Selasa, 07 Agustus 2012

contoh laporan magang lengkap

                     I.                  PENDAHULUAN



1.1       LATAR BELAKANG MASALAH

            Penduduk di Desa Jono Oge berjumlah 446 kk dengan 1900 jiwa umumnya adalah petani dengan latar belakang pendidikan relatif rendah, yakni umumnya tamat SD dan SMP, bahkan diantaranya adalah para remaja yang putus sekolah karena disebabkan oleh faktor ekonomi kedua orang tuanya.  Meskipun demikian umumnya tergolong sebagai petani produktif karena berusia relatif muda.
            Sebagai petani umumnya mengusahakan tanaman semusim diantaranya adalah tanaman cabai. Hal ini ditunjang oleh keadaan geografi dan iklim daerah tersebut yang cocok untuk pengembangan cabai,  yakni daerah  dataran rendah dengan tipe iklim kering dengan sedikit curah hujan.
            Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2008 (BPS Sulteng, 2007), rata-rata produksi cabai merah di sentra penanaman Kabupaten Sigi baru mencapai 5 ton/ha.  Produksi cabai tersebut masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan produksi nasional yakni mencapai 15 ton/ha. (BPS, 2007). Rendahnya produksi  cabai tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kehilangan hasil yang tinggi karena serangan hama dan penyakit di pertanaman dan kehilangan hasil karena penanganan pasca panen. 
            Salah satu jenis hama yang menyerang cabai di pertanaman adalah lalat buah Bactrocera dorsalis Hend. (Kalshoven, 1981).  Hama tersebut merupakan salah satu hama utama tanaman cabai yang dapat menimbulkan kerugian cukup besar karena dapat menyebabkan  buah menjadi matang sebelum waktunya, busuk dan akhirnya gugur. Kerusakan akibat serangan lalat buah dapat mencapai 5–30% (Santika, 1995), bahkan jika terjadi ledakan populasi dapat mengakibatkan kerusakan total pada cabai (Untung, dkk. 1980; Sarwono, 1998).  Tanpa ada usaha pengendalian yang efektif dan efisien dikhawatirkan produksi cabai akan semakin menurun sehingga kebutuhan cabai harus diimpor dari negara lain.
            Sampai saat ini pengendalian lalat buah yang dilakukan petani di Desa jono Oge adalah dengan menggunakan insektisida yang penggunaannya sangat berlebihan,  karena kepedulian petani terhadap dosis, waktu dan cara aplikasi yang tepat masih rendah sehingga  menjadi kurang efisien dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi musuh alami hama, lingkungan dan konsumen. Penggunaan insektisida yang sangat berlebihan juga berdampak pada biaya pengendalian yang tinggi karena harga insektisida cukup mahal, sehingga pendapatan petani menjadi berkurang. Dapat dikatakan bahwa teknik dan strategi pengendalian lalat buah yang dilakukan petani, tidaklah sejalan dengan program nasional pengendalian hama terpadu
            Alternatif pengendalian lalat buah yang dapat mengurangi dampak negatif akibat penggunaan insektisida adalah penggunaan bahan pemikat lalat buah Metil Eugenol (ME). Metil eugenol berfungsi sebagai umpan untuk menarik lalat buah jantan ke dalam perangkap sehingga lalat buah akan mati karena kelaparan dan kekeringan.  Pengendalian dengan cara ini ternyata cukup efektif untuk menekan populasi lalat buah.  Selain itu buah cabai akan terbebas dari residu bahan beracun sehingga menjadi aman bagi konsumen.  Akan tetapi karena harga metil eugenol  (merek dagang Petrogenol) di pasaran Kota Palu  masih tergolong mahal yaitu Rp. 7.500 per kemasan 5 ml atau setara dengan Rp. 1.500.000 per liter, menyebabkan penggunaannya masih terbatas dan menyebabkan usaha tani mengalami biaya ekonomi tinggi.
            Untuk memperoleh senyawa metil eugenol dengan harga terjangkau dapat dilakukan dengan membuat ramuan dari bahan-bahan alami tumbuhan seperti ekstrak tumbuhan cengkeh, ekstrak tumbuhan selasih, ekstrak tumbuhan Melaleuca bracteata (Mb)  dan  ekstrak tumbuhan viteks.  Hasil analisis terhadap kandungan ekstrak bahan tumbuhan tersebut dilaporkan mengandung senyawa eugenol sehingga dapat digunakan sebagai atraktan bagi lalat buah.   Khusus tumbuhan viteks (Viteks negundo L)  yang dikenal oleh masyarakat Palu dengan nama tumbuhan Sidondo  banyak dijumpai tumbuh di dataran Kota Palu dan sampai saat ini belum dimanfaatkan sehingga dengan memanfaatkan ekstrak tumbuhan viteks tersebut menjadi bahan pemikat lalat buah akan memberi nilai guna bagi tumbuhan tersebut dan masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi dalam melaksanakan pengendalian lalat buah. Dengan demikian diperlukan partisipasi aktif bagi anggota kelompok tani yang ada di desa tersebut untuk melakukan pengendalian lalat buah dengan menggunakan sumberdaya lokal yang tersedia agar populasi lalat buah dapat dikurangi sehingga  hasil cabai dapat ditingkatkan dan pendapatan petani juga turut meningkat.




