ANALISIS KEMAMPUAN SISWA KELAS V SDN INPRES 3 TALISE DALAM MENGOMENTARI
PERISTIWA FAKTUAL YANG TERJADI DI SEKOLAH.
A.
Latar Belakang
Kualitas
pendidikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah Guru. Dalam
sistem pendidikan guru menempati posisi sentral dan merupakan ujung tombak
pendidikan. Guru adalah orang yang terlibat langsung dalam upaya mempengaruhi,
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anak didik supaya menjadi manusia
cerdas, terampil dan bermoral tinggi atau memanusiakan manusia. Guru dituntut
untuk memiliki kemampuan sebagai pendidik dan pengajar yang harus menguasai
materi pelajaran di dalam menyampaikannya.
Suatu
proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika tujuan pembelajaran tercapai.
Tapi kenyataan yang ditemukan di lapangan sering tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Hal ini disebabkan karena belum lengkapnya sistem dalam pengajaran,
antara lain : bahan ajar, fasilitas, metode dan kemampuan guru. Faktor
pendukung utama tercapainya tujuan pembelajaran tidak lepas dari peran guru itu
sendiri dan juga peran aktif dari siswa.
Salah
satu bahan ajar di SD yaitu berbicara, dalam proses belajar mengajar diharapkan
anak-anak dapat mengembangkan dan mengungkapkan ide-ide, pikiran, perasaan
melalui kegiatan berbicara seperti yang dikemukakan oleh Stewart dan Kenner
Zimmer (Depdikbud, 1984/85:8)
Namun
berdasarkan penelitian di SDN Inpres 3 Talise, ditemukan bahwa kemampuan
berbicara siswa kelas V SDN tersebut dikategorikan masih rendah. Hal tersebut
dibenarkan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan berdasarkan hasil
wawancara dengan guru, hal ini disebabkan antara lain siswa kurang dilibatkan
dalam aktivitas berbicara, mereka lebih banyak mendengar sajian guru. Guru
lebih mendominasi kegiatan pembelajaran tanpa memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang pemahamannya.
Berdasarkan
pemaparan di atas, agar diketahui
tingkat kemampuan siswa SDN Inpres 3 Talise kelas V, maka peneliti melakukan tanya jawab kepada siswa kelas V,
dalam soal tanya jawab tersebut berisikan peristiwa faktual tentang
keterlambatan siswa dalam jam masuk
sekolah. Dari pertanyaan soal tersebut siswa diharapkan dapat mengomentari peristiwa faktual tersebut, melalui berita faktual
ini peneliti menilai pada kosakata yang digunakan siswa, panjang lebarnya
komentar yang diberikan siswa, dan tutur kalimat yang digunakannya.
Dengan melalui tanya jawab ini siswa dapat
diajak untuk menguraikan kata-kata serta membantu meningkatkan kreatifitas
berfikir siswa, sehingga siswa mampu berbicara dan berpikir dengan jelas karena
mereka merasa terlibat dan mendapatkan kesan yang akan mudah diingat.
Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis
Kemampuan Siwa Kelas V SDN Inpres 3 Talise dalam mengomentari peristiwa faktual
yang terjadi di sekolah”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah kemampuan siswa kelas V SDN 3 Talise dalam mengomentari
peristiwa faktual yang terjadi di sekolah ?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas
V SDN Inpres 3 Talise dalam mengomentari peristiwa faktual disekolah.
D.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi
peneliti
Sebagai
upaya bagi peneliti untuk memperdalam pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan
mengembangkan potensi dalam meneliti.
2. Bagi
siswa
Sebagai
bahan informasi untuk dijadikan tolak ukur dalam mengetahui kemampuan berbicara
yang dimilikinya.
3. Bagi
guru
Sebagai
masukan bagi guru agar memperhatikan tingkat kemampuan berbicara siswa dalam
berbahasa.
4. Bagi
sekolah
Sebagai
bahan masukan bagi sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya
bidang studi bahasa Indonesia.
