KEBUN JATI

Terletak di Desa Talaga Kecamatan Dampelas, dengan Luas 7 ha.

PANTAI BAMBARANO

Pantai berkarang indah ini terletak di Desa Sabang kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.

JEMBATAN PONULELE

Jembatan Kebanggan warga Palu ini berada diwilayah pantai talise menuju arah donggala.

TANJUNG KARANG

salah satu objek wisata pantai, yang terletak di ujung pantai Donggala, dengan suasana pantai yang terasa nyaman.

situs Tadulako dan Pokekea

situs sejarah ini berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah..

Selasa, 10 Desember 2013

Gambar Sendal Paling Unik Sedunia

Salam Bloger, Mengaku jadi anak Gaul.?? yang ga pernah ketinggalan info update gaya-gaya terbaru, atau pengen jadi bahan perhatian semua orang.?? saatnya merubah style kalian, tapi bukan cuma bagian atasan donak loh ( baju dan celana ) bagian bawah juga perlu (sendal ) berikut ini beberapa gambar sendal yang memang sangat unik, dijamin semua orang akan tertuju kepada anda kalau pakai sendal ini, penasaran..?? lihat koleksinya dibawah ini..







bagaimana ?? berminat ?? 

Senin, 09 Desember 2013

Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bakau (Mangrove)

Oleh : Rahmat Hidayat

Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bakau (Mangrove)
 
Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan kemudian mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan terhadap manusia dan keberlanjutan pemanfaatan dan keberadaan sumberdaya alam (Asdak:2002). Karena yang terjadi pada saat ini adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebihan telah menyebabkan semakin berkurangnya sumber daya alam (hutan bakau). Sampai saat ini pengelolaan sumber daya alam masih belum memberikan nilai yang cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Degradasi sumber daya alam sebagian besar disebabkan oleh menguatnya krisis persepsi yang bersumber pada paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan terlalu memanjakan kepentingan manusia. 

Hal ini dapat dibenahi melalui perubahan paradigma sektoral menjadi terpadu Koordinasi dan kerjasama antar sektor harus berbasis pemberdayaan masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat sebagai mitra dalam pembangunan sosial ekonomi menjadi penting dan diawali dengan pemberdayaan masyarakat lokal (Adimihardja dkk : 2004).

Dalam rangka melestarikan sumberdaya alam dalam hal ini adalah pengelolaan hutan bakau  (mangrove)   yang ada di wilayah pesisir, untuk pemanfaatannya   lebih baik diperlukan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam tersebut. 

Pengelolaan hutan bakau  (mangrove) melibatkan  masyarakat adalah  suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dalam hal ini adalah  hutan bakau (mangrove) dengan terlebih dahulu melihat kebutuhan, keinginan tujuan dan aspirasi dari masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. 

Perkembangan penduduk di wilayah pesisir pantai, keinginan untuk membudidayakan ikan dan udang dalam bentuk tambak secara besar-besaran bagi masyarakat pantai tradisional adalah akibat tuntutan perkembangan ekonomi. Mas   yarakat nelayan yang sebelumnya hidup secara tradisional, kini sudah banyak yang berubah menjadi petani-petani tambak dan pedagang dengan orientasi keuntungan dan pendapatan setinggi-tingginya. Perkembangan pergaulan dan trasfortasi kemajuan peradapan manusia dari berbagai dunia dan kepulauan yang dialami oleh masyarakat pantai Indonesia, telah membawa perubahan sikap, kebiasaan dan serta mendorong mereka untuk mengeksplotasi sumberdaya alam  pantai dan hutan bakau (mangrove).

Masyarakat tersebut semakin berantusias untuk merombak hutan-hutan bakau (mangrove) menjadi tambak ikan dan udang. Pengaruh aktivitas masyarakat untuk mengkonversi kawasan pantai dan hutan mangrove semakin meningkat ( Anonim, 2007). Dan pembangunan tambak yang terjadi adalah pembangunan yang tidak berkelanjutan, karena pembangunan yang dilakukan tidak menjaga fungsi primer dari hutan bakau( mangrove).

Oleh karena itu semua pihak dalam hal ini pemerintah, masyarakat setempat dan swasta harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Dapat mempertahankan ekosistem hutan bakau (mangrove) dalam setiap pembangunan.
  2. Mempertahankan dan melindungi ekosistem hutan bakau (mangrove)
Yang telah ada.
3.      Budidaya perikanan ( tambak) sebaikan dilakukan dibelakang hutan bakau (mangrove).
4.      Semua pihak harus mendorong terciptanya budaya peduli terhadap ekosistem hutan bakau (mangrove).
5.      Hutan bakau (mangrove) yang rusak harus dilakukan rehabilitasi dengan cara  penanaman kembali mangrove. Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
6.      Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
7.      Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
8.      Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
9.      Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
10.  Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
11.  Program komunikasi konservasi hutan mangrove
12.  Penegakan hukum
13.  Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan melibatkan  masyarakat.   Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.
 