1.2    Tujuan dan kegunaan

           Praktek Kerja  Lapang(PKL)  ini bertujuan untuk mengetahui keefektifitasan daun viteks negundo  terhadap seramgan lalat buah di desa  jono oge kecematan sigi biromaru.

























III.            METODE PRAKTEK


3.1    Tempat  dan Waktu
Praktek kerja lapangan (PKL)  ini dilaksanakan  didaerah  sentra produksi pertanaman cabai  di desa jono oge. Kecamatan sigi biromaru dan laboratorium hama penyakit tumbuhan. Dan dilakukan selama  2 minggu  dari tanggal 15 sampai  dengan 29 desember 2011.


3.2    Bahan dan Alat

     Alat yang digunakan yaitu botol plastik  bekas kemasan air mineral 1500 ml,   kawat penggantung ,tali,pisau atau carter,kapas,blender, dan lain-lain.
     Bahan yang digunakan yaitu atraktan daun viteks(viteks negundo L)


3.3    Pembuatan perangkap
    Pertama-tama yang dilakukan  adalah mengambil botol plastik bekas kemasan air mineral 1500ml. Sepertiga bagian kepala botol dipotong, kemudian potogan dimasukkan kebotol dengan mulut botol berada dibagian dalam (tutup botolnya dibuka).  Bagian depan dan belakang botol diikat dengan kawat  agar mudah digantung.  Perangkap dipasang agak miring agar air tidak tumpah (Kardinan,2007).

3.4  pembuatan ekstrak
   
1.           daun tumbuhan dicuci dan dipotong-potong kecil supaya lebih mudah untuk di blender,
2.      daun  yang sudah dipotong-potong kecil kemudian diblender, dan perbandiganya 5kg daun viteks dengan 1liter air, Masing-masing daun tumbuhan  yang telah diblender  di masukkan ke dalam wadah baskom plastik kemudian dtambahkan / direndam   air suling (air aquades) sebanyak 1 liter.  Waktu direndaman dilakukan selama 1 x 24 jam, atau 2 x 24 jam.
3.      Selanjutnya dilakukan penyulingan secara sederhana,  yaitu  menggunakan botol untuk menampung hasil sulingan, sedangkan pada bagian mulut botol dipasang kertas saring.   Larutan ekstrak yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam botol saring melalui mulut botol yang telah dipasang kertas saring. Hasil saringan tersebut kemudian disimpan untuk dijadikan sebagai bahan pemikat(Rukmana,2011)

