ANCAMAN
KEBERLANJUTAN SISTEM AGROFORESTRY
Oleh
: RAHMAT HIDAYAT
Tegakan Jati di Padukan dengan pohon Rambutan |
[Forester Untad Blog] De Foresta et
al. (2000) mengemukakan bahwa keberlanjutan
dari agroforest ini menghadapi beberapa ancaman antara lain
sebagai berikut :
Kesulitan merubah pandangan ahli
agronomi dan kehutanan. Besarnya jenis dan ketidakteraturan
tanaman dalam agroforest membuatnya cenderung
diabaikan. Kebanyakan ahli pertanian dan kehutanan yang sudah sangat terbiasa
dengan keteraturan sistem monokultur dan agroforestri sederhana menganggap
ketidakteraturan dan keberagaman tanaman ini sebagai tanda kemalasan petani.
Kebanyakan ahli agronomi dan kehutanan yang akrab dengan pola pertanian
sederhana dan keaslian hutan alam masih sulit untuk mengakui bahwa agroforest
adalah sistem usahatani yang produktif.
Agroforest adalah sistem kuno (tidak
modern)
Banyak kalangan memandang
agroforest sebagai sesuatu yang identik
dengan pertanian primitif yang terbelakang, sama
sekali tidak patut dibanggakan. Padahal,
agroforest merupakan wujud konsep petani, proses adaptasi dan inovasi
yang terus menerus yang berkaitan dengan perubahan ekologi, keadaan sosial
ekonomi, dan perkembangan pasar.
Sistem agroforest yang ada saat ini merupakan karya modern dari sejarah panjang adaptasi dan inovasi, uji coba berulang-ulang, pemaduan spesies baru dan strategi agroforestri baru.
Kepadatan penduduk
Sistem agroforest yang ada saat ini merupakan karya modern dari sejarah panjang adaptasi dan inovasi, uji coba berulang-ulang, pemaduan spesies baru dan strategi agroforestri baru.
Kepadatan penduduk
Pengembangan agroforest membutuhkan
ketersediaan luasan lahan, karenanya agroforest sulit berkembang di
daerah-daerah yang sangat padat penduduknya. Ada kecenderungan bahwa
peningkatan penduduk menyebabkan konversi lahan
agroforest ke bentuk penggunaan lain yang lebih menguntungkan
dalam jangka pendek.
Penguasaan lahan
Luas agroforest di Indonesia mencapai
jutaan hektar, tetapi tidak secara resmi termasuk ke dalam salah
satu kategori penggunaan lahan. Hampir
semua petani agroforest tidak memiliki bukti
kepemilikan yang resmi atas lahan mereka. Banyak areal agroforest yang
dinyatakan berada di dalam kawasan hutan negara, atau dialokasikan kepada
perusahaan perkebunan besar dan proyek pembangunan
besar lainnya. Ketidakpastian kepemilikan jangka ini
berakibat keengganan petani untuk melanjutkan sistim pengelolaan yang sekarang
sudah mereka bangun.
Ketiadaan data akurat
Kecuali untuk agroforest karet dan
sebagian kecil lainnya, belum ada upaya serius untuk mendapatkan data yang
akurat mengenai keberadaan/luasan agroforest yang tersebar di hampir
seluruh kepulauan Indonesia. Akibatnya, belum
ada upaya untuk memberikan dukungan pembangunan
terhadap agroforest tersebut, seperti yang
diberikan terhadap sawah, kebun monokultur
(cengkeh, kelapa, kopi, dan lain-lain),
atau Hutan Tanaman Industri (HTI).