I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekarang ini sudah diterima secara umum bahwa kesejahteraan manusia, di
mana saja, bergantung kepada cara bagaimana mereka memanfaatkan sumberdaya
alam. Fakta cukup banyak untuk menunjukkan bahwa penyalahgunaan tanah dan
perusakkan sembarangan
terhadap penutup hutan produktif telah mengambil bagian dalam kejauhan dan
kepunahan suatu peradaban secara keseluruhan.
Di antara apa yang disebut sumberdaya alam yang dapat diperbarui termasuk juga tanah,
air, satwa liar dan perikanan, hutan menempati posisi yang unik, karena selain
hutan tersebut merupakan penghasil tumbuh-tumbuhan yang hidup yang menyediakan bahan
mentah dan bahan bakar yang esensial untuk kesejahteraan manusia, juga mampu
memberi perlindungan kepada jenis sumberdaya lain, tetapi hutan itu juga dapat
rusak dan hancur oleh pemanfaatan yang tidak bijak dan oleh musuh-musuh alami.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah dan begitu juga tuntutan akan
standar hidup yang lebih baik merupakan faktor yang menyebabkan
meningkatnya permintaan pada hasil-hasil hutan dan industri kehutanan, termasuk
kertas, kayu bangunan, kayu bakar, dan banyak yang lainnya yang dicerminkan di
dalam pengurasan hutan yang lebih berat.
Perlindungan atas sumberdaya hutan menjadi semakin penting dan ini
mungkin dapat digalakkan melalui perlindungan dan perhatian kepada hutan-hutan
yang melingkupi gunung, mempengaruhi tata air dan memperbaiki lingkungan. Semua
faktor ini meningkatkan keharusan pengelolaan hutan yang lebih baik, dan
pengelolaan hutan yang baik tidak mungkin dicapai tanpa adanya Inventarisai
Hutan.
Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini inventarisasi hutan
adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan
serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan
harus berisi pula evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu
terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh (Husch, B., 1987).
Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus
berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume
(parameter lain seperti berat) pohon-pohon yang masih berdiri, dan penaksiran
tambah-tumbuh dan pengeluaran hasil. Dalam
inventarisasi tertentu, dapat diberikan tekanan atau pembatasan pada satu atau beberapa
masalah tersebut, bergantung pada asas tujuan.
Tetapi untuk suatu penilaian yang menyeluruh terhadap suatu areal hutan
dan terutama bermaksud untuk mengelolanya berdasar asas hasil lestari, semua
elemen itu harus dikuasai.
Selain elemen-elemen tersebut Simon H (2007) dalam bukunya Metode Inventore Hutan menyebutkan bahwa secara garis
besar elemen-elemen dalam inventarisasi hutan dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1). Keadaan hutannya sendiri
meliputi luas areal, jenis dan komposisi, persebaran diameter pohon, keadaan
pertumbuhan, kerapatan atau kepadatan bidang dasar, sistem permudaan, kualitas
tegakan dan keadaan tumbuhan bawah.
2). Keadaan lahan hutan yang perlu
dicatat dalam inventore hutan
misalnya topografi, jenis dan
sifat-sifat tanah, keadaan berbatu, air tanah dan sebagainya.
3). Keterangan lain meliputi
elemen-elemen di luar hutan dan kawasan hutan yang ikut menentukan atau
mempengaruhi nilai dan kualitas hutan juga perlu dicatat dalam inventore hutan
seperti iklim, aksesabilitas, industri dan perdagangan, tata guna lahan serta
keadaan sosial ekonomi masyarakat.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui sekaligus memahami cara mengukur atau menaksir potensi dari suatu tegakan
hutan
dalam hal pengukuran parameter pohon dengan menggunakan metode Line Plot Systematic Sampling.
Kegunaan yang diharapkan dari praktikum ini adalah agar
mahasiswa dapat menambah wawasan sekaligus memahami tata cara pembuatan petak ukur, penentuan arah jalur,
penentuan jarak antar jalur dan pengukuran parameter pohon
dalam hal pengelolaan sumber daya hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Inventarisasi Hutan
Secara umum inventarisasi hutan didefenisikan sebagai
pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk
perencanaan pengelolaan sumberdaya
tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara
lestari dan
serbaguna (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan
kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal
tanah tempat tumbuhnya (Husch B., 1987).
Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik mengumpulkan,
mengevaluasi, dan menyajikan
informasi yang terspesifikasi dari suatu areal
hutan karena secara umum hutan merupakan areal yang
luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling
(De Vries, 1986).
2.2 Pengertian Sampling dan Sistematik Sampling
Menurut
Direktorat Bina Program Kehutanan (1982) dalam Purwaningrum (2002) mengkaji
bahwa sampling merupakan tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode
pengukurannya hanya dilakukan pada sebagian
elemen dari populasi,
tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil
dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari.
