MAKALAH
KONSERVASI LAHAN DAN APLIKASI KONSERVASI
Oleh
: RAHMAT HIDAYAT
PEGUNUNGAN TANDUS DESA SALENA DONGGALA |
KONSERVASI
LAHAN
Konservasi mengacu kepada pengertian pengelolaan penggunaan biosfer oleh
manusia sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat lestari tertinggi bagi generasi
sekarang, sementara itu mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan
aspirasi generasi mendatang (Hanson dan Manuel, 1987).
Upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang
lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan
alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi atau hiburan.
Sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia
meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif
(kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal
bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan
pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana (Vera,
2010).
Pada dasarnya usahatani
konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan
meningkatkan produksi dan pendapatan petani, serta melestarikan sumberdaya
tanah dan air pada DAS kritis (Saragih, 1996).
PENGERTIAN
KONSERVASI
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you
have), yang digunakan secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) orang Amerika pertama yang mengemukakan
tentang konsep konservasi.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi
kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat
sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi
dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya
alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi
sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
KONSERVASI
TANAH DAN AIR
Konservasi tanah merupakan cara
penggunaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan berupaya menghindari terjadi
kerusakan tanah, agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsjad,
2000). Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air.
Setiap perlakuan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan usaha
untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan
konservasi tanah adalah meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi
yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan bisa menjadi
masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam
siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara
untuk melestarikan sumberdaya alam.
Ciri alam yang penting di daerah tropis
seperti Indonesia adalah adanya intensitas penyinaran matahari dan curah hujan
yang tinggi dan hampir merata sepanjang tahun. Faktor geologi dan tanah
dibentuk oleh kondisi tersebut dan menghasilkan suatu proses yang cepat dari
pembentukan tanah baik dari pelapukan serasah maupun bahan induk. Sebagai
hasil dari proses tersebut, sebagian besar hara tanah tersimpan dalam biomassa
vegetasi, dan hanya sedikit yang tersimpan dalam lapisan olah tanah. Hal
yang berbeda dengan kondisi di daerah iklim sedang dimana proses pertumbuhan
vegetasi lambat dan sebagian besar hara tersimpan dalam lapisan olah
tanah. Oleh karena itu pengangkutan vegetasi ataupun sisa panen tanaman
keluar lahan pertanian akan membuat tanah mengalami proses pemiskinan.
Jadi jelas, tanah di luar Jawa
sebagian besar merupakan tanah lanjut yang miskin, dan sumber utama kesuburan
tanah adalah bahan organik yang berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman hutan.
Karena keterbatasan pengetahuan, tuntutan keuntungan bisnis, dan batasan waktu,
dalam membuka lahan, biasanya persayaratan yang tertentu untuk usaha pertanian
tidak dipahami. Sehingga untuk mempercepat pekerjaan, digunakanlah mesin-mesin
besar dalam memotong pohon, mengangkutnya dan meratakan tanah. Hasilnya, dalam
bentuk permukaan tanah menjadi rata, tetapi ditinjau dari kualitas tanah telah
menjadi rusak, karena bahan organik tanah yang juga merupakan bahan semen
agregat, telah teraduk dan hilang. Jika kemudian turun hujan, maka dengan mudah
tanah dihancurkan untuk kemudian hara terangkut oleh air limpasan permukaan.
Disamping itu, menurut Wani Hadi
Utomo (1989) bahwa sampai saat ini tanah masih diperlakukan sebagai objek saja,
yang masih sebatas bagaimana mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dari
usaha yang dilakukan, tanpa memikirkan apa akibat dari tindakan tersebut.
Memang akhir-akhir ini telah tercetus “pertanian konservasi” atau pertanian
yang berkelanjutan, tetapi masih jauh dari pelaksanaannya. Karena, prioritas
jangka pendek lebih diutamakan untuk bagaimana caranya mendapatkan produksi
maksimum, sedangkan usaha konservasinya pada urutan terakhir.
Padahal, seperti yang dikemukakan G.
Kartasapoetra, A.G. Kartasapoetra, Mulyani Sutedjo (2000), bahwa kunci penting
dari pengelolaan tanah ditempat mana saja adalah bagaimana menjaga atau
memelihara sebaik-baiknya lapisan tanah-atas (top soil layer) yang
tebalnya tidak lebih dari satu jengkal (kurang lebih 35 sentimeter) agar tetap
dalam keadaan baik serta tidak terangkut ke lain tempat. Jadi pengertiannya
adalah mencakup semua tindakan yang bertujuan melindungi atau mengawetkan tanah
agar kesuburannya bertahan dalam jangka panjang.