   3.5 Cara mengaplikasikan ketanaman cabai
                 Cara mengaplikasikan daun viteks ketanaman cabai yaitu:
     Didalam 1 hektar tanaman cabai kita memasang 25  perangkap tipe steiner , perangkap dipasang pada ketinggian 1 m  dari permukaan tanah dengan bantuan tiang atau kayu , jarak perangkap dalam satu plot 20cm ,luas masing-masing plot 3 x 1,40cm.setelah itu kita memgambil kapas yang berukuran kecil ,kemudian dicelup kedalam atraktan daun viteks yang sudah siap untuk di aplikasikan ketanaman.setelah itu kita masukkan kapas kedalam perangkap yang sudah tersedia, setelah semua terpasang kita tinggal menunggu lalat buah datang dan terperangkap kedalam perangkap yang sudah tersedia.kerena atraktan daun viteks ini mengandung bahan aktif metil eugenol yang mampu menarik datangya lalat buah.
(Retno Astuti, 2007)










 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
IMG_1541     Dari hasil praktikum tentang pengendalian lalat buah Batrocera dorsalis Hend  dengan pengunaan atraktan alami tumbuhan viteks (Viteks negundo.L)  maka diperoleh hasil sebagai berikut:




                                                                                                                              






























Gambar 1.  Tehnik Pembuatan Ekstrak Bahan Pemikat Lalat Buah






IMG_0369



Gambar 2.  Botol Bekas Air Mineral yang Akan Dijadikan Alat Trap Lalat Buah

v





perangkapGambar  3.  Model perangkap tipe steiner trap yang dimodifikasi yang terbuat dari botol bekas minuman air mineral


IMG_0361

Gambar 4.   Perangkap yang sudah terpasang dipertanaman cabai.





Gambar 5.  Lalat Buah Yang Datang Pada Saat Pemasangan Perangkap Dilahan Pertanaman Cabai milik Petani.














Gambar 6.  Lalat Buah Yang Terperangkap dan Mati di Dalam Perangkap
























4.2  Pembahasan


     Pada gambar 1 hasil yang didapatkan yaitu proses pembuatan ekstrak bahan pemikat lalat buah,daun viteks  (Viteks negundo L.) .   Dimana langkah pertama yaitu memotong daun sidondo
hingga berbentu kecil, sehinggah memudahkan untuk diblender.  Setelah dipotong-potong kemudian dimasukkan kedalam blender yang perbandinganya 5kg daun viteks dengan 1liter air .
Setelah itu masing-masing daun tumbuhan yang telah diblender dimasukkan kedalam wadah baskom plastik kemudian ditambahkan/direndam air  suling (air aquades) sebanyak 1liter.  Waktu rendaman 1x24 jam.atau 2x24 jam.   Selanjutnya dilakukan penyulingan secara sederhana,  yaitu  menggunakan botol untuk menampung hasil sulingan, sedangkan pada bagian mulut botol dipasang kertas saring.   Larutan ekstrak yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam botol saring melalui mulut botol yang telah dipasang kertas saring. Hasil saringan tersebut kemudian disimpan untuk dijadikan sebagai bahan pemikat.  Setelah itu bisa digunakan sebagai pengendalianLalat buah  Batrocera dorsalis Hend  pada pertanaman cabai.

Salah satu hama yang menyerang buah cabai di pertanaman adalah lalat buah (Bactrocera sp.). Hama tersebut bersifat polifag dan menyerang berbagai jenis buah-buahan diantaranya mangga, pisang, pepaya, jambu biji, alpukat, jeruk, markisa, dan lain-lain (Vargas dan Chang, 1991;  Rukmana dan Saputra, 1997).


     Pada gambar 2 dan 3  merupakan contoh botol bekas yang akan dijadikan  perangkap lalat buah yang sudah diwarnai merah,putih.  dan kuning.kenapa memilih 3 warna ini kerna
 Warna ini sangat disukai lalat buah .adapun cara pembuatanya yaitu  :   Alat perangkap berupa botol plastik air mineral volume 1 liter dimodifikasi dengan cara memotong bagian leher botol  sepanjang 10 cm dari mulut botol, kemudian dibalik dan dimasukkan ke dalam potongan badan botol sehingga mulut botol berbentuk corong.  Perangkap digantungkan pada permukaan tajuk tanaman cabai dengan posisi horizontal.
      Gambar 4 yaitu perangkap yang sudah terpasang dipertanaman cabai.  kerena
Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai.  Meskipun kebutuhan terhadap cabai meningkat, tetapi produksi cabai di Indonesia masih rendah. Dan para petani masih sering mengunakan pestisida tampa memikirkan dampak yang terjadi(Santika, 2002).
     Gambar 5 dan 6 merupakan gambar lalat buah.  Dimana digambar 5 lalat buah yang datang pada saat pemasangan perangkap dilahan pertanaman cabai milik petani.  Sedangkan gambar 6 merupakan lalat buah yang terperangkap dan mati didalam perangkap.