Sampling sistematik adalah satu cara pengambilan sampel
yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat sistematik (systematic pattern),
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore, waktu
dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi (Simon H., 2007).
Menurut
Sutarahardja (1997) bahwa metode
sampling jalur sistematik merupakan suatu metode
yang ditentukan
berdasarkan luas tertentu dari unit contohnya,
yakni berdasarkan dengan unit contoh berbentuk jalur yang terdistribusi
secara sistematik. Sistematik
di sini diartikan bahwa jalur tersebar
merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari
satu jalur ke jalur lainnya.
Line plot systematic sampling merupakan perkembangan dari
continuous strip sampling. Latar
belakang penggunaan line plot sampling adalah untuk menghemat waktu dan biaya
pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi diharapkan tidak mengurangi kecermatan
sampling yang diperoleh (Simon H., 2007).
Dalam rancangan sampling jalur sistematik pemilihan jalur
pertama secara acak (random start) dan selanjutnya jalur di
tempatkan secara sistematik. Adanya
pengambilan contoh secara sistematik dengan awal acak ini sangatlah
tepat karena untuk
memperkecil kekurangan sistematik sampling,
maka jalan keluarnya adalah
dengan mengkombinasikan metode sistematik sampling dengan metode random sampling (FAO, 1978 dalam Eddy,
2001).
2.3 Pengertian Populasi dan Sampel (Contoh)
Dalam statistik populasi merupakan kumpulan individu yang jumlahnya dapat
terbatas (finite) atau tak terhingga (infinite), misalnya populasi hutan
terdiri atas pepohonan, semak belukar, dan satwa yang hidup di atas lahan
tertentu
(Simon H., 2007).
Populasi
ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif
maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek
yang lengkap dan jelas. Populasi terdiri
atas populasi terbatas dan tak terbatas.
Populasi dapat bersifat homogeny
dan heterogen (Usman, H., 2008).
Teken
(1974) dan Soediono (1976) mengatakan bahwa populasi merupakan kumpulan dari
individu-individu yang sifatnya akan diukur atau ditaksir dalam suatu
penelitian.
Menurut
Cochran (1963), populasi digunakan untuk menyatakan kumpulan dari mana contoh
diambil, sedangkan Husch (1971) mengatakan populasi merupakan kumpulan
keseluruhan anggota dan individu yang akan diteliti atau dipelajari.
Ditinjau
dari banyak anggotanya, populasi dapat dibedakan atas populasi tak terhingga
dan populasi terhingga (Nasution, 1970; Husch, 1971; Sudjana, 1974).
Sampel merupakan bagian populasi yang secara statistik
dianggap refresentatif untuk mewakili karakteristik atau menggambarkan
parameter populasi tersebut (Simon H., 1996).
Schumacher
(1942), Cochran (1963) dan Soediono (1976) mengatakan bahwa contoh adalah wakil
atau sebagian individu dalam populasi.
Besarnya
anggota sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti
praktis, ketepatan, nonresponden dan analisi data. Teknik untuk menghitung besarnya anggota
sampel secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara proporsi dan
ketelitian estimasi (Usman, H., 2008).
Menurut
Nasoetion (1970), contoh adalah bagian dari populasi yang digunakan guna
pengamatan atau penyelidikan. Contoh ini
merupakan suatu irisan sifat populasi, haruslah keseluruhan anggota contoh yang
terpilih mencerminkan keadaan populasi sewajarnya.
Pengambilan
contoh menurut Teken (1965), dilakukan atas pertimbangan biaya waktu dan tenaga
yang tersedia dalam suatu penelitian.
Menurut Mubyarto (1976), pengambilan contoh dilakukan atas pertimbangan
sumberdaya yang terbatas, keterbatasan data dan pengujian yang sifatnya
merusak.
2.4 Pengertian Pengambilan Sampel (Contoh) dan
Pengambilan Contoh Secara Sistematik
Pengambilan
contoh adalah suatu cara untuk menaksir sifat-sifat dari suatu kumpulan
individu atau populasi dengan jalan mengamati sebagian daripada kumpulan
individu tersebut (Sukhatme, 1963).
Pengambilan contoh bertujuan untuk menaksir sifat dari populasi dengan
suatu ketelitian tertentu ( Spure, 1952).
Menurut
Soediono (1976) pengambilan contoh adalah cara untuk menaksir nilai atau
keadaan populasi dengan jalan mengambil dan mengamati sebagian dari individu
dalam populasi sebagai wakil yang disebut contoh. Dalam hal ini nilai taksiran yang diperoleh
dari pengamatan contoh dipergunakan sebagai taksiran nilai populasi.
