanah dengan
cara memberikan bahan organic ( Muliadi, 1992).
Reboisasi
atau penghijauan adalah salah satu bentuk program berdimensi lingkungan yang
ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya lingkungan (lahan) yang
dinilai kritis dengan melindungi permukaan tanah dan vegetasi atau serasah
vegetasi sehingga kerusakan tanah akibat pengikisan dan penghanyutan dapat dikendalikan
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005).
2.6 Sistem Informasi Geografis
(SIG)
Menurut Prahasta (2001), Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah alat dengan sistem computer yang digunakan
untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi dimuka bumi. Teknologi SIG
ini dapat mengintegrasikan sistem operasi data base seperti query dan analisis
statistik dengan berbagai keuntungan analisis geografis yang ditawarkan dalam
bentuk peta. Dengan kemapuan pada sistem pemetaan (informasi pemetaan) yang
membedakannya dengan sistem informasi yang lainnya seperti data base, maka SIG
banyak digunakan oleh masyarakat, pengusaha dan berbagai instansi untuk
menjelaskan berbagai peristiwa, memprediksi hasil dan perencanaan strategis.
SIG memiliki capabilitas menghubungkan berbagai lapisan data pada titik yang
sama pada tempat tertentu, mengkombinasikan, menganalisis data tersebut, dan
memetakan hasilnya. Teknologi ini juga dapat mendeskripsikan karakteristik
objek pada suatu peta dan menentukan posisi koordinatnya, melakukan query dan
analisis spasial serta mampu menyimpan, mengelola, mengupdate data secara
terorganisir dan efisien.
Secara
prinsip tujuan pemrosesan data pada Teknologi SIG yaitu mempresentasekan :
Ø Input
Ø Pengelolaan
Ø Manipulasi
Ø Queri
Ø Analisis
Ø Visualisasi
Pengertian Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic
Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk
bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau
dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan
khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan
dengan seperangkat operasi kerja (Prahasta, 2001).
Menurut Puntodewo (2003) Sistem Informasi geografi adalah
suatu sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan
data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geogrfis di bumi
(georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data
dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat
dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan
dengan geografi.
Menurut Hamzari (2001), Di dalam SIG terdapat data spasial. Dimana data spasial
tersebut terdiri dari dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain,
yaitu informasi lokasi dan informasi atribut. Kedua informasi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
·
Informasi
Lokasi atau Informasi Spasial. Contohnya adalah informasi lintang dan bujur.
Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasikan lokasi misalnya adalah kode pos.
·
Informasi
Atribut (Deskriptif) atau Informasi Non
Spasial. Contohnya Jenis Vegetasi, Populasi, Pendapatan per tahun, dan
lain-lain.
III.
MATERI
DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan Tempat
Penelitian
ini dilaksanakan selama tiga bulan, yakni pada bulan Oktober sampai Desember
2011. Lokasi penelitian di Dusun Watutela, Kelurahan Tondo Kecamatan Palu Timur
Kota Palu Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).
3.1.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu :
a. Hardware
: Personal Komputer
b. Software : Arcview 3,3.
c. Global
Posision Sistem (GPS)
d. Kamera
Digital
Bahan
yang digunakan terdiri dari :
a. Citra
Landsat 7 TM
b. Peta
RBI Taman Nasional Lore Lindu
c. Data
Curah Hujan
d. Data
Topografi (Kelerengan)
e. Data
Jenis Tanah
f. Data
Tutupan Lahan
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Pengumpulan Data
Penelitian
ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer
merupakan data yang berhubungan erat dengan penelitian ini, sedangkan data
sekunder merupakan data penunjang dari penelitian ini.
Data
primer, data ini diambil dari Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL)
selaku penyedia data lokasi penelitian seperti Data Topografi, Data Panutupan
Lahan, Data Curah Hujan dan Data Jenis
Tanah. Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Palu-Poso (BPDAS Palu-Poso)
sebagai penyedia data Sub DAS Sopu.
Data
Sekunder, data ini merupakan penunjang dari penelitian ini. Data yang dimaksud
yakni data keadaan penduduk dan budaya yang ada dalam masyarakat dongi-dongi.
Data tersebut berada dalam Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL),
selaku pemangku jabatan Taman Nasional
serta literatur-literatur yang menunjang dalam penelitian ini.
