Banyak spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Hal
ini dapat ketahui melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang
ini spesies menjadi punah dengan laju yang lebih tinggi
daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir
keseluruhannya disebabkan oleh kegiatan manusia.
Di masa geologi yang lalu spesies yang punah akan digantikan oleh
spesies baru yang berkembang mengisi celah atau ruang
yang ditinggalkan. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah hilang.
Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat
signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu
gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan
pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun,
suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat
100-200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang
sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara
rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun
2025. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak
wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan,
banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab
penyakit diprediksinya dapat terjadi.
Hutan dapat mempengaruhi pola curah hujan melalui transpirasi dan
melindungi daerah aliran sungai. Deforestasi menyebabkan
penurunan curah hujan dan perubahan pola distribusinya.
Ini juga menyebabkan erosi dan banjir. Apa yang
disampaikan di atas hanya beberapa dampak ekologis dari deforestasi,
yang dampaknya berpengaruh langsung pada manusia.
Bencana alam seperti banjir, dan kebakaran hutan yang secara langsung
maupun tidak langsung disebabkan kegiatan manusia,
semuanya memberikan konsekuensi ekonomi serius pada
wilayah yang terkena. Biaya untuk mengatasinya bisa menelas
ratusan juta rupiah, termasuk kesengsaraan manusian yang terkena.
Erosi dan terbentuknya gurun karena deforestasi menurunkan
kemampuan masyarakat setempat untuk menanam tanaman dan
memberi makan mereka sendiri.
Ekploitasi sumbedaya hutan yang tidak bijaksana pada akhirnya juga
berakhir dengan kehancuran industri hasil hutan. Bila metode
lestari yang dipergunakan, areal yang dipanenan ditanami
kembali, maka ini bukan merupakan substitusi untuk hutan
yang telah dipanen. Hutan alam mungkin memerlukan ratusan
tahun untuk berkembang menjadi sistem yang rumit yang mengandung banyak
spesies yang saling tergantung satu sama lain. Pada
tegakan dengan pohon-pohon yang ditanam murni, lapisan
permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan relatif
bersih. Pohon-pohon muda akan mendukung sebagian kecil spesies asli yang
telah ada sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan tropis
perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat dipanen dan tidak
dapat digantikan dengan cepat; demikian juga komunitasnya
yang kompleks juga juga tidak mudah digantikan bila rusak.
Kehilangan keanekaragaman hayati secara umum juga berarti bahwa spesies
yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang
sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya obat-obatan dan bahan
kimia yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar
mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada
hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan
obat-obatan yang berguna. Banyak spesies lautan
mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan
sumber bahan obat-obatan yang penting.
Banyak
metode dan alat yang tersedia dalam pengelolaan
keanekaragaman hayati yang secara umum dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
-
Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk
melindungi spesies, variasi genetik dan habitat dalam
ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan pengelolaan
kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa,
taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan
sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut.
Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa
liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar kawasan
lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan
insitu juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman
genetik tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies
dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya.
- Konservasi Eksitu, meliputi metode dan
alat untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan
organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem
aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain
penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan:
(1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi; (2)
materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan,
pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam
metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi
mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan
kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan
buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari
proses-proses evolusi.
- Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi
metode, baik insitu maupun eksitu, untuk membangun kembali
spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan
proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya
rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di
daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk
reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan
upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah
Aliran Sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan
ekosistem dan keberadaan spesies asli.
- Pengelolaan Lansekap Terpadu, meliputi
alat dan strategi di bidang kehutanan, perikanan,
pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur
perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria
pemerataan dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat
bahwa tataguna lahan tersebut mendominasi keseluruhan
bentuk lansekap, baik pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi
untuk pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang besar
untuk dapat diperoleh.
- Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan,
meliputi metode yang membatasi penggunaan sumberdaya lahan
melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan praktek
penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak;
mengaturan kepemilikan lahan yang mendukung pengurusannya
secara lestari; serta menetapkan kebijakan pengaturan
kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi
keanekaragaman hayati.
sumber : http://indonesiaforest.net/silvika.html
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???