Serangan lalat buah dapat menyebabkan  buah menjadi matang sebelum waktunya, busuk dan akhirnya gugur. Pada jambu biji yang berwarna kekuningan serangan lalat buah dapat mencapai 95% (Stark et al., 1991), sedangkan pada cabai dapat mencapai 5–30% (Santika, 1995), bahkan jika terjadi ledakan populasi dapat mengakibatkan kerusakan total pada cabai (Sarwono, 1998).  Tanpa ada usaha pengendalian lalat buah yang efektif dan efisien dikhawatirkan produksi cabai akan semakin menurun sehingga kebutuhan cabai harus diimpor dari luar negeri.











V.           KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 kesimpulan
     Dari hasil diatas, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.Tumbuhan viteks (Viteks negundo L).  Merupakan atraktan alami tumbuhan yang mampu mengendalikan lalat buah  Batrocera dorsalis Hend  , dihamparan pertanaman cabai di desa jono oge,kecematan sigi biromaru.
2.  Pestisida botani merupakan pestisida yang berasal dari tumbuhan yang bisa dimanfaatkan  sebagai pengendalian hama maupun penyakit ramah lingkungan.
3.  Pemberian ekstrak tumbuhan vitex dapat menekan populasi lalat buah yang ada pada tanaman cabai sehingga jumlah produksi cabai lebih meningkat.
4.  Daun viteks negundo efektif mengendalikan serangan lalat buah Batrocera dorsalis Hend.

5.2  Saran
     Ekstrak atau atraktan alami tumbuhan Viteks dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pengendalian lalat buah yang efektif  dan murah ,serta dapat dipadukan dengan cara pengendalian yang lain yang mengacu pada konsep pengendalian hama terpadu (PHT),








II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Atraktan Serangga   

Tertariknya serangga terhadap makanan, tempat bertelur dan berkopulasi merupakan bagian yang menarik dan telah digunakan sebagai atraktan untuk pengendalian serangga.  Atraktan serangga terdiri dari dua pendekatan yaitu Phytomone dan Pheromone.  Phytomone adalah suatu zat kimia yang menstimuli serangga untuk datang pada sumber makanan.  Sifat demikian dipakai sebagai dasar untuk mensintesis phytomone atau atraktan makanan (food attractant) yang digunakan sebagai umpan dalam rangka mengendalikan hama.  Sedangkan Pheromone adalah suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh serangga betina atau suatu zat kimia yang disekresi binatang untuk merangsang beberapa bentuk tanggap fisiologi atau perilaku dari anggota suatu spesies (Blum, 1996).  Zat kimia tersebut termasuk atraktan seks, selain itu serangga dapat pula mengeluarkan  zat  kimia lain  yang  dapat  mempengaruhi  tingkah laku dari  individu  yang  termasuk  dalam satu spesies (Baehaki, 1993). 