3.2.2
Analisis
Data
3.2.2.1 Penentuan Analisis Tingkat
Kekritisan Lahan
Untuk
penetapan kekritisan lahan dalam suatu wilayah, maka nilai dari setiap faktor dijumlahkan
setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbangan sesuai dengan besarnya
pengaruh relatif terhadap kepekaan wilayah yang bersangkutan terhadap erosi (Helmi, 2003). Persamaan yang
digunakan untuk menghitung nilai penentuan kawasan hutan lindung adalah :
SKOR = ( 20 x faktor kls
lereng) + (15 x faktor kls penutupan lahan) + (10 x faktor kls
tanah) + (10 x faktor kls curah hujan).
Hasil
Kriteria kekritisan lahan :
•
Ringan ( skor
55 – 160 )
•
Sedang ( skor 161 – 270 )
•
Berat ( skor 271 – 375 )
Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
Kelas Intensitas
Curah hujan
|
Intensitas Curah hujan
(mm/tahun)
|
Klasifikasi CH
|
1
|
3000-3500
|
Sangat
rendah
|
2
|
3500-4000
|
Rendah
|
3
|
4000-4500
|
Sedang
|
4
|
4500-5000
|
Tinggi
|
5
|
5000-6000
|
Sangat
Tinggi
|
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi
Faktor Topografi
Kelas
|
Kemiringan (%)
|
Klasifikasi
|
1
|
0
– 8
|
Datar
|
2
|
8
– 15
|
Landaian
|
3
|
15
– 25
|
Agak Curam
|
4
|
25
- 40
|
Curam
|
5
|
>
40
|
Sangat Curam
|
Sumber
: Asdak 1995
Klasifikasi
Faktor Tutupan Lahan
Tipe
Penutupan Lahan
|
|
1
|
Hutan
|
2
|
Kebun
|
3
|
Kebun Teh
|
4
|
Sawah
|
5
|
Builtup
|
6
|
Ladang
|
7
|
Alang-alang/rumput
|
8
|
Semak
|
9
|
Lahan terbuka
|
Sumber
: Asdak 1995
Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi
Kelas tanah
|
Jenis tanah
|
1
|
Latosol
coklat kemerahan
|
2
|
Asosiasi
Latosol coklat kemerahan dan latosol coklat
|
3
|
Asosiasi
latosol dan regosol kelabu
|
4
|
Andosol
coklat kekuningan
|
5
|
Asosiasi
andosol coklat dan regosol coklat
|
6
|
Komplek
regosol kelabu dan litosol
|
Sumber
: Asdak 1995
3.2.2.2
Pembuatan
Peta Analisis Tingkat Kekritisan Lahan
Peta Curah hujan
|
Peta Tanah
|
Peta kelerengan
|
Peta Penutupan Lahan
|
= Peta Kekritisan Lahan
Konsep
Operasional
1. Analisis
adalah penetapan kebenaran suatu hal atau perumusan umum mengenai suatu gejala
dng cara mempelajari kasus atas kejadian khusus yg berhubungan dengan
hal itu atau penelaahan dan penguraian data hingga menghasilkan simpulan.
2. Kekritisan
Lahan adalah suatu keadan lahan yang kondisi fisiknya tidak dapat berfungsi
dengan baik sesuai dengan media produksi dan tata air.
3. Sistem
Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem yang digunakan untuk memetakan
kondisi dan peristiwa yang terjadi dimuka bumi dan Suatu komponen yang terdiri dari perangkat
keras, perangkat lunak dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara
efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam
suatu informasi berbasis geografis
4. Peta
Analog adalah dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan
teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat,
skala, arah mata angin dan sebagainya.
5. Curah
hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian
longsor dan erosi. Curah hujan sebesar 1 mm artinya adalah “tinggi” air hujan
yang terukur setinggi 1 mm pada daerah seluas 1 m2 (meter persegi).
Artinya “banyaknya” air hujan yang turun dengan ukuran 1 mm adalah 1 mm x 1 m2
= 0,001 m3 atau 1 liter.
6. Topografi
adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan bentuk objek lain. Objek dari
topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada
koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara
vertikal yaitu ketinggian.
7. Tutupan
Lahan adalah kondisi permukaan lahan yang didasarkan pada berbagai jenis tipe
lahan seperti hutan,sawah, ladang, kebun dan sebagainya.
8. Kepekaan
Jenis Tanah Terhadap erosi merupakan
mudah atau tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh jatuhnya butir-butir
hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???