KEBUN JATI

Terletak di Desa Talaga Kecamatan Dampelas, dengan Luas 7 ha.

PANTAI BAMBARANO

Pantai berkarang indah ini terletak di Desa Sabang kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.

JEMBATAN PONULELE

Jembatan Kebanggan warga Palu ini berada diwilayah pantai talise menuju arah donggala.

TANJUNG KARANG

salah satu objek wisata pantai, yang terletak di ujung pantai Donggala, dengan suasana pantai yang terasa nyaman.

situs Tadulako dan Pokekea

situs sejarah ini berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah..

Kamis, 29 November 2012

makalah konstitusi negara

BAB 1
PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata   Constituer  berarti membentuk, mendirkian atau menyusun, dan kata Constitution berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan  hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan  atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Rumusan Masalah
Terkait dengan konstitusi, maka akan timbul pertanyaan bagaimana sejarah dari konstitusi dan amandemen yang terjadi di dalamnya?

            C. Ruang Lingkup Permasalahan
                      Dalam penulisan makalah yang sederhana ini, akan membahas secara umum tentang sejarah  konstitusi di Indonesia dan sedikit menyinggung tentang perubahan yang terjadi di dalamnya.





















BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Konstitusi Indonesia,
Sebagai Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.

Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001:59)

Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul WACHID hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).

Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.

Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.

Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional;

Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:

Rakyat, yaitu bangsa Indonesia;
Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia;
Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila;
Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan.

B.  Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu,  konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:[7]
  1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
    1. Pertama, untuk  mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
    2. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
    3. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
  2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi  yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
  3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi  dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
  4. Perubahan  konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila  ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :[8]
1.      Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2.      Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui  oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi, yaitu :[9]
1.      Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
2.      Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia
3.      negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4.      musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan yang  dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah  ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
  1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
  2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
  3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
  4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
  5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
  6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
  7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
  8. Periode 10 Agustus  2002 – sampai sekarang
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
  1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
  2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
  1. 16 Bab;
  2. 37 Pasal
  3. 4 aturan peralihan;
  4. 2 Aturan Tambahan.
3.      Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a.       Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b.      Pasal 7 berbunyi :                     Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c.       Pasal 14 berbunyi :                   Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1)   Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
(2)   Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d.      Pasal 20 ayat 1 :                       Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
e. Pasal 20  berbunyi :  Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
f.        Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
g.  Pasal 28  memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13   hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat  (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
g. Pasal 1 ayat (2) berbunyi :  Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
h. Ditambah Pasal 6A :  Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
i.   Pasal 8 ayat (1) berbunyi :  Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya
j.   Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1.      Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
2.      Pasal 24C :  mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
k. Pasal 2 ayat (1) berbunyi :  MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi :  MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
l.   Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.
Diubah menjadiPresiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-undang
m.           Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
n. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a.       Pasal 1 ayat (2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara lagi.
MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.
b.      Pasal 2 ayat (1):
MPR terdiri dari :
1.      Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2.      Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika Serikat;
Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR.
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c.       Pasal 5 ayat (1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
d.      Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e.       Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
f.        Pasal 14:
Presiden memberi :
1.         Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung


makalah hukum KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMUAT KEPUTUSAN YANG BERSIFAT UMUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keputusan Tata Usaha Negara
Ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara merupakan keputusan istimewa yang dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang konkret. Berbeda dengan peraturan yang bersifat perundangan, ketetapan atau KTUN bersifat individual di mana objek yang dikenai adalah tertentu dan disebutkan secara tegas. Ketetapan/KTUN untuk dapat berlaku, ia harus mempunyai kekuatan hukum. Dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh peraturan dasarnya Ketetapan/KTUN akan menjadi Ketetapan yang sah sehingga dengan sendirinya mempunyai kekuatan hukum dan kekuatan berlaku.
Ketetapan/KTUN yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pembentukannya akan menjadi Ketetapan/KTUN yang tuna atau cacat sehingga menjadi keputusan yang tidak sah. Meskipun demikian, ketetapan yang tidak sah tidak secara otomatis tidak mempunyai kekuatan berlaku karena tergantung pada berat ringannya cacat yang dimilikinya. Cacat atau kekurangan yang bersifat yuridis dan berat karena menyangkut substansi sudah selayaknya membuat keputusan dianggap tidak sah dan dapat ditarik kembali. Sebaliknya kekurangan yang tidak bersifat esensial hendaknya segera dikoreksi oleh pejabat yang berwenang untuk menghilangkan kekurangannya sehingga menjadi keputusan yang sah dan memiliki kekuatan hukum.[1]


B. Rumusan masalah
      Dalam makalah ini kelompok 2 mengambil suatu permasalahan yakni:
      Apakah semua, peraturan perundang-undangan itu di buat oleh badan legislatif ?
      Apakah keputusan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (Besluit Van Algemene Strekking) termasuk ke dalam Peraturan Perundang-Undangan (Algemeen Verbindende Voorscriften).?
      Dan apakah Bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau Besluit Van Algemene Strekking merupakan bagian dari perbuatan keputusan dalam arti Beschickking?

C. Tujuan penulisan
Dalam penulisan makalah ini kelompok 2 bertujuan untuk menyelesaikan tugas                    yang diberikan, dan  juga   bertujuan untuk berbagi pengetahuan kepada setiap pembaca agar terjalin suatu kegiatan pembelajaran secara diskusi.