Untuk mencapai pembangunan pertanian
berkelanjutan, maka dalam memilih teknologi konservasi tanah dan air
untuk diterapkan oleh petani di lahan pertaniannya, perlu diperhatikan beberapa
hal yaitu teknologinya harus sesuai untuk petani, dapat diterima dan
dikembangkan sesuai sumberdaya (pengetahuan) lokal. Kegagalan penerapan
teknologi konservasi tanah selama ini karena pembuat kebijakan bertindak hanya
berdasarkan pikiran sendiri tanpa memahami keinginan ataupun kemampuan
petani. Dengan kata lain dalam pembangunan pertanian berkelanjutan perlu
ada bottom up planning. Pemilihan teknologi dengan melibatkan
pendapat petani adalah salah satu cara untuk mencapai pertanian berkelanjutan.
PERLADANGAN
BERPINDAH
The conservation model mengacu
pada usaha tanam campuran atau crop livestock sebagai hasil revolusi pertanian
Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang diilhami oleh
ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill). Yang termasuk dalam konservasi adalah
sebagian lahan yang subur untuk tanaman dan sebagian lagi untuk untuk
penggembalaan, tersedia cukup pakan ternak, pupuk hijau untuk mempertahankan
kesuburan tanah serta adanya input dari sektor pertanian itu sendiri (Vera,
2010).
Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan satu diantara
yang menerapkan teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi
dengan sistem alami. Menurut Lahajir (2001), bahwa dari perspektif sosial
budaya, sistem perladangan berpindah secara umum dianggap sebagai satu-satunya
sistem pertanian yang sesuai dengan ekosistem hutan tropis. Disamping itu,
sistem perladangan dari segi ekologi, lebih berintegrasi ke dalam struktur
ekosistem alami (Geertz, 1976). Sedangkan dalam hal biodeversiti di dalam
sistem perladangan berpindah lebih tinggi dari sistem pertanian permanen
seperti sawah. Tingginya biodeversiti/keanekaragaman hayati adalah
berasal dari pemberaan dan tanaman beraneka (mixed cropping) (Benyamine,
2009).
Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem
yang dibangun berdasarkan pengalaman petani dalam mengolah lahan dan tanah yang
dipraktekan secara turun temurun. Dalam perladangan berpindah, para petani biasa
menggunakan tahapan pemberaan (fallow), di mana tanah digunakan
dalam waktu periode yang pendek, sehingga erosi dan sedimentasi di sungai
rendah, sedangkan kandungan bahan organik disimpan selama pemberaan. Selain itu
digunakan pula praktek pembakaran, namun hal tersebut dapat menyebabkan
hilangnya nutrient dari dalam tanah, tetapi pembakaran dapat meningkatkan pH
tanah sehinggga cocok untuk pertumbuhan tanaman. Dalam sistem dengan periode
pemberaan stabil tidak menyebabkan peningkatan CO2 pada atmosfir
karena penghutanan kembali. Rendahnya produktivitas dapat dipecahkan jika
institusi penelitian agrikultural mengambil peranan yang lebih baik dalam
mengalokasikan sumberdaya dalam peningkatan agronomik pada sistem perladangan
berpindah. Oleh sebab itu, sistem perladangan berpindah dapat dijadikan
alternatif sistem agrikultur yang permanen di wilayah tropis basah.
Cara perladangan berpindah dengan :
1.
Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan
sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan
melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada
saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal
2.
Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya
barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada
permukaan tanah
Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur
tumpukan tanah atau dengan melintangkan pohon yang tidak terbakar (logs)
dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah
menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga
yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.
Secara negatif, perladangan berpindah dianggap sebagai penyebab gundul nya
hutan dan erosi tanah. Kemudian, dari segi produktivitas, perladangan dianggap
sangat rendah, apalagi bila dibandingkan dengan resiko lingkungan yang akan
terjadi.