Alasan yang dipergunakan untuk
pengambilan contoh antara lain (Cochran, 1963) :
1. Sulit untuk mengamati seluruh populasi ;
2. Dengan pengambilan contoh, pengamatan menjadi
lebih muda dan biaya yang diperlukan relatif menjadi kecil ;
3. Waktu yang dipergunakan relatif lebih singkat
;
4. Sasaran lebih besar dan lebih teliti.
Menurut Atmawidjaja (1960), pengambilan
contoh di dalam kehutanan banyak dipergunakan untuk inventarisasi hutan seperti
penaksiran pertumbuhan dan permudaan suatu tegakan.
Pengambilan contoh bila ditinjau dari
penyebaran unitnya dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu cara
pengambilan contoh acak dan sistematik (Husch, 1963).
Cochran dan Sukhatme (1963) mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan pengambilan contoh sistematik adalah bila
pengambilan pemilihan unit contohnya dilakukan menurut cara atau pola khusus
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pengambilan contoh sistematik merupakan
cara pengambilan contoh yang relatif lebih muda dalam pelaksanaan pekerjaan di
lapangan bila dibanding dengan cara-cara lain yang biasa digunakan, antara lain
pengambilan contoh acak sederhana dan pengambilan contoh acak berlapis
(Soediono dan Komar, 1976).
Di Indonesia, pengambilan contoh yang
dianjurkan oleh Direktorat Inventarisasi dan Perencanaan Kehutanan (1967)
dengan alasan berdasarkan pertimbangan kondisi yang dihadapi adalah pengambilan
contoh dengan jalur yang lebarnya 10 atau 20 meter atau petak ukur lingkaran
berjalur dengan luas 0,1 hektar.
2.5
Pengertian Petak Ukur
Bentuk petak ukur
yang lazim digunakan dalam inventore hutan adalah bentuk petak ukur persegi
panjang, bujur sangkar, jalur dan lingkaran. Digunakannya petak ukur dalam
kehutanan disebabkan karena hutan bukan semata-mata sebagai kumpulan dari
pohon, melainkan merupakan suatu asosiasi dari flora dan fauna di suatu wilayah
yang cukup luas, mulai dari mikroorganisme sampai tumbuhan berbunga dan
binatang menyusui (Madyana Th.,1989).
Di kehutanan khususnya dalam inventarisasi hutan,
bentuk petak ukur dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan kegunaannya. Menurut Spure (1952) petak ukur yang dimaksud
adalah :
1. Petak ukur tidak permanen (temporary sample
plot) : Petak ukur ini biasanya
dipergunakan untuk menghitung atau menaksir volume tegakan, dan
2. Petak
ukur permanen (permanent sample plot) :
Petak ukur ini biasanya dipergunakan untuk menghitung atau mengukur
pertumbuhan volume tegakan.
2.6 Pengertian Parameter dan Parameter Pohon
(Diameter, Tinggi, Volume, dan Tabel Volume
Parameter adalah ciri suatu populasi, seperti harga
rata-rata populasi atau simpangan baku populasi. Kecermatan adalah bagaimana dekatnya harga
suatu pengukuran atau pengamatan terhadap harga yang sebenarnya. Bias merupakan kesalahan-kesalahan
sistematik, seperti kesalahan-kesalahan yang semuanya pada arah yang sama tinggi atau rendah
(Paine P.D., 1992).
Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang
mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk
keperluan pengelolaan. Dengan
keterbatasan alat yang tersedia, seringkali pengukuran keliling (K) lebih
banyak dilakukan, baru kemudian dikonversi ke diameter (D), dengan menggunakan
rumus yang berlaku untuk lingkaran yaitu D = k/π
(Kadri Wartono Ir.,
DKK, 1992).
Spure (1952) menyatakan bahwa diameter pohon yang dekat
dengan permukaan tanah adalah dasar dari
pengukuran pohon. Diameter merupakan parameter yang berkorelasi dengan
volume pohon dan dapat diukur secara akurat
dan pengukuran dalam areal yang luas memerlukan biaya yang murah.
Tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti
penting dalam penaksiran hasil hutan.
Bersama diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan
riap. Secara khusus tinggi pohon dapat
dihubungkan dengan umur hutan tanaman untuk menentukan kelas kesuburan tanah
(bonita) (Simon H., 1996).
Secara
alami volume kayu dapat dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi
sortimen. Jenis sortimen kayu yang lazim
dipakai sebagai dasar penaksiran ada lima macam, yaitu volume kayu tunggak,
kayu batang komersil, kayu cabang komersial, kayu batang non-komersial dan kayu
ranting (Simon H., 2007).
