Penyebab deforestasi di Indonesia,
yaitu :
Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan
untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang
melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan.
Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap
pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang
telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat
ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori
“sudah terdegradasi”. Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan
penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang
memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin
konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan
ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.
Hutan tanaman industri
Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara
besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan
kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini
mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian
besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman
industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat
akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami,
sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan
tidak produktif.
Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa
sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah
disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan
ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha,
sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai
1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang
dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan
konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang,
dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang
habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp,
kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
llegal logging
Illegal logging adalah merupakan praktek langsung pada
penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis
kegiatannya, ruang lingkup illegal logging terdiri dari : •Rencana penebangan,
meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan
negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon
dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Penebangan pohon dalam makna
sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu yang
berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara
keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan
oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil,
dan kekurangannya dipenuhi dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu dalam skala
yang sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia;
setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan
ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal
tidak diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan,
Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian
kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan
Indonesia.
Konvensi Lahan
Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan
penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar.
Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh
para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat
dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin
bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat
diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985
sampai 1997.
Program Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999,
yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke
pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka
lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Disamping
itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga
ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman
perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan
operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini,
transmigrasi “spontan” meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru
untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan
sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan
hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.
Kebakaran Hutan
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar
untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau
kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang
luas dan intensitasnyan belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha
hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya terbakar pada
tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar,
sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha
sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan
pertanian yang produktif
Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena
sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal
sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang
ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu
akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan
ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering
sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar
(sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut
menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan
menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa
berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru bisa mati total setelah adanya
hujan yang intensif.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
BY : RAHMAT HIDAYAT
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???