Namun demikian, sisi positifnya, bahwa sistem perladangan berpindah ini
lebih akrab dengan sistem alami yang tentunya lebih adaptif, karena
mempertahankan struktur alami dari pada melakukan perubahan ekosistem yang
sangat baru. Pada kesempatan ini, sisi positif perlu mendapat perhatian yang
lebih mendalam, terutam bila dihubungkan dengan konservasi, yaitu
(i)
pemberaan (fallow) dalam konservasi tanah dan
(ii)
sistem perladangan berpindah sebagai suatu bentuk pertanian
konservasi.benyamin
Pada wilayah tanah hutan, ada suatu area yang dibersihkan petani dan
ditanami setiap tahun untuk pertanian perladangan. Sistem pertanian ini dapat
didefinisikan secara sangat umum sebagai suatu sistem pertanian yang
menerapkan konservasi secara langsung, sehingga dapat dikatakan sebagai sistem
pertanian berkelanjutan di mana penebasan dilakukan secara tidak menetap, atau
hanya sementara dan ditanami dengan tanaman untuk beberapa tahun saja, kemudian
tanah hutan itu ditinggalkan untuk pemberaan lahan yang cukup lama.
Perladangan berpindah ini juga merupakan sistem pertanian yang
terintegrasi dan berkesinambungan dalam ruang dan waktu. Sistem perladangan ini
dilakukakan secar berpindah-pindah sebagai ciri utama kearifan ekologi, dari
lokasi lahan ladang yang satu ke lokasi lahan ladang berikutnya guna
mengistirahatkan (fallow) hutan tanah lahan perladangan yang telah
diolah beberapa kali dalam siklus tahun ladang untuk jangka waktu bera yang
ideal, yaitu sekitar 10 – 15 tahun sebelum digunakan kembali pada rotasi
berikutnya. Di sini jelas terlihat bahwa waktu bera sangat berpengaruh besar
pada kesuburan tanah dan tingkat produksi yang dihasilkan. Lahajir (2001)
mengklasifikasikan hutan sekunder berdasarkan masa bera seperti berikut ini,
yakni:
(1) hutan sekunder tua dengan masa bera 10 -15 tahun,
(2) hutan sekunder muda dengan masa bera 10 – 5 tahun, dan
(3) hutan sekunder termuda dengan masa bera kurang dari 5 tahun.
Dari sistem perladangan berpindah, cara pengolahan tanah sudah diterapkan,
sehingga dapat menggunakan sesuai dengan keperluan dan kemampuannya.
Penyesuaian dengan ekologi setempat inilah yang menjadikan sistem perladangan
berpindah dapat dikatakan sebagai sistem pertanian konservasi. Sistem ini
memang perlu lebih ditingkatkan, atau diberikan sentuhan ilmu pengetahuan yang
juga disesuaikan.
BENTUK
PERTANIAN KONSERVASI
Sistem perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan
dari sumberdaya alam, atau sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara
relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini kalau ditinjau
dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang
masih sangat kurang, yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik
untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi alternatif sistem
pertanian konservasi.
Perladangan berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap
lingkungan, bahkan mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan
sistem pertanian lainnya di hutan tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan
produktivitas adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem ini di
dalam kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil
penelitian Lahajir, yang menemukan bahwa hasil perladangan berpindah tidak
sanggup lagi mencukupi kebutuhan subsisten mereka.
Erosi sudah lama disadari sebagai masalah utama dalam perladangan
berpindah, tetapi sangat sedikit studi kuantitatif yang ada tentang erosi dari
perladangan berpindah, sehingga masih begitu terbatas. Dari studi yang pernah
dilakukan menunjukkan pembersihan lahan pada perladangan berpindah secara
tradisional lebih rendah jumlah erosi dan kehilangan sedimin dari sistem
dibandingkan pada beberapa bentuk pembersihan lahan (land clearing) dan
sistem pengolahan tanah (tillage). Alasan rendahnya erosi adalah
sangat pendeknya periode terbukanya tanah (setelah pembakaran, sebelum tanaman
mantap), tanpa atau sedikit pengolahan tanah (tillage), dan dengan
membentangkan pohon-pohon yang tidak terbakar secara horisontal terhadap
kemiringan (slope). Dengan sedikit sedimen yang hilang dari sistem dan
pemakaian bahan kimia yang terbatas sekali, maka sumberdaya air tidak
terpengaruh secara serius.
Selama penanam, nutrient kehilangan unsur utamanya akibat pembakaran dan
beberapa dari pencucian (leaching), tetapi hanya jumlah terbatas yang
dipindahkan oleh tanaman sebagai sisa tanaman yang tertinggal di lapangan dan
pertumbuhan kembali pada masa bera dapat menahan kembali nutrient.
