Teknik
dan Metode Penilaian-Penilaian Ekonomi SDH
a. Teknik-Teknik Berbasis Pasar
Menggunakan transaksi pasar sebagai
suatu indikator nilai merupakan pendekatan valuasi yang paling banyak
digunakan. Dengan barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar, nilai yang
diberikan oleh pelaku pasar pada komoditi dicerminkan oleh harganya.
Harga-harga digunakan untuk menentukan nilai (Fakultas Kehutanan IPB, 1999)
sebagai berikut :
1) Pendekatan Harga Pasar
Demand sumberdaya alam diukur atas
dasar asumsi bahwa banyak faktor yang mungkin mempengaruhi demand, seperti
pendapatan individu, harga barang dan jasa yang berkaitan, dan selera serta preference
yang tidak berubah selama periode penelitian. Dengan asumsi seperti ini, kurva
demand dugaan adalah ukuran sistematik dari bagaimana orang menilai sumberdaya.
Jadi langkah pertama penggunaan metode ini adalah menduga fungsi demand. Untuk
barang yang tidak mempunyai pasar tentu metode ini menjadi tidak mungkin
diterapkan.
Harga pasar adalah hasil interaksi
antara konsumen dan produsen terhadap supplay dan demand barang dan jasa. Jika
transaksi ini dilakukan dengan menggunakan uang, nilai yang terbangun di pasar
adalah harga pasar. Asumsi yang menopang disini bahwa harga ini mencerminkan
harga efisiensi ekonomi. Namun demikian, ini tidak selalu benar. Pada umumnya
terdapat distorsi harga yang berupa pajak, subsidi, perubahan suku bunga dan
lain-lain. Apabila distorsi ini terjadi maka diperlukan penyesuaian harga. Jika
transaksi itu diselesaikan dalam bentuk barter atau menukar tanpa menggunakan
uang, nilai yang terbentuk di pasar adalah nilai tukar pasar (market exchange
value).
2) Pendekatan Harga Bayangan (Shadow Prices)
Harga pasar (market price) tidak
berarti merupakan harga yng sebenarnya dan atau menunjukkan harga efisiensi
ekonomi yang sebenarnya. Terdapat kegagalan pasar dan kebijaksanaan yang dapat
mendistorsi harga pasar. Kesalahan pasar karena ketidakmampuan harga pasar pada
kondisi tertentu untuk mencerminkan secara akurat nilai lingkungan dari barang
dan jasa seperti pencemaran yang terjadi di hulu tidak dicatat secara intensif
biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna sungai di hilir. Kesalahan
kebijaksanaan, misalnya dampak yang tidak langsung dari kebijaksanaan
pemerintah atau kadang-kadang efek samping dari pemanfaatan sumberdaya alam
yang tidak pantas menurut pandangan masyarakat.
Dalam analisis finansial tidak ada
catatan mengenai kesalahan yang mendistorsi harga pasar ini. Oleh karena itu,
patut untuk melihat nilai ekonominya terhadap masyarakat yang mencerminkan
nilai secara keseluruhan. Penyimpangan aturan harga ini umumnya disebut shadow
price.Penilaian dengan pendekatan shadow price harus digunakan secara hati-hati
sebab :
a)harga pasar sering lebih siap
diterima pembuat keputusan dibanding nilai-nilai buatan yang dibuat analis.
b)Harga pasar umumnya mudah
diketahui untuk waktu sekarang dan akan datang.
c)Harga pasar mencerminkan
resolusi/keputusan pembeli sedangkan perhitungan shadow price sering bertumpu
kepada obyektifitas dari pendapat analis.
3) Metode Appraisal
Metode appraisal sangat sesuai
terutama untuk kasus-kasus yang melibatkan sumberdaya alam yang telah mengalami
kerusakan. Dalam kasus hutan, misalnya seorang penilai mengidentifikasi nilai
pasar untuk ciri-ciri yang dapat dibandingkan dalam kondisi yang rusak dan
tidak rusak.
4) Metode Biaya
Penggantian Sumber daya
Biaya penggantian sumberdaya alam
dan lingkungan terkadang merupakan cara yang sangat berguna dalam mendekati
nilai sumberdaya dalam kondisi khusus. Metode biaya penggantian sumberdaya
menentukan kerusakan sumberdaya alam berdasarkan pada biaya untuk merestorasi,
rehabilitasi, atau mengganti sumberdaya atau jasa sumberdaya tanpa kerusakan
pada level stok sumberdaya atau aliran jasa sumberdaya.