               Implikasi langsung terhadap peningkatan pertambuhan penduduk adalah makin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup, sementara potensi sumber daya alam di darat yang kita miliki sangatlah terbatas. Hal tersebut mendorong kita untuk mengalihkan alternatif potensi sumber daya alam lain yang kita miliki yaitu potensi hutan  mangrove.

Dengan memberdayakan potensi masyarakat pesisir, tentunya masyarakat juga merasa bertanggung jawab. Artinya masyarakat merasa ikut memiliki  hutan mangrove pada daerahnya. RBegitu pula seandainya hutan mangrove tersebut telah menjadi besar, maka masyarakat juga merasa harus mengawasinya, sehingga mereka dapat mengawasi apabila ada yang ingin mengambil atau memotong hutan bakau (mangrove)  tersebut secara leluasa. Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai “kuli”, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman hutan bakau (mangrove) dan lain-lainnya.  Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya menjaga  hutan bakau (mangrove) tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya

Luas Hutan Mangrove Indonesia dari Berbagai Sumber

Oleh : Forester Untad Blog


Luas Hutan Mangrove di Indonesia
Indonesia itu negara yang kaya, kita harus bangga terhadap negara kita ini. kita mempunyai hutan mangrove yang terluas didunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya. menurut Rusila Noor, dkk. (1999) Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman hayati terbesar didunia dan struktur paling bervariasi didunia. Apa coba yang kurang… masalah data entar deh kita lihat dibawah.

Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau, walaupun penyebutan hutan bakau itu tidak pas sebenarnya karena bakau hanya merupakan salah satu dari jenis mangrove itu sendiri yaitu jenis Rhizopora spp. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis (FAO, 2007).

Menurut Gunarto (2004) mangrove tumbuh subur di daerah muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang surut yang mentransportasi nutrient.

Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) dalam Gunarto (2004) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).

Di Asia sendiri luasan hutan mangrove indonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10% ) dan Mnyanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas hutan manrove diindonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007).

Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756,46 ha.

Data hasil pemetaan Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL)-Bakosurtanal dengan menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-2009, 190 scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha (Hartini et al., 2010). Kementerian kehutanan tahun 2007  juga mengeluarkan data luas hutan mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove Indonesia  berdasarkan kementerian kehutanan adalah 7.758.410,595 ha (Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009 dalam Hartini et al., 2010), tetapi hampir 70%nya rusak (belum tau kategori rusaknya seperti apa). kedua instansi tersebut juga mengeluarkan data luas Mangrove per propinsi di 33 Provinsi di Indonesia.

NASA (2010) juga mengeluarkan informasi tentang luas mangrove dan sebarannya. menurutnya luas mangrove di indoensia telah berkurang 35% antara tahun 1980-2000 dimana luas mangrove pada tahun 1980 itu mencapai 4,2 juta ha dan pada tahun 2000 berkurang menjadi 2 juta ha. Mereka juga (NASA) mengupload beberapa foto konversi lahan dari hutan mangrove manjadi sawah.

Apapun bentuk datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove. Seperti pada gambar di bawah terlihat perubahan penggunaan lahan hutan mangrove menjadi tambak dari tahun  1992 sampai 1998 didaerah delta mahakam. Menurut Rusila Noor, dkk. (1999) kematian mangrove secara alami tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hilangnya areal mangrove di Indonesia.

By : Rahmat Hidayat




Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Bagi Kehidupan

Oleh : Forester Untad Blog
gambar : pemilik blog

 Fungsi Dan Manfaat Hutan Mangrove

Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Magrove dalam kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik itu langsung dirasakan oleh penduduk sekitar maupun peranan, manfaat dan fungsi yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri.

Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.

Menurut kamus Webster, habitat didefinisikan sebagai “the natural abode of a plant or animal, esp. the particular location where it normally grows or lives, as the seacoast, desert, etc”. terjemahan bebasnya kira-kira adalah, tempat bermukim di alam bagi tumbuhan dan hewan terutama untuk bisa hidup dan tumbuh secara biasa dan normal, seperti pantai laut, padang pasir dan sebagainya. Salah satu tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak semua habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan daya dukung lingkungan hidupnya.

Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas pulau dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan bahwa mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’.

Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove.

Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove. Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan meyapu lumpur dan pasir. Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem mangrove.

Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya.

Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove.

Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass).

Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah:
  • Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
  • Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon mati.
  • Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.
  • Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
  • Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah:
  • Tempat tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang bersangkutan.
  • Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obat-obatan. Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
  • Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.