Volume dari sebatang pohon dapat ditaksir
dengan menggunakan suatu tabel volume. Tabel
volume ini disusun berdasarkan suatu persamaan yang menggambarkan hubungan
antara beberapa dimensi pohon yang mudah
untuk diukur dengan volume pohon tersebut (Loetsch, Zofrer dan Haller, 1973).
Tabel volume merupakan pernyataan yang sistematis
mengenai volume sebatang pohon menurut
semua atau sebagian dimensi yang ditentukan dari diameter setinggi dada,
tinggi, dan bentuk pohon (Husch, 1987).
III. METODE
PRAKTEK
3. 1 Waktu dan
tempat
Praktikum Inventarisasi Hutan mengenai
pengukuran Potensi Tegakan Hutan (parameter pohon) dengan menggunakan Line Plot
Systematic Sampling dengan ukuran plot 20 m x 20 m pada areal hutan alam dengan luas wilayah 16.800 m2, dilaksanakan pada Hari Minggu 29 mei 2011, bertempat
di Desa Labuan Kunguma, Kecamatan
Tanantovea, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, Palu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam
praktikum Inventarisasi Hutan adalah sebagai berikut :
ü Meteran
Roll
ü Kompas
Bidik
ü Parang
ü Pita Ukur
ü Hagameter
ü Alat Tulis
Menulis
ü Kayu
Adapun bahan
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
ü Tally Sheet
ü Tali Rafia
3.3 Cara kerja
· Pertama-tama kita
menentukan plot dengan ukuran 20 m x 20 m untuk menganalisis tingkat pohon,
10mx10m untuk tingkat tiang, 5m x 5m untuk tingkat panacang, dan 2m x 2m untuk
tingkat semai.
· Kemudian untuk plot berukuran 20m x 20m kita mengukur
keliling pohon satu persatu untuk menentukan diameter pohon tersebut nantinya.
· Pohon
yang telah diukur diameternya, diberi
label gantung. Setelah itu dlakukan pengukuran tinggi bebas cabang pohon
dan tinggi total pohon. Dengan menggunakan alat hagameter.
· Untuk
melakukan pengukuran TBC dan TT pohon pertama-tama kita menentukan jarak antara
pengukur dan pohon yang akan diukur.
· Setelah
itu kita mengukur tinggi mata
pengamat dari ujung kaki sampai ke mata
pengamat/pengukur.
· Setelah
itu kita membidik TBC dan TT pohon antara mata
pengukur dengan TBC ataupun TT pohon, untuk menentukan berapa
besar sudut yang terbentuk dengan menggunakan alat hagameter.
· Setelah dilakukannya pengukuran pada plot 20m x 20m
untuk tingkat pohon, kita menganalisis tingkat tiang pada plot yang berukuran
10 m x 10 m. Pengukuran yang dilakukan sama perlakuannya dengan tingkat pohon, hanya saja
pengukuran yang dilakukan hanya pada
tingkat tiang, begitupun pengukuran yang dilakukan pada tingkat
pancang pada plot yang berukuran 5m x
5m.
· Untuk
tingkat semai penkuran yang dilakukan hanya menentukan berapa tinggi dar semai
tersebut pada plot dengan ukuran 2m x 2m.
· Semua
hasil data dilapangan dicatat pada tali sheet, dan kita perlu menggambar skema
pengkuran kita.
3.4 Analisis Data
Berdasarkan data lapangan yang telah dikumpulkan, maka dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan
perhitungan Matematis-Statistika dengan rumus sebagai berikut :
a. Volume
rata-rata pada petak ukur :
b. Ragam (Varians) :
c. Simpangan Baku
(standar deviasi) :
d. Galat Baku (Standard error) :
atau
e. Kesalahan Pengambilan
Contoh (Sampling Error) :
f. Tingkat kecermatan :
P = x 100%
g. Konviden Interval (Selang Kepercayaan) :
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, maka diperoleh hasil perhitungan parameter pohon hutan Alam Desa Labuan Kunguma pada petak ukur
(plot) 4 dengan
ukuran 20 m x 20 m .
Tabel 1. Data hasil perhitungan parameter pohon pada
plot 4 berdasarkan data
yang diperoleh dari lapangan.
No.
|
Jenis Pohon
|
Keliling (cm)
|
Diameter
(cm)
|
TBC
(m)
|
Tinggi total
(m)
|
Vi
(m3)
|
Vi2
(m3)
|
1
2
3
4
5
6
|
pohon 1
pohon 2
pohon 3
Tiang 1
Pancang 1
Pancang 2
|
98
150
92
35
13
15
|
31,210
47,770
20,38
11,15
4,14
4,77
|
11,5
15,8
18,14
-
|
20,30
27,77
18,14
11,88
4,3
5,0
|
1,079
3,709
0,838
0,081
0,039
0,491
|
1,164
13,756
0,702
0,006
0,001
0,241
|
∑
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6,237
|
15,24
|
Perhitungan Volume Rata-rata Pohon pada
Plot 4
:
1. Pohon Jenis 1 :
V =
V =(
= 0,076 x 20,30 x
0,7
= 1,079 m3.