E.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas
yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah : “ bahwa siswa
kelas V SDN Inpres 3 Talise belum mampu mengomentari peristiwa faktual di
sekolah.”
F.
Ruang
Lingkup penelitian
Untuk lebih memfokuskan penelitian
pada permasalahan yang telah dirumuskan, penulis memberikan batasan ruang
lingkup dalam penelitian ini yakni Peristawa faktual yang terjadi di sekolah
dan kemampuan barkomentar siswa kelas V SDN Inpres 3 Talise, sasaran utama
penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Inpres 3 Talise.
G.
Kajian
Pustaka
Kajian pustaka yang digunakan
sebagai acuan dalam menyusun, menata dan mendeskripsikan penelitian nantinya,
yakni berdasarkan pendapat-pendapat dari para ahli bahasa yang relevan dengan
kajian tulisan yang dibuktikan dengan menyajikan sejumlah teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang sesuai dengan kajian penelitian ini. Landasan
teori yang dibahas dalam penelitian ini akan berkaitan dengan beberapa
pengertian, tujuan, dan faktor penunjang dan penghambat dalam berbicara.
1.
Pengertian Analisis
Analisis berasal dari bahasa
yunani, analisis suatu pemeriksaan dan penafsiran mengenai hakikat dan makna
suatu pemisahan dari suatu keseluruhan, ke dalam bagian-bagian komponennya.
Suatu pemeriksaan terhadap keseluruhan untuk mengungkapkan unsur-unsur dan
hubungannya (Komaruddin, 2002:96).
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia
kontemporer (1991:96). Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa
(perbuatan, karangan, dan sebagainya).
Analisis
adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen
sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan
fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.
2. Berbicara
Berbicara
menurut Hendrikus (1991:14) merupakan titik tolak dan retorika, yang berarti
mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi/memberi motivasi).
Menurut
Tarigan (2003:37)” berbicara merupakan keterangan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan, bicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, dan menyampaikan
pikiran, gagasan serta perasaan.”
Nurgiyantoro,
(2001:276) menyatakan berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan
manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan,
berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk
mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan
bahwa berbicara merupakan proses komunikasi secara lisan yang di dalamnya
terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain yang bertujuan untuk
menyampaikan pesan atau informasi kepada seseorang atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan dan maksud tertentu.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah mengungkapkan pikiran, perasaan dan
gagasan kepada orang lain agar terjalin komunikasi yang baik antara satu orang
dengan yang lain.
3.
Faktor
Penunjang Kegiatan Berbicara
Berbicara
atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu menyampaikan pesan
secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audiens atau majelis,
supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audiens dengan baik,
perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara.
Muhadjir (1995:22) “mengungkapkan bahwa dalam berbicara diperlukan hal-hal
diluar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan
penguasaan bahasa, keberanian dan ketenangan., kesanggupan, menyampaikan ide
dengan lancar dan teratur”.
Secara terperinci Maidar (1991:18)
mengemukakan bahwa:
Beberapa
faktor penunjang pada kegiatan berbicara antara lain : faktor kebahasaan
meliputi. Ketetapan ucapan, penetapan tekanan nada sendi atau durasi yang
sesuai, pilihan kata, ketetapan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, ketetapan
sasaran pembicaraan. Dan faktor non kebahasaan terdiri sikap yang wajar, tenang
dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan ke lawan bicara, kenyaringan suara,
kelancaran, relevansi/penalaran, dan penguasaan topik.
Dari
pendapat tersebut dapat di artikan bahwa dalam berbicara diperlukan ketetapan
ucapan, pilihan kata, ketetapan penggunaan kalimat, selain itu dalam berbicara
juga diperlukan sikap tenang atau tidak kaku, pandangan diarahkan kelawan
bicara, suara disesuaikan, kelancaran serta menguasai apa yang ingin dibicarakan.
4.
Faktor
Penghambat Kegiatan Berbicara
Proses
komunikasi pada dasarnya sering mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan
yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
pembicara.