Dalam konsep pengendalian hama terpadu penggunaan senyawa atraktan berupa sex feromon  merupakan salah satu komponen pengendalian yang mulai mendapatkan perhatian terutama untuk pengendalian hama lalat buah yang menyerang komoditi buah-buahan karena penggunaan insektisida selain tidak efektif juga adanya residu pada buah yang dapat membahayakan konsumen (Untung, 1996).  Senyawa yang berperan sebagai atraktan bagi lalat buah telah dikenal antara lain metil eugenol. Metil eugenol banyak  diisolasi dari tanaman cengkeh Syzigium aromaticum (L) Merr ) karena struktur kimia senyawa tersebut  menyerupai hormon seksual yang dikeluarkan oleh lalat buah (Matsumoto, 1985).  Selain tanaman cengkeh beberapa tumbuhan juga telah digunakan untuk dijadikan sebagai atraktan lalat buah antara lain tumbuhan Melaleuca bracteata (Nurjannah  et. al., 1993; Wikardi et. al., 1993), dan tumbuhan Vitex  negundo  (Kasrudin, 2004).
Hasil uji pemanfaatan ekstrak tumbuhan vitex sebagai bahan pemikat lalat buah memperlihatkan bahwa pada tanaman nangka jumlah lalat buah yang terperangkap pada alat perangkap sebesar 184 ekor dan pada tanaman jambu air sebesar 263 ekor selama sebulan (Kasrudin, 2004).
 2. 2 Bioekologi Hama Lalat Buah (Bactrocera spp)
Dalam taksonomi binatang lalat buah (Bactrocera sp.) termasuk dalam: Phylum  Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Diptera, Famili Tephritidae dan Genus Bactrocera (Borror dkk., 1992).  Lalat buah bersifat polifag yakni mempunyai banyak tanaman inang diantaranya mangga, pisang, pepaya, jambu biji, alpukat, jeruk, markisa, dan lain-lain (Vargas dan Chang, 1991;  Rukmana dan Saputra, 1997).
Panjang tubuh lalat buah berkisar 6 mm – 8 mm ; abdomen cokelat tua dengan bercak kuning atau putih.  Telur diletakkan dengan ovipositor di dalam kulit buah  sedalam 6 mm. Bila temperatur berkisar antara 25°C - 30°C, maka 30 – 36 jam kemudian telur akan menetas, dan larvanya langsung makan daging buah selama ± 1 minggu.  Setelah itu, larva keluar dari buah dan masuk ke dalam tanah sedalam ± 1 – 5 cm, lalu membuat puparium.  Sepuluh hari kemudian, lalat akan keluar dan pada umur ± 5 – 7 hari, lalat sudah dapat bertelur.  Larva berwarna putih kekuningan dan mempunyai kebiasaan melenting sampai sejauh  ±  30 cm.  Perkembangan dari telur sampai  imago  berlangsung ± 25 hari, namun di  daerah  beriklim  dingin  daur  hidupnya relatif menjadi lama (Rukmana dan Saputra, 1997).
Buah yang terserang pada bagian permukaannya dapat dijumpai adanya bercak hitam.  Bercak tersebut merupakan bekas infeksi yang disebabkan oleh lalat buah pada saat meletakkan telurnya.  Pada saat telur menetas larva langsung merusak buah dari bagian dalam.  Buah yang terserang menjadi busuk, daging buah hancur dan hanya tertinggal bagian kulit luarnya.  Bagian buah yang busuk mengeluarkan cairan sehingga dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan jamur atau pun bekteri tertentu (BPTP, 1997).  Kalie (1992) mengemukakan bahwa pada saat telur akan diletakkan maka  bakteri pun ikut masuk ke dalam buah,  sehingga menimbulkan kontaminasi yang menyebabkan daging buah menjadi busuk dan berulat.   Pada buah yang masak lunak, bintik bekas tusukan alat peletak telur akan menjadi lebih gelap, dan akhirnya menjadi busuk basah. Buah-buah busuk kemudian akan berguguran sehingga larva menjadi lebih aman memasuki fase berkepompong di dalam tanah.  Bila buah yang terserang tetap menggantung pada pohon, larva akan keluar dari buah, dengan menjatuhkan diri melalui bantuan benang sutra yang dikeluarkannya, untuk kemudian berkepompong di dalam tanah. 
2.3 Deskripsi tanaman Cabai (capsicum annum L).
Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas sayuran,buahnya sebagai bahan penyedap rasa dan sebagai pelengkap berbagai menu masakan  khas indonesia.  Kebutuhan cabai semakin meningkat sejalan dengan semakin bervariasinya  menu makanan.  Selain itu cabai juga penting sebagai komoditi ekspor non migas yang dapat meningkatkan devisa negara
(Wahyudi dan Topan,2011).
Tanaman cabai dalam sismatika tumbuhan termasuk
 kingdom:Plantae(Tumbuhan ),
 Subkingdom:  Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh),
  Super devisi:  Spermatophyta (Menghasilkan biji)
divisi:  Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga),
Kelas:  Magnoliospsida (Berkeping dua/dikotil),
Sub kelas:  Asteridae,
Ordo:  Solanales,
Family:  Solanaceae (Suku terung-terungan),
Genus:  Capsicum annum L.  (Purwono dan Tim Lentera,2004).