2. Pohon Jenis 1 :
V =
V = (
= 0,178x 29,77
x 0,7
= 3,709 m3.
3. Pohon Jenis 1 :
V =
V (
= 0,066 x 18,14
x 0,7
= 0,838m3.
Volume rata-rata pohon :
=
= 1,875 m3.
4. Tiang Jenis 1:
V =
V (
=0,0098x 11,88 x 0,7
= 0,081 m3.
5. Pancang Jenis 2 :
V =
V = (
= 0,0013 x 4,3 x
0,7
= 0,039m3.
6. Pancang
Jenis 2 :
V =
V = (
= 0,0018 x 5,0
x 0,7
= 0,006 m3.
Volume rata-rata pancang :
=
= 0,022 m3.
Keterangan : d = Diameter
pohon
t = Tinggi total pohon
fk = Faktor koreksi
n
= Jumlah pohon (8 pohon)
Tabel 2. Data
hasil perhitungan volume pohon dari plot 1 sampai plot 12 dengan menggunakan 2
angka terakhir dari nomor stambuk.
Nomor
Plot (Data/kelompok)
|
Volume
|
Data
Sebenarnya (asli)
|
Data Stambuk
|
Vi (m3)
|
Vi2
(m3)
|
Vi (m3)
|
Vi2
(m3)
|
Ganjil 1
Ganjil 2
Ganjil 3
Ganjil 4
Ganjil 5
Ganjil 6
Ganjil 7
Ganjil 8
Genap 1
Genap2
Genap 3
Genap 4
Genap 5
Genap 6
Genap 7
Genap 8
|
0,331
2,336
3,055
3,157
0,645
2,360
5,563
1,875
6,532
0,037
6,841
0,257
0,132
0,175
0,444
0,002
|
0,109
5,456
9,333
9,966
0,416
5,570
30,947
3,448
42,667
0,001
42,003
0,066
0,017
0,031
0,197
0,000
|
0,383
2,383
3,083
3,183
0,683
2,383
5,583
1,883
6,583
0,083
6,883
0,283
0,183
0,183
0,483
0,083
|
0,146
5,678
9,504
10,131
0,466
5,678
31,169
3,545
43,335
0,007
47,375
0,080
0,033
0,033
0,232
0,007
|
∑
|
27,210
|
|
34,328
|
157,429
|
Keterangan :
No. stambuk = L 131 09 083
n = Jumlah petak ukur
= 16
Petak ukur
N = Luasan keseluruhan
= 16.800 m2.
Analisis
Data pada Plot 1-16 dengan Menggunakan Nomor Stambuk
a. Volume rata-rata pohon :
=
= 2,145 m3.
b. Perhitungan Ragam (Varians) :
S2 =
=
=
=
= 5,585
m3
c. Perhitungan Simpangan Baku (Standar Deviasi)
:
S =
=
= 2.363
m3.
d. Perhitungan Galat Baku (Standar Error) :
= 0,589 m3.
e. Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error)
:
= 0,05 ; n-1.
= 2,131 (0,589)
= 1,255
m3
f. Tingkat Kecermatan :
P = x 100%
= x 100%
= 27,45
%.
g. Konviden Interval (Selang Kepercayaan) :
= 0,589
±
1,255
= 0,589 – 1,255 = -
0,666 m3/ha
= 0,589
+ 1,255 = 1,844
m3/ha.
h. Biomassa
Biomassa = 0,111 x DBH 2,532
= 0,111 x 1,32,532
= 0,111 x 1,943
= 0,216
i. Carbon
Carbon =
0,5 x Biomassa
=
0,5 x 0,216
=
0,108
4.2 Pembahasan
Hutan
merupakan salah satu sumberdaya alam bagi bangsa Indonesia yang dapat menunjang
kehidupan bangsa. Selain itu, hutan
merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, memiliki sifat yang unik
sebab mempunyai sifat ganda, antara lain sebagai sumber produksi dan berfungsi
sebagai pelindung selama hutan terjamin keadaannya dari pemanfaatan yang tidak
berencana dan dari bencana alam. Agar
pemanfaatan hasil hutan sebagai sumberdaya alam dapat dirasakan secara baik,
maka diperlukan suatu manageman yang baik terhadap hutan dan dan hasil hutan
tersebut. Hal ini dapat dilaksanakan
berdasarkan perencanaan dan data hasil inventarisasi yang baik dengan
ketelitian yang dipakai dalam metode inventarisasu hutan tersebut.