Metode biaya penggantian berhubungan
erat dengan metode biaya substitute dan metode biaya menghindari kerusakan (Avoidance
Cost Method). Prinsipnya adalah menduga nilai jasa ekosistem berdasarkan biaya
menghindari kerusakan karena jasa yang hilang atau biaya menyediakan jasa
substitusi. Metode-metode ini tidak memberikan ukuran nilai ekonomi yang jelas,
yang berdasarkan kebersediaan membayar masyarakat bagi suatu barang atau jasa.
Tetapi, metode-metode tersebut menganggap bahwa biaya menghindari kerusakan
atau mengganti jasa ekosistem memberikan dugaan yang bermanfaat tentang nilai
dari ekosistem atau jasanya. Asumsinya, jika masyarakat menanggung biaya untuk
menghindari kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya jasa ekosistem atau
mengganti jasa ekosistem, maka jasa-jasa tersebut harus mempunyai nilai
sekurang-kurangnya sama
dengan apa yang masyarakat bayar
untuk menggantikannya. Jadi metode- metode ini paling tepat digunakan dalam
kasus-kasus dimana penghindaran kerusakan atau belanja penggantian benar-benar
telah atau akan dilakukan.
b. Teknik Berbasis Non-Pasar
Pendekatan teknik perhitungan nilai
manfaat sumberdaya hutan non pasar dikemukakan oleh Fakultas Kehutanan IPB
(1999) dan Suparmoko (2000) sebagai berikut :
1) Model Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
Metode biaya perjalanan terkenal
untuk menjelaskan demand bagi jasa sumberdaya alam dan atribut lingkungan dari
site rekreasi spesifik. Orang mengunjungi tempat rekreasi dari jarak atau titik
asal yang berbeda-beda. Perilaku perjalanan yang teramati ini kemudian
digunakan untuk mengevaluasi kebersediaan membayar untuk mengunjungi tempat
tertentu tersebut. Metode ini mengakui bahwa terhadap beberapa barang dan jasa,
konsumen harus mengorbankan banyak biaya (waktu atau uang) untuk mendapatkan
barang dan jasa tertentu. Diasumsikan bahwa nilai bagi konsumen minimal
sebanding dengan biaya perjalanan (travel cost) konsumen tersebut yang sudi
dikorbankan untuk mendapatkan keinginan terhadap barang dan jasa tersebut.
Misalnya untuk menikmati rekreasi dapat meliputi biaya perjalanan yang nyata,
demikian pula untuk mengumpulkan kayu bakar secara bebas membutuhkan sejumlah
waktu
2) Metode Harga Hedonik
Harga hedonik adalah alat yang
berguna dalam assessment dari nilai kenyamanan (amenity). Asal mula metode ini
adalah menghubungkan nilai ciri-ciri tempat tinggal dengan amenity lingkungan
pemukimannya. Metode ini digunakan kebanyakan untuk menduga kebersediaan
membayar bagi variasi dalam nilai property karena adanya atau tidak adanya
atribut lingkungan khusus, seperti kualitas udara, kebisingan, dan pemandangan
alam. Dengan membandingkan nilai pasar dari dua property yang mempunyai derajat yang berbeda atas
atribut spesifik, analis mengekstrak nilai implisit atribut tersebut atas
penjual dan pembeli property.
Metode ini didasarkan pada gagasan
bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa
diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. Misalnya bangunan rumah dengan
kualitas udara segar disekitarnya, maka orang akan membayar lebih dibandingkan
dengan rumah yang kualitas sama tetapi berada pada lingkungan yang jelek.
3) Pendekatan Fungsi Produksi (Production Fungtion Approach)
Pendekatan fungsi produksi digunakan
untuk memperoleh nilai penggunaan tidak langsung pada pengaturan fungsi ekologi
hutan melalui kontribusinya bagi aktivitas ekonomi. Pendekatan ini terdiri atas
dua langkah. Pertama, menentukan dampak fisik dari aktivitas ekonomi terhadap
lingkungan. Langkah kedua, penaksiran nilai uang (monetary value) pada fungsi
ekologi. Misalnya biaya dari pendangkalan saluran irigasi dapat nyata dalam
bentuk penurunan air bagi produksi tanaman. Kehilangan pendapatan (net income)
petani akibat pendangkalan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk
menentukan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh erosi di hulu. Metode ini
telah digunakan secara luas di negara-negara maju dan di negara berkembang
digunakan untuk menaksir dampak kerusakan hutan, erosi tanah, pertambangan, dan
polusi udara, air, dan udara pada lahan pertanian, kehutanan, perikanan,
kesehatan, dan kerugian material. Namun demikian ini metode ini mensyaratkan
pemahaman tentang hubungan antara fungsi pengaturan lingkungan dari hutan
dengan aktivitas ekonomi yang terkait. Kadang-kadang hubungan ini tidak
dimengerti dengan baik, dan sedikit perubahan dalam asumsi menyebabkan perubahan
hasil yang drastis. Aplikasi pendekatan fungsi produksi ini sangat cocok pada
kasus single use system. Pada kasus multiple use system, misalnya hutan yang
mempunyai fungsi perlindungan terhadap berbagai aktivitas ekonomi yang berbeda,
penggunaan metode ini harus membuat penyederhanaan- penyederhanaan.
