Kamis, 19 Februari 2015

laporan lengkap agroforestry kehutanan untad

 

I.