[FORESTER UNTAD BLOG]..
Agroforestry
adalah bentuk atau sistem penggunaan lahan, dimana pemakai lahan dapat
memperoleh hasil tanaman pangan atau tanaman agronomi lain, tanaman pakan
ternak dan hasil kayu, secara simultan, serta dapat melestarikan sumberdaya
lahan tersebut. Dalam sistem agroforestry ada beberapa pola tanam, diantaranya
adalah bentuk pola tanam tiga strata, multistorey
cropping, alley cropping, dan sebagainya
(Sutidjo, 1986).
Salah
satu pola tanam yang populer dari sistem agroforestry yang mempunyai ciri
produktivitas tinggi dan dapat diterapkan pada kondisi lingkungan yang luas
adalah pola tanam tumpangsari berlorong atau lebih dikenal dengan istilah alley cropping.
Anonim
(2003) mengatakan, Alley cropping
adalah suatu cara pemeliharaan lahan berlereng dengan menanam tanaman lorong
atau pagar, yang dari tanaman tersebut kita tidak hanya mengurangi resiko erosi
melainkan kita juga memperoleh manfaat lain dari tanaman lorong tersebut,
misalnya mulsa (sisa-sisa tanaman yang sangat cepat membusuk dan menjadi
penyubur lahan), bahkan mungkin tanaman lorong dapat digunakan sebagai makanan
ternak.
Selanjutnya,
Kang et al., (1984) menuliskan, Alley cropping merupakan salah
satu sistem agroforestry yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan di
antara lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman pohonan atau semak. Tanaman pagar dipangkas secara periodik
selama pertanaman untuk menghindari naungan dan mengurangi kompetisi hara
dengan tanaman pangan/semusim. Leucaena leucocephala merupakan jenis
pohon leguminosa yang pertama diuji dalam sistem Alley cropping dan menyusul Glinsidia
sepium.
Menurut Haryati (2003) dalam memilih jenis
leguminosa yang akan diintroduksikan, selain dipilih tanaman yang sesuai dengan
agroekosistem setempat, mempunyai pengaruh negatif yang rendah, juga harus
sesuai dengan tujuan utama (prioritas masalah) yang akan dipecahkan, misalnya :
-
Jika
erosi menjadi masalah utama, maka Flemingia congesta menjadi pilihan
utama dalam Alley cropping.
-
Jika
pakan ternak menjadi masalah utama, maka Gliricidia sepium dan atau Calliandra
calothyrsus menjadi pilihan atau dikombinasikan dengan Flemingia
congesta.
-
Jika
tanah alkalin kuat, atau solum tanah <50 cm di atas batu kapur, maka Gliricidia
sepium yang dipilih.
-
Jika
ketinggian tempat >500 m dari permukaan laut, maka Calliandra calothyrsus
menjadi pilihan utama dan sebagai alternatif Gliricidia sepium atau Flemingia
congesta.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
ini sangat efektif mengendalikan erosi.
Di Filipina, Alley cropping
dapat menurunkan erosi sebanyak 62 %,
yang terdiri atas 48 % disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa, 8 % disebabkan oleh perubahan profil tanah
dan 4 % oleh penanaman secara kontour (Haryati, 2003).
Terimakasih atas informasinya
BalasHapusirhamabdulazis271.student.ipb.ac.id