4) Penilaian Kontingensi (Contingent Valuation)
Metode contingent valuation
digunakan untuk menduga nilai ekonomi bagi semua jenis jasa ekosistem dan
lingkungan. Metode ini dapat digunakan untuk menduga nilai guna dan nilai
non-guna, dan merupakan metode yang digunakan paling luas untuk menduga nilai
non-guna.
Metode ini menanya langsung
masyarakat, dalam suatu survey, berapa mereka bersedia membayar jasa lingkungan
tertentu. Dalam beberapa kasus masyarakat ditanyai tentang jumlah kompensasi
yang bersedia diterima untuk mengorbankan jasa lingkungan. Diistilahkan
contingent valuation karena masyarakat dipaksa menyatakan kebersediaan
membayarnya. Contingent valuation merupakan salah satu cara memberi nilai uang
terhadap nilai non-guna dari nilai lingkungan yang tidak melibatkan transaksi
pasar dan mungkin tidak melibatkan partisipasi langsung. Nilai- nilai ini
kadang disebut sebagai nilai guna pasif. Nilai-nilai tersebut mencakup segala
sesuatu dari fungsi-fungsi penunjang kehidupan dasar yang berkaitan dengan
kesehatan ekosistem atau keaneka-ragaman hayati, sampai kenikmatan pemandangan
alam, hingga menghargai pilihan memancing atau melihat burung di masa yang akan
datang, atau hak mewariskan pilihan-pilihan tersebut ke anak cucu.
5) Pendekatan Hubungan Antar Barang (Related Goods Approach)
Barang dan jasa yang tidak ada nilai
pasarnya mungkin mempunyai hubungan dengan barang atau jasa yang mempunyai
nilai pasar. Dengan menggunakan informasi tentang hubungan ini dan harga pasar
produk, analist dapat menarik kesimpulan tentang nilai produk yang tidak ada
nilai pasarnya. Related goods approach ini secara luas terdiri atas tiga teknik
penilaian yang sama yaitu : the barter exchange approach, the direct substitute
approach, dan the indirect substitute approach.
a) Barter exchange approach
Terdapat banyak produk hutan yang
tidak diperdagangkan secara luas dalam pasar formal seperti : buah-buahan,
sayur-sayuran, dan obat-obatan. Namun demikian beberapa hasil hutan ini mungkin
dipertukarkan dengan dasar tidak komersial melalui suatu proses barter. Jika
barang-barang barter dalam pertukaran produk hutan itu juga dijual dalam pasar
komersial, maka dia mungkin memberikan nilai bagi barang-barang yang tidak
dipasarkan (non-marketed) tersebut dengan menggunakan informasi hubungan antara
kedua barang dan nilai pasar dari barang-barang komersial. Misalnya
mempertimbangkan situasi dimana sayuran dipanen dari hutan dan dikonsumsi
secara lokal, tetapi tidak dijual di pasar lokal. Diketahui bahwa sayuran
adalah barang non-marketed, sehingga barang ini tidak mungkin dinilai secara
langsung menggunakan harga pasar. Namun demikian, jika sekeranjang sayuran ini
diketahui beratnya secara rutin ditukar dengan 6 butir telur melalui suatu
proses barter dan 6 butir telur dijual seharga Rp. 10.000 di pasar lokal, maka
dapat disimpulkan bahwa sekeranjang sayuran itu harganya Rp. 10.000, ini adalah
harga pasar dari barang yang diperjual belikan yang digunakan untuk menaksir
secara tidak langsung nilai barang yang tidak diperjual belikan (non- marketed
good).
b) Direct Substitute Approach
Jika barang-barang hutan yang
digunakan secara langsung adalah non-marketed (misalnya kayu bakar) maka nilai
penggunaannya mungkin didekati dengan harga pasar dari barang-barang yang sama
(misalnya harga kayu bakar dari daerah lain) atau nilai dari barang-barang
substitusi (misalnya minyak tanah atau arang). Besarnya nilai barang/jasa yang
ada nilai pasarnya mencerminkan nilai barang/jasa yang tidak mempunyai nilai
pasar, sangat tergantung pada tingkat kesamaan atau tingkat substitusi antara
dua barang.