Peningkatan penyimpanan karbon dalam jangka panjang, dalam jangka 20 – 50
tahun di dalam tanah, tanaman dan produksi tanaman mempunyai efek menguntungkan
terhadap lingkungan dan pertanian. Lahan tanaman budidaya, padang gembalaan dan
hutan dapat dikelola baik untuk aspek produksi maupun penyimpanan karbon. Kedua
pendekatan pengelolaan lahan tersebut dapat dicapai dengan penerapan
pengelolaan lahan yang sudah banyak dikenal seperti pengolahan tanah
konservasi, pengelolaan unsur hara yang efisien, pengontrolan erosi, penggunaan
tanaman penutup tanah, dan restorasi lahan-lahan terdegradasi.
METODE KONSERVASI
Metode yang kerap diterapkan petani pada konservasi pertanian antara lain metode
vegetatif dan metode sipil teknis.Metoda vegetatif yaitu metoda konservasi
dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman
penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk
organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin
keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
1 memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran
dengan memperbesar granulasi tanah,
2 penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
3 disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang
mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah
infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada vegetasi berupa
tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi
sehingga dapat menambah penghasilan petani.
Metoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran
permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman. Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu
membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut
kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air. Pada metode konservasi sipil
teknis dilakukan Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
Pembuatan teras dilakukan, jika budidaya tanaman dilakukan pada lahan
dengan kemiringan > 8%. Namun demikian, budidaya tanaman semusim sebaiknya
menghindari daerah berlereng curam. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga
merupakan teras untuk konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu
(rorak), teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku,
SPA, dan hillside ditches.
Teras gulud umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 - 15 yang
biasanya dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang tujuannya untuk
mengurangi kecepatan air yang mengalir pada waktu hujan sehingga erosi dapat
dicegah dan penyerapan air dapat diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang
dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga
terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran
permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan
solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah
yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi.
Guludan adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di
antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan
permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N
untuk tanaman lorong.
APLIKASI
KONSERVASI
1.
Pendekatan Vegetatif
·
Sistem Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong ialah suatu
sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman
pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi,
dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.
Teknik budidaya lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah
satu teknik konservasi tanah dan air untuk pengembangan sistem pertanian
berkelanjutan pada lahan kering di daerah tropika basah, namun belum diterapkan
secara meluas oleh petani.
·
Sistem Pertanaman Strip Rumput
Sistem Pertanaman Strip Rumput ialah
sistem pertanaman yang hampir sama dengan pertanaman lorong, tetapi tanaman
pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip
0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif mengendalikan erosi.
Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman Rumput Makanan Ternak
didalam jalur/strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur dengan letak
penanaman dibuat selang-seling agar rumput dapat tumbuh baik, usahakan penanamannya
pada awal musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya ditengah antara
barisan tanaman pokok.
·
Tanaman Penutup Tanah
Merupakan tanaman yang ditanam
tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok.. Tanaman penutup tanah
berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh
dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah
melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan
transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah
tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi
jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam
tanah, sehingga mengurangi erosi.
·
Mulsa
Mulsa ialah bahan-bahan (sisa-sisa
panen, plastik, dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup
permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta
melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi
kepadatan tanah. Macam Mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman, lembaran plasti
dan mulsa batu. Mulsa sisa tanaman ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman
(jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan
ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan
tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
Thamrin dan Hanafi (1992) telah
melakukan penelitian pengaruh mulsa terhadap tanah di lahan kering. Mulsa yang
digunakan adalah seresah tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian
mulsa dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan, sehingga kebutuhan
tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu,
pemberian mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman
sehingga konsumsi air lebih rendah.
·
Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam (landscape)
Pengelompokan tanaman dalam suatu
bentang alam (landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama, sehingga irigasi dapat
dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang sama dalam satu
landscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan kemudahan dalam
melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai
kebutuhan tanaman, sehingga air dapat dihemat. Hal ini dapat dijadikan sebagai
dasar dalam pemberian air irigasi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat
hemat air.
·
Penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah.
Teknik konservasi air ini dilakukan
dengan cara mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman
alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi di
masing-masing daerah. Sebagai contoh, tanaman jagung yang hanya membutuhkan air
0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai pengganti padi sawah untuk
antisipasi kekeringan Pada daerah hulu DAS yang merupakan daerah yang
berkelerengan tinggi, tanaman kehutanan menjadi komoditas utama.
·
Penentuan pola tanam yang tepat.