Kawasan
hutan Desa Labuan Kunguma merupakan kawasan hutan alam yang wilayahnya cukup
luas, oleh karena itu diperlukan suatu pengamatan potensi tegakan hutan. Dan untuk mengetahui potensi tegakan tersebut
maka diadakan inventarisasi hutan dengan melakukan pengamatan, pengukuran, dan
penaksiran dari sampel (contoh) yang diambil.
Dalam inventarisasi hutan yang dilaksanakan di hutan alam Desa Labuan Kunguma digunakan metode jalur
berpetak sistematik (line plot sistematik sampling) yang terdiri dari 4 jalur dan16 petak ukur yang masing-masing jalur berisi
4 petak ukur, dengan ukuran jarak antar jalur 20 meter, jarak antar petak ukur
20 meter, dan ukuran petak ukur 20 m x 20 m.
Luasan keseluruhan dari petak ukur adalah 16.800 m2.
Inventarisasi hutan
merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi yang terspesifikasi
dari suatu areal
hutan karena secara umum hutan merupakan areal yang
luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling
(De Vries, 1986).
Hasil
dari kegiatan inventarisasi hutan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
atau menetapkan suatu areal atau kawasan hutan, perencanaan pengelolaan
sumberdaya hutan agar diperoleh kelestarian hasil, penyusunan neraca sumberdaya
hutan, dan penyusunan
rencana kebutuhan dan
sistem informasi kehutanan.
Sampling sistematik adalah satu cara pengambilan sampel
yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat sistematik (systematic pattern),
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore,
waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi (Simon
H. 2007).
Menurut
Sutarahardja (1997) bahwa metode
sampling jalur sistematik merupakan suatu metode
yang ditentukan
berdasarkan luas tertentu dari unit contohnya,
yakni berdasarkan dengan unit contoh berbentuk jalur yang terdistribusi
secara sistematik. Sistematik
di sini diartikan bahwa jalur tersebar
merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari
satu jalur ke jalur lainnya.
Bentuk petak ukur
yang lazim digunakan dalam inventore hutan adalah bentuk petak ukur persegi
panjang, bujur sangkar, jalur dan lingkaran. Digunakannya petak ukur dalam
kehutanan disebabkan karena hutan bukan semata-mata sebagai kumpulan dari
pohon, melainkan merupakan suatu asosiasi dari flora dan fauna di suatu wilayah
yang cukup luas, mulai dari mikroorganisme sampai tumbuhan berbunga dan
binatang menyusui (Madyana Th.,1989).
Dalam
inventarisasi hutan dikenal beberapa istilah yang digunakan dalam melakukan
pengukuran dan penaksiran potensi suatu tegakan yaitu populasi, sampel
(contoh), dan parameter. Menurut Cochran
(1963), populasi digunakan untuk menyatakan kumpulan dari mana contoh diambil,
sedangkan Husch (1971) mengatakan populasi merupakan kumpulan keseluruhan
anggota dan individu yang akan diteliti atau dipelajari.
Sampel merupakan bagian populasi yang secara statistik
dianggap refresentatif untuk mewakili karakteristik atau menggambarkan
parameter populasi tersebut (Simon H., 1996). Sedangkan parameter adalah ciri suatu populasi, seperti harga
rata-rata populasi atau simpangan baku populasi
(Paine P.D., 1992).
Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang
mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk
keperluan pengelolaan. Dengan
keterbatasan alat yang tersedia, seringkali pengukuran keliling (K) lebih
banyak dilakukan, baru kemudian dikonversi ke diameter (D), dengan menggunakan
rumus yang berlaku untuk lingkaran yaitu D = k/π
(Kadri Wartono Ir.,
DKK, 1992).
Pengukuran
keliling dan diameter pohon merupakan pengukuran parameter pohon yang mempunyai
peran penting dalam melakukan pengambilan dan pengumpulan data potensi suatu
tegakan hutan yang digunakan untuk keperluan pengelolaan hutan dan sumberdaya
hutan agar diperoleh kelestarian hasil dari sumberdaya hutan tersebut. Pengukuran keliling dan diameter pohon
dilakukan pada ketinggian 1,3 meter dari pangkal pohon di atas permukaan tanah
atau dikenal dengan pengukuran diameter setinggi dada (dbh).
Gambar 2. Pengkuran diameter setinggi dada (dbh).
Selain pengukuran keliling dan
diameter, tinggi pohon juga merupakan variabel dari parameter pohon yang
mempunyai arti yang tak kalah pentingnya dalam melakukan pengukuran dan
penaksiran potensi tegakan hutan dan hasil hutan. Tinggi
pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran
hasil hutan. Bersama diameter, tinggi
pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap. Secara khusus tinggi pohon dapat dihubungkan
dengan umur hutan tanaman untuk menentukan kelas kesuburan tanah (bonita)
(Simon H., 1996).