Sujanto
(1988:192) mengemukakan bahwa:
Ada tiga
faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, meliputi: 1) faktor fisik
yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri
dan faktor yang berasal dari partisipan.
2) faktor media,
faktor
linguistik dan faktor non linguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan,
dan isyarat gerak bagian tubuh, dan
3) faktor psikologi,
yaitu kondisi kejiwaan partisipan komunikasi,
misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.
5.
Tujuan Berbicara
Menurut
Maidar dan Mukti (1987:17), tujuan utama untuk berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif,
sudah seharusnya pembicara memahami makna segala yang ingin dikomunikasikannya.
Apabila terjalin komunikasi yang baik maka akan tercipta hubungan kerjasama
yang baik pula. Berbicara dapat menjadi solusi utama untuk memecahkan persoalan
yang terjadi. Karena dengan berbicara yang baik seseorang akan mengetahui
maksud dari apa yang telah dibicarakan.
Dalam
berbicara, pembicara haruslah memahami seagala makna yang ingin dy bicarakan
agar terjalin kerja sama yang baik pula, berbicara juga dapat dijadikan solusi
utama untuk menyelesaikan suatu persoalan yang terjadi karna dengan berbicara
yang baik pembicara akan mengetahui maksud dengan apa yang dibicarakannya.
.
Djago
Tarigan (dalam Novi Resmini dkk, 2006:193) mengemukakan tujuan berbicara yaitu;
1. Berbicara
untuk menghibur
Bertujuan
untuk menghibur orang dengan berbicara tentang lelucuan/ humor yang dapat
membuat orang merasa terhibur.
2. Berbicara
untuk menginformasikan
Bertujuan untuk memberikan informasi
kepada seseorang dengan maksud dan
tujuan tertentu.
3. Berbicara
untuk menstimulasi
Bertujuan untuk memberikan rangsangan
kepada pendengar agar melakukan apa yang dikehendaki oleh pembicara.
4. Berbicara
untuk meyakinkan
Bertujuan untuk meyakinkan pendengar
agar meyakini dengan apa yang dimaksud oleh pembicara.
5. Berbicara
untuk menggerakkan.
Dalam berbicara untuk menggerakkan
diperlukan pembicara yang berwibawa,
panutan atau tokoh idola masyarakat. Agar dapat menggerakan pendengar yang
mendengarkan untuk melakukan apa yang dikehandaki oleh pembicara. Melalui kepintarannya dalam berbicara,
kecakapan memanfaatkan situasi tambah
penguasaannya terhadap apa yang dia bicarakan, pembicara dapat menggerakkan
pendengarnya.
Dapat
disimpulkan bahwa tujuan berbicara antara lain adalah tujuan menghibur orang,
menginformasikan suatu pesan, memberikan rangsangan kepada pendengar agar
melakukan apa yang dikehendaki oleh pembicara. Berbicara dapat meyakinkan
pendengar agar meyakini, memahami dan menuntuti kebenaran dari pembicara. Berbicara
dengan tujuan menstimulasi dan meyakinkan dapat menggerakan pendengar yang
mendengarkan untuk melakukan apa yang dikehendaki pembicara.
6.
Kemampuan
Berbicara
Menurut
Tarigan (dalam Maidar dan Mukti, 1988:17), menyatakan bahwa kemampuan berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan perasaan.
Pendengar menerima informasi dari rangkaian nada, tekanan, dan penampatan
persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka maka akan ditambah
dengan mimik pembicara.
Speaking atau
kemampuan berbicara adalah tindakan untuk menghasilkan ujaran yang bertujuan
untuk mengungkapkan pendapat, ide-ide atau keinginan dalam rangka
mempertahankan hubungan sosial atau hanya sekedar untuk menyampaikan informasi.
Kemampuan berbicara dalam hal ini dipandang bukan lagi sebagai ilmu melainkan
lebih dipandang sebagai skill atau kemampuan karena memperolehnya perlu
diperaktekkan atau digunakan. Hanya melalui praktek dan latihan berbicara
secara memadai, kemampuan siswa dalam berbicara bisa meningkat. Mark D. Offner
(dalam Djenar 2009:11).