c) Indirect Substitute Approach
Indirect substitute approach adalah
sama dengan direct substitute approach, tetapi membutuhkan suatu langkah
tambahan dalam prosedure penilaian. Langkah tambahan ini pada dasarnya terdiri
atas kombinasi
pendekatan fungsi produksi dengan
direct substitute approach. Jika non- marketed forest good mempunyai barang
substitusi yang tertutup, maka nilai non-marketed forest good ini diperoleh
dari nilai barang substitusi. Namun demikian, jika nilai barang-barang
substitusi tidak dapat ditentukan secara langsung dari pasar, maka nilainya
dapat diperoleh secara tidak langsung, dengan menganalisis perubahan nilai
ekonomi output yang disebabkan oleh perubahan dalam penggunaan barang
substitusi sebagai suatu input dalam produksi.
Pendekatan ini telah diaplikasikan
pada suatu analisis cost-benefit pada program pengelolaan dua DAS di Nepal.
Kayu bakar dinilai melalui alternatif penggunaannya, yaitu tahi lembu yang
dikeringkan dan dibakar pada saat kayu tidak tersedia. Opportunity cost tahi
lembu sebagai bahan bakar adalah tidak tersedianya pupuk kandang, dan
opportunity tersebut ditaksir dalam bentuk kehilangan/kerugian dalam produksi
padi akibat tidak diberi input pupuk kandang dari tahi lembu.
5) Penilaian Berdasarkan Biaya (Cost-Based Valuation)
Teknik ini menaksir nilai sumberdaya
berdasarkan biaya yang diperlukan untuk memelihara manfaat barang atau jasa
lingkungan yang dinilai.
a) Indirect Opportunity Cost
Metode Indirect Opportunity Cost (IOC)
digunakan untuk menghitung nilai barang lingkungan yang tidak mempunyai nilai
pasar, melalui penilaian alternatif penggunaan sumberdaya. Sebagai contoh
adalah biaya alternatif penggunaan tenaga kerja buruh untuk memanen /
mengumpulkan barang lingkungan, digunakan untuk menilai barang yang dikumpulkan
tersebut. Metode IOC telah digunakan untuk menghitung nilai kayu bakar yang
dikumpulkan dari hutan di Nepal.
b) Restoration Cost
Restoration cost didasarkan pada
pemikiran bahwa untuk mengembalikan manfaat dari fungsi eksosistem yang hilang
sebagai akibat dari penggunan alternatif sumberdaya diperlukan sejumlah biaya.
Nilai
sumberdaya dihitung dengan menaksir
sejumlah biaya yang diperlukan untuk mengembalikan manfaat ekosistem yang
hilang. Asumsi metode ini adalah bahwa dengan perbaikan (restoring) ekosistem
ke fungsi yang asli, maka manfaat eksositem yang hilang dapat dikembalikan.
Pada kasus di hutan primer, metode ini meliputi biaya rehabilitasi hutan.
c. Replacement Cost
Teknik ini menghitung nilai
sumberdaya yang hilang berdasarkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
membangun asset buatan yang akan mengganti (replacing) fungsi ekosistem yang
hilang. Penggunaan teknik ini tergantung pada ketersediaan alternatif barang
atau jasa yang dapat memberikan fungsi yang sama dengan sumberdaya yang hilang.
Misalnya erosi tanah didekati dengan biaya pembuatan prasarana untuk pencegahan
erosi.
d. Relocation cost
Teknik ini menghitung nilai
sumberdaya berdasarkan pada biaya yang harus dikeluarkan untuk resetlemen
penduduk yang bermukim di hutan, agar hutan tersebut dapat berfungsi sesuai
dengan fungsinya. Biaya ini dapat berupa biaya resetlemen atau biaya untuk
membangun areal perlindungan.
e. Preventive/defensive Expenditure
Teknik ini menaksir manfaat
lingkungan berdasarkan pada besarnya biaya pencegahan (preventive expenditure) agar
manfaat lingkungan dapat terpelihara. Misalnya pada kasus TPTI, manfaat
perlindungan DAS yang akan hilang dengan pembangunan jalan logging dapat
dinilai dengan menghitung biaya apa yang dikeluarkan agar kerusakan DAS yang
terjadi relatif kecil atau teknik eksploitasi apa yang digunakan agar dampaknya
terhadap kerusakan DAS relatif kecil.
Teknik-Teknik Berbasis Pasar dalam bahasa inggeris nya apa?
BalasHapus