Dalam
inventarisasi hutan biasanya dikenal beberapa macam tinggi yaitu tinggi total,
tinggi batang bebas cabang, tinggi batang komersil dan tinggi tunggak. Dalam kegiatan praktikum inventarisasi hutan
di hutan alam Desa Labuan Kunguma variable tinggi pohon yang diamati adalah
tinggi batang bebas cabang dan tinggi total pohon. Tinggi batang bebas cabang yaitu tinggi pohon
dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama, sedangkan tinggi
total yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon
(Simon H., 2007).
Gambar
3. Pengukuran tinggi batang batang bebas
cabang dan tonggi total pohon.
Pengukuran keliling, diameter dan tinggi pohon merupakan data
inventarisasi yang diperoleh langsung di lapangan. Setelah data-data tersebut terkumpul
selanjutnya akan dilakukan analisis data untuk mendapatkan hasil perhitungan
volume dari setiap pohon sampel pada masing-masing petak ukur dan perhitungan
volume rata-rata dari semua pohon sampel pada keseluruhan petak ukur. Agar hasil yang diperoleh dari perhitungan
volume pohon dapat memberikan keyakinan bagi si penaksir maka diperlukan
analisis data yang lain berupa perhitungan ragam (varians), simpangan baku (standar deviasi), galat baku (standard error), kesalahan pengambilan contoh (sampling error), tingkat
kecermatan dan konviden interval
(selang kepercayaan).
Volume merupakan salah
parameter yang paling penting dalam melakukan inventarisai hutan secara
obyektif. Dalam menentukan volume dari
sebatang pohon yang ditaksir maka digunakan suatu tabel volume. Tabel volume disususn berdasarkan suatu
persamaan yang menggambarkan hubungan antara beberapa parameter pohon yang
mudah untuk diukur dengan volume pohon tersebut. Dalam melakukan penyusunan tabel volume
diperlukan perhitungan volume pohon yang masih berdiri untuk menentukan
hubungan volume dengan parameter pohon lainnya seperti keliling, diameter, dan
tinggi pohon.
Secara
alami volume kayu dapat dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi
sortimen. Jenis sortimen kayu yang lazim
dipakai sebagai dasar penaksiran ada lima macam, yaitu volume kayu tunggak,
kayu batang komersil, kayu cabang komersial, kayu batang non-komersial dan kayu
ranting (Simon H., 2007).
Pada dasarnya ada dua macam cara untuk menaksir volume kayu
yaitu penaksiran secara langsung dan tidak langsung.
Penaksiran
secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan tabel volume sedangkan dengan cara langsung dilakukan dengan mengukur parameter individu pohon
di lapangan, kemudian dihitung volumenya dengan menggunakan metode rumus analisis data kuantitatif
(matematis-statistik). Dalam
penaksiran volume pohon yang masih berdiri seluruhnya hanya dapat
dilakukan secara langsung dengan ketinggian 2 meter, selebihnya harus menggunakan taksiran.
Pada
pelaksanaan praktikum yang pertama kali dilakukan adalah menentukan jalur dan
jarak antar jalur dengan menggunakan alat meteran roll, selanjutnya jika jalur
telah ditentukan kemudian menetukan arah jalur dengan menggunakan kompas
bidik. Selanjutnya membuat petak ukur
dengan ukuran
20 m x 20 m. Setelah petak ukur dibuat selanjutnya
mengamati dan menghitung jumlah pohon
yang akan dijadikan sampel, pada plot 11 terdapat 8 pohon sampel yang
masing-masing akan dilakukan pengukuran dan penaksiran pada parameter pohon
tersebut.
Setelah
pohon tersebut diamati langkah selanjutnya menghitung diameter setinggi dada
(dbh) pohon sampel pada ketinggian 1,3 meter dari pangkal pohon di atas permukaan
tanah. Selanjutnya parameter pohon yang
akan diamati adalah tinggi total pohon dan tinggi bebas cabang dengan
menggunakan alat Hagameter.
Setelah
pengamatan dan pengukuran parameter pohon selesai, kemudian langkah selanjutnya
adalah mengumpulkan data-data dari pengamatan parameter pohon tersebut. Setelah data-data tersebut dikumpulkan
kemudian melakukan perhitungan analisis data untuk mengetahui volume dari
masing-masing pohon dan volume rata-rata dari keseluruhan pohon yang terdiri
dari 12 petak ukur.
Dari
analisis data yang dilakukan diperoleh hasil perhitungan volume rata-rata dari
keseluruhan pohon yang terdiri dari 16
petak ukur dengan menggunakan 2 (dua) angka terakhir dari nomor stambuk adalah
sebesar 0,2949 m3. Sedangkan
hasil perhitungan volume rata-rata dengan data sebenarnya adalah sebesar 0,2981
m3 seperti yang disajikan pada lampiran 3.