Penentuan pola tanam yang tepat,
baik untuk areal yang datar ataupun berlereng. Pola tanam disesuaikan dengan
kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi deficit air pada musim kemarau.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Gomez (1983) dalam Purwono et
al, (2003) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan 5% dengan pola tanam
campuran ketela pohon dan jagung akan dapat menurunkan run off dari 43% menjadi
33% dari curah hujan dibandingkan dengan jagung monokultur. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya
kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam membuat pola
tanam yang optimal.
2.
Pendekatan Sipil Teknis
·
Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
Pembuatan teras dilakukan, jika
budidaya tanaman dilakukan pada lahan dengan kemiringan > 8%. Namun
demikian, budidaya tanaman semusim sebaiknya menghindari daerah berlereng
curam. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk
konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit,
teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku, SPA, dan hillside ditches.
Teras gulud umumnya dibuat pada
lahan yang berkemiringan 10 - 15 yang biasanya dilengkapi dengan saluran
pembuangan air yang tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada
waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air dapat diperbesar.
Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan
dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat
sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan
lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak
mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman
seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu sistem di mana tanaman pangan
ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam
mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan
organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.
·
Wind break
Wind break dibuat untuk mengurangi
kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air melalui permukaan tanah dan
tanaman selama irigasi (evapotranspirasi).
·
Pemanenan Air hujan
Pemanenan air hujan merupakan salah
satu alternatif dalam menyimpan air hujan pada musim penghujan, dan untuk
dapat digunakan pada musim kemarau..
Teknik pemanenan air yang telah
dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel reservoir. Embung
merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam untuk menampung
air hujan dan air limpahan atau rembesan di lahan sawah tadah hujan berdrainase
baik. Teknik konservasi air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah
hujan bercurah hujan rendah.
·
Dam Parit
Adalah suatu cara mengumpulkan atau
membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air
permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam
parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.
Keunggulan:
1. Menampung air dalam
volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran atau parit.
2. Tidak menggunakan
areal/lahan pertanian yang produktif.
3. Mengairi lahan cukup
luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran sungai (DAS).
4. Menurunkan kecepatan
aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah
atas yang subur serta sedimentasi.
5. Memberikan kesempatan
agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS, sehingga
mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
6. Biaya pembuatan lebih
murah, sehingga dapat dijangkau petani.
3.
Konservasi lahan kering
Konservasi air merupakan hal yang
sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering, mencegah bahaya
banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip dasar dari konservasi air adalah
menyimpan sebanyak-banyaknya air pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada
musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik konservasi air yang dapat
diimplementasikan di lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan
oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan petani.
4.
Konservasi lahan kritis
Berbagai cara untuk menangani
lahan kritis telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain melalui program
reboisasi dan penghijauan. Fakultas Pertanian Andalas (1992) melaporkan bahwa
keberhasilan fisik reboisasi selama Pelita IV baru sekitar 68 %, sedangkan
penghijauan hanya 21 %. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya
teknologi yang digunakan, atau kondisi lahan belum dipelajari dengan cermat,
atau karena teknologi tidak diterapkan sepenuhnya. Ditinjau dari segi
pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam program
ekstensifikasi maka pemanfaatan lahan kritis dengan perbaikan produktivitas
mungkin lebih baik daripada membuka hutan.
PENUTUP
Konservasi pertanian tidak dapat lepas dari peranan petani, karena petani
merupakan subyek yang melakukan dan mengembangkan konservasi pertanian. Tujuan
dari adanya konservasi adalah agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati
serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. The
conservation model mengacu pada usaha tanam campuran atau crop livestock
sebagai hasil revolusi pertanian Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan
lahan yang diilhami oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill).
Metode konservasi ada dua yaitu metode vegetatif dan metode teknik. Metoda
vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti
tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran
tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Sedangkan metoda sipil teknis
yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak
merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan
konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan,
teras, dan saluran air.
Penerapan model konservasi bisa diterapkan di lahan kering maupun lahan
kritis. Kedua lahan ini bisa dikonservasi, tetapi keberhasilannya sangat
ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan petani. Hal
tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun teknik konservasi yang
sempurna. Setiap teknik konservasi membutuhkan persyaratan tertentu agar teknik
tersebut efektif. Ada dua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan
dengan teknik pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan
penggunaan proses ekologis alamiah secara efekti
DAFTAR PUSTAKA
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???