Kemampuan
berbicara merupakan kemampuan diperoleh dari mempraktekkan dan latihan
berbicara secara berkesinambungan agar kemampuan berbicara yang dimilki semakin
meningkat. Agar seseorang mampu berbicara dengan baik dan benar maka kemampuan
berbicara yang dimiliki oleh seseorang maka perlu dilatih secara terus manerus.
Dengan bertambahnya kemampuan berbicara yang dimiliki seseorang maka akan
mengembangkan kemampuan intelegensi dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menghadapi permasalahan yang terjadi.
Djago
Tarigan (dalam Isah Cahyani dan Hodijah, 2007:60), menyatakan bahwa berbicara
adalah kemampuan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan
dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat besar. Pesan yang diterima
oleh pendengar tidak dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi
bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa dalam
bentuk semula. Dalam berbicara, pembicara harus paham tentang isi dari yang
dibicarakan agar dapat menyampaikan pesan kepada orang lain dengan baik dan
benar.
Arsjad (dalam Isah Cahyani dan Hodijah,
2007:60), mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Dapat dipahami berbicara lebih dari sekedar mengucapkan
bunyi atau kalimat saja, melainkan bahasa merupakan suatu alat untuk
mengungkapkan gagasan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar.
Berdasarkan
uraian di atas maka kemampuan berbicara
adalah suatu kemampuan dalam
dalam hal mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan secara
lisan agar apa yang diucapkan oleh pembicara dapat dipahami oleh pendengar.
Kemampuan tersebut diperoleh dari praktek dan latihan secara terus menerus
sehingga kemampuan berbicara yang dimiliki seseorang semakin meningkat.
1.
Metode
Penelitian
A.
Lokasi
Penelitian
a.
Populasi
dan sampel
Penelitian
ini dilaksanakan di SDN Inpres 3 Talise
yang terdiri dari 6 kelas yang keseluruhan siswanya berjumlah 215 siswa.
1.
Populasi
Menurut
Nana Danapriatna dan Roni Setiawan ( 2005: 4) menjelaskan bahwa populasi adalah
keseluruhan dari karakteristik ( unit/ individu/ kasus/ barang/peristiwa) hasil
pengukuran yang menjadi objek penelitian.
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Inpres 3 Talise yang terdiri dari 215 orang siswa dengan kemampuan yang
heterogen.
Jadi
jelas terlihat bahwa populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa yang ada
di SDN Inpres 3 Talise oleh karna itu sebagai bahan pertimbangan akan
dikemukakan, keadaan murid di sekolah tersebut di atas tahun ajaran 2011/2012
sebanyak 215 orang.
Tabel
1
Keadaan
Siswa SDN Inpres 3 Talise
No
|
Kelas
|
Jumlah Siswa
|
Jumlah
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1
|
I
|
16
|
19
|
35
|
2
|
II
|
20
|
16
|
36
|
3
|
III
|
17
|
19
|
36
|
4
|
IV
|
15
|
16
|
31
|
5
|
V
|
21
|
17
|
38
|
6
|
VI
|
20
|
19
|
39
|
|
Jumlah Keseluruhan
|
215
|
Sumber SDN Inpres 3
Talise
2.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil untuk mewakili populasi. Penentuan sampel diambil berdasarakan
pendapat Arikunto (1991) yaitu apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua. Selanjutnya jika subyeknya lebih besar dapat diambil antara 10 -
15 % atau 20 – 25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari tenaga dan
waktu.
Mengacu pada pendapat tersebut, maka
penulis menentukan sampel dengan menentukan metode Proporsive Sampling artinya
jumlah seluruh siswa bila diambil 20%, jadi kelas yang tepat untuk dijadikan
sampel adalah kelas V dengan jumlah siswa 38 orang, 21 orang laki-laki dan 17 orang
perempuan.