Untuk analisis data ragam (varians),
perhitungan simpangan baku (standar deviasi), perhitungan galat baku (standar
error), kesalahan pengambilan contoh (sampling error), tingkat kecermatan, dan
konviden interval (selang kepercayaan) dengan menggunakan 2 angka terakhir pada
nomor stambuk adalah masing-masing sebagai berikut :
Ragam
(varians) = 5,585 m3.
Simpangan baku
(standar deviasi) =2,363m3.
Galat baku
(standar error) = 0,589 m2.
Kesalahan
pengambilan contoh (sampling error) = 1,255 m3.
Tingkat
kecermatan = 27,45 %.
Konviden interval (selang kepercayaan)
= 0,666 1,844 m3/ha.
Biomasaa =
0,216
Carbon = 0,108
Sedangkan dengan
menggunakan data lapangan atau data sebernanya diperoleh hasil sebagai berikut
(terdapat pada lampiran 3) :
Ragam
(varians) = 3,872 m3.
Simpangan baku (standar deviasi) = 1,968
m3.
Galat baku (standar error) = 0,0842m3.
Kesalahan pengambilan contoh (sampling
error) = 0,1794
m3.
Tingkat kecermatan = 4,95 %.
Konviden interval (selang kepercayaan)
= 1,5036 1,8984 m3/ha.
Biomasaa =
0,216
Carbon =
0,108
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan dari pelaksanaan praktikum, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik
mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan
informasi yang terspesifikasi dari suatu areal
hutan karena secara umum hutan merupakan areal yang
luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling.
2. Sampling
merupakan tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode pengukurannya hanya
dilakukan pada sebagian elemen dari populasi,
tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil
dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang
dipelajari.
3. Sampling sistematik adalah satu
cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat
sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu. Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung
pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi
yang dihadapi.
4. Line plot systematic sampling
merupakan perkembangan dari continuous strip sampling. Latar belakang penggunaan line plot sampling
adalah untuk menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi
diharapkan tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh.
5. Bentuk petak ukur yang lazim
digunakan dalam inventore hutan adalah bentuk petak ukur persegi panjang, bujur
sangkar, jalur dan lingkaran.
Di kehutanan khususnya dalam inventarisasi hutan, bentuk petak ukur
dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan kegunaannya yaitu petak ukur tidak
permanen (temporary sample plot) dan petak ukur permanen (permanent sample
plot).
6. Dalam melakukan pengukuran atau penaksiran
potensi suatu tegakan hutan, ada beberapa variabel yang penting dari parameter
pohon yang harus diamati yaitu keliling dan diameter, tinggi batang bebas
cabang, tinggi total pohon, dan pengukuran atau perhitungan volume dan volume
rata-rata pohon sampel.
7. Perhitungan volume dan volume rata-rata pohon
sampel diperoleh dengan menggunakan rumus :
a. Volume pohon : V =
b. Volume
rata-rata pohon sampel :
Dimana : V = Volume pohon
= Volume rata-rata pohon
= 3,14
d = Diameter pohon ( d = )
t =
Tinggi total pohon
fk = Faktor koreksi
(0,7)
n = Jumlah pohon atau petek ukur
8. Agar hasil dari inventarisasi hutan dapat
memberikan keyakinan bagi si penaksir maka harus dilakukan analisis data
lainnya seperti perhitungan ragam, simpangan baku, galat baku, kesalahan
pengambilan contoh, tingkat kecermatan, dan konviden interval. Dengan menggunakan rumus :
a. Ragam : S2 =
b. Simpangan baku : S =
c. Galat baku :
d. Kesalahan pengambilan contoh :
e. Tingkat kecermatan : P = x 100%
f. Konviden interval :
9. Dari
hasil pelaksanaan praktikum Inventarisasi Hutan di hutan alam Desa Labuan
Kunguma dapat diketahui potensi tegakan hutannya dengan memperhitungkan volume
rata-rata pohon sampel adalah sebesar 2,145 m3 (perhitungan dengan menggunakan nomor
stambuk), ragam sebesar 5,585
m3, simpangan baku 2,363
m3, galat baku 0,589
m3, kesalahan pengambilan contoh 1,255 m3, tingkat kecermatan
27,45
%, konviden interval 0,666 1,844 m3/ha.
5.2 Saran
Untuk
kelancaran praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas seperti alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum lebih dilengkapi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal dan kesalahan dalam pengambilan data juga dapat
berkurang. Selain itu agar praktikum
dapat berjalan dengan maksimal sebaiknya disediakan penuntun praktikum bagi
praktikkan.