Setiap
organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan
yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut
akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang
optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses
pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang
memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
1.
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi,
terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi
(sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N
diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik
(Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen.
2.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke
dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan
udara di dalam tumpukan kompos.
4.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5.
Kelembapan (Moisture content) Kelembapan
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan
akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari
60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba
akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
6.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 -
60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
7.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran
pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5
sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan
itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase
awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
8.
Kandungan Hara Kandungan P
dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.
9.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan
organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.
Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang
termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
10. Lama
pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada
karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan
dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan
akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.
0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:
Posting Komentar
sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???