Tabel 2
Sampel Siswa
Kelas V SDN Inpres 3 Talise
No
|
Jenis kelamin
|
Jumlah Siswa
|
1.
|
Laki-laki
|
21
Orang
|
2.
|
Perempuan
|
17 Orang
|
|
Jumlah
|
38 Orang
|
Sumber SDN Inpres 3
Talise
B. Teknik pengumpulan data.
Sesuai
dengan bentuk penelitian dan sumber data, teknik pengumpulan data yang
dimanfaatkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Angket
Angket yang digunakan untuk memperoleh
informasi kemampuan berbicara siswa terhadap peristiwa faktual yang terjadi di
sekolah.
2. Wawancara
Wawancara
adalah teknik pengumpulan data, yang digunakan peneliti untuk mendapatkan
keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan
orang yang dapat memberikan keterangan pada sipeneliti (Mardalis, 2006:64).
3. Observasi
Observasi
yaitu pengamatan dan pencatatan yang
secara langsung dilakukan penulis, sehubungan dengan masalah-masalah yang akan
diteliti.
4. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan dokumen dan arsip. Basuki
(dalam Puspitasari, 2007: 32) menyebutkan bahwa penelitian akan lebih muda dan
dapat bertahan lama jika diadakan perekaman, baik itu dalam bentuk foto, buku,
maupun perekaman suara. Semua itu disebut dokumen. Tujuan dari dokumentasi
adalah menyelenggarakan kegiatan dokumenter dalam memilih informasi yang dibawa
oleh berbagai wahana dan butir pengetahuan. Dokumen yang dikumpulkan harus utuh
dan mutakhir.
Sedangkan
untuk menganalisis data hasil observasi dan wawancara, dimana peneliti akan
menggunakan analisis data yang dilakukan melalui tiga tahap yang terjadi secara
bersamaan (Miles dan Huberman 1992:16), yaitu:
a. Reduksi
data: dalam tahap ini dilakukan pemilihan, penyeleksian, penyederhanaan data,
mentransformasi data yang terjaring dari lapangan, data tersebut digolongkan,
membuang data yang tidak dibutuhkan dan mengorganisasikan data menurut
permasalahannya masing-masing.
b. Penyajian
data; dalam tahap ini peneliti melakukan penyusunan sekumpulan informasi yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
penyajian data.
c. Verifikasi
(penarikan kesimpulan); pada tahap ini bahwa sekumpulan informasi data yang
tersusun melalui penyajian data, dilakukan suatu verifikasi atau penarikan
kesimpulan terhadap data yang disusun. .
C.
Teknik Analisis data
Analisis data
yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. analisis data dengan pendekatan
kualitatif adalah analisis dengan menjawab masalah penelitian dalam bentuk
deskripsi.
Proses
penganalisaan data ini dilakukan dengan menggunakan rumus:
P
=
x 100 %
(Anas Sudijono 1989: 40)
Keterangan :
P = Presentase yang dicapai
F = jumlah bobot nilai masing-massing
aspek
N = Jumlah sampel
100%= Ketentuan umum/angka tetap
DAFTAR
PUSTAKA
Agustina,
2010. Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Dengan Metode Diskusi Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kelas V SDN Inpres 3 Tondo . Palu . Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Tadulako.
Hendrikus.
1991. Retorika. kanisius, Yogyakarta.
Maidar
dan Mukti. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
.
Nurgiantoro
. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra edisi
III,
Yogyakarta: BPFE
Muhadjir.
1995. “Berbicara” dalam menjalankan pengajaran Bahasa dan Sastra Volume
1 No.3. Tahun 1975: Depdikbud.
Tarigan,
Djago, Dkk. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Sujanto.
1988. Membaca, Menulis, Berbicara untuk MKDU Bahasa Indonesia.
Jakarta : Erlangga.
Kartini
Saleng, 2010. Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Tanya Jawab Siswa Kelas
2 SDN 2 Kamonji. Palu. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Tadulako.
Komaruddin.
2002. Pengertian Analisis . ( Online), (http://www.google .co.id.
Diakses 28 Juli 2012).
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???