Cabai atau lombok termasuk dalam sukubterong-terongan dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.  tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin,yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (Bumbu dapur).  Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tampa harus membelinya di pasar.  Tanaman cabai cocok ditaanam pada tanah  yang kaya  humus, Gembur dan sarang serta tidak tergenanang air,  Ph tanah yang ideal berkisar sekitar 5-6 .  Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Santika,2002).

2.4  3  Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan  ini  diolah  menjadi  berbagai  bentuk,  antara lain bahan mentah berbentuk
tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Anonim, 2011).
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan (Anonim, 2011).
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (PPT). Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Kusumah, 2011).
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karen terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan dan keinginan untuk hidup selaras dengan alam serta berkembangnya konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pestisida nabati kembali memperoleh perhatian dari paara pakar dan praktisi termasuk di indonesia setelah beberapa dekade teknik pengendalian hama tersebut nyaris dilupakan (Kusumah, 2011).
Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Memang ada kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan kekurangan pestisida nabati. Banyak jenis tanaman yang telah diteliti indikasi sifat insektisidal, fungisidal dan sifat-sifat pengendalian hama lainnya, seperti kunyit, jahe,    kecubung,     temu hitam,    laos,    gadung,    biji   bengkuang    dan   sirih (Kusumah, 2011).
2.4  Keunggulan dan Kelemahan Pestisida Nabati
Dilihat dari konsep dan prinsip PHT pestisida nabati mempunyai banyak keuntungan/keunggulan tetapi juga masih banyak kelemahannya yang secara rinci diuraikan berikut ini:
Keunggulan
Menurut Stoll (1995) dibandingkan dengan pestisida sintetik pestisida nabati mempunyai sifat yang lebih menguntungkan yaitu:
Ø  Mengurangi resiko hama mengembangkan sifat resistensi,
Ø  Tidak mempunyai dampak yang merugikan bagi musuh alami hama,
Ø  Mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua,
Ø  Mengurangi bahaya bagi kesehatan manusia dan ternak,
Ø  Tidak merusak lingkungan dan persediaan air tanah dan air permukaan,
Ø  Mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia dan
Ø  Biaya dapat lebih murah.
Bahan nabati mempunyai sifat yang menguntungkan karena daya racun rendah, tidak mendorong resistensi, mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran sempit, lebih akrab lingkungan serta lebih sesuai dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tani skala kecil. Oka (1993) juga mengemukakan bahwa pestisida nabati tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu lebih pendek dan kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil.
Kelemahan
Menurut Martono (1997) kelemahan pestisida nabati yang perlu kita ketahui antara lain:
Ø  Karena bahan nabati kurang stabil mudah terdegradasi oleh pengaruh fisik, kimia maupun biotik dari lingkungannya, maka penggunaannya memerlukan frekuensi penggunaan yang lebih banyak dibandingkan pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi aspek kepraktisannya
Ø  Kebanyakan senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air karena itu diperlukan bahan pengemulsi
Ø  Bahan nabati alami juga terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk mencapai efektivitas yang memadai diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak.
Ø  Bahan nabati hanya sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani subsisten bukan pada usaha pengadaaan produk pertanian massal
Ø  Apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman yang muncul secara musiman, mengakibatkan kepastian ketersediaannya yang akan menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut
Ø  Kesulitan menentukan dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati yang diperlukan untuk pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya sulir diperhitungkan sebelumnya
Fungsi dari Pestisida Nabati  Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
ü  Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
ü  Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot. Rasanya ngak enak kali.
ü  Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa.
ü   Menghambat reproduksi serangga betina
ü  Racun syaraf
ü  Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
ü  Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga.
ü  Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri

1 komentar:

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???