BAB II
PEMBAHASAN

Peraturan Perundang-Undangan (Algemeen Verbindende Voorschriften) Dan Keputusan-Keputusan Tata Usaha Negara Yang Memuat Pengaturan Bersifat Umum (Besluiten Van Algemene Strekking 

Secara teoritis, istilah perundang-undangan mempunyai dua pengertian, yaitu:
a) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk    peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
b) Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Namun secara umum, Peraturan Perundangan dapat didefinisikan sebagai sumber tata tertib hukum Republik Indonesia. Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) RI Nomor XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR GR mengenai sumber Tata tertib hukum Republik Indonesia dibuatlah tata urutan perundangan RI dengan istilah peraturan perundangan. Sementara itu, beberapa produk undang-undang menggunakan istilah Peraturan Perundang-Undangan selaku penamaan bagi semua hukum tertulis yang dibuat dan diberlakukan dengan dasar UUD 1945. Namun dalam prosesnya pengertian ini disempurnakan dengan apa yang tercantum dalam Pasal 1 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 sehingga yang dimaksud dengan Sumber Hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan perundang-undangan yang terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tak tertulis, dimana Pancasila adalah sumber hukum dasar nasional.[2]

Selain itu Peraturan Perundang-Undangan memiliki ciri-ciri berikut ini:
a) Bersifat umum dan komprehensif.
b) Bersifat universal.
c) Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri[3].
Peraturan perundang-undangan itu juga bersifat umum-abstrak, yang dicirikan oleh unsur-unsur diantaranya:
a) Waktu; tidak hanya berlaku pada saat tertentu.
b) Tempat; tidak hanya berlaku pada tempat tertentu.
c) Orang; tidak hanya berlaku pada orang tertentu.
TAP MPRS RI Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan berbagai bentuk peraturan perundangan menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU dan Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Keppres
6. Peratutan Pelaksana Lainnya Seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Dan
Lain-Lain
Dimana Tap MPRS tersebut telah diubah dengan Pasal 2 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang tata urutan peraturan perundangan yang merupakan pedoman
dalam pembuatan aturan hukum antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Perpu
5. Perpres
6. Kepres
7. Perda
Sehingga ketika Tap MPR Nomor III/MPR/2000 disahkan maka Tap MPR Nomor XX/MPRS/1966 dianggap tidak berlaku lagi. Dalam perkembangannya lahirlah UU Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundangan, berdasarkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berisi tata urutan perundangan sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. UU atau Perpu
3. PP
4. Perpres
5. Perda (yang terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan peraturan
desa/setingkat)














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak semua perundang-undangan dibuat oleh badan legislatif. Pada pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 merumuskan bahwa Peraturan Perundang-Undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan pejabat tata usaha negara dan atau badan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang juga bersifat secara umum. Dari rumusan pasal di atas dapat disimpulkaan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (Besluit Van Algemene Strekking) termasuk ke dalam Peraturan Perundang-Undangan (Algemeen Verbindende Voorscriften). Bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau Besluit Van Algemene Strekking demikian tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan dalam arti Beschickkingsdaad Van De Administratie tetapi diklasifikasikan dalam perbuatan tata usaha di bidang pembuatan peraturan (Regelend Daad Van De Administratie). Dalam Pasal 2 Huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 secara tegas menentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (Besluit Van Algemene Strekking ) tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara dalam arti Beschikking yang mempunyai konsekuensi logis perbuatan badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang merupakan pengaturan yang bersifat umum tidak dapat diganggu gugat di hadapan hakim Peradilan Tata Usaha Negara.
Pada umumnya pemerintah menetapkan adanya deferensiasi bentuk untuk membedakan peraturan yang bersifat umum dan peraturan yang bersifat Keputusan Tata Usaha Negara Beschikking. Dalam implementasi di lapangan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum disebut dengan judul Keputusan, seperti halnya keputtusan menteri, keputusan direktur jenderal, keputusan gubernur. Sementara keputusan tata usaha negara yang bersifat Beschikking diberi judul Surat Keputusan, seperti halnya surat keputusan menteri, surat keputusan gubernur. Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Beschikking harus didasari dan selaras dengan peraturan perundangan yang mendasarinya.
Pasal 53 Ayat 2 Huruf a dari UU Nomor 5 tahun 1986 menentukan bahwa salah satu dasar pengujian (Toetsinggrond) yang dapat digunakan seseorang atau badan hukum perdata untuk menggugat badan atau pejabat negara di hadapan hakim Peradilan Tata Usaha Negara ketika keputusan (Beschikking) yang dikeluarkan itu bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan-undangan yang dimaksud pada Pasal 53 Ayat 2 Huruf b UU Nomor 5 Tahun 1986 termasuk pula keputusan tata usaha yang bersifat umum (Besluit Van Algemene Strekking). Seperti halnya dengan peraturan perundangan lainnya maka Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum dapat  dijadikan sebagai salah satu dasar hukum bagi dikeluarkannya surat keputusan.[4]












[1] A. Hamid. S Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

[2] Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.


[3] Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1979.
Bagir Manan, Peranan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Armico, bandung, 1987.




[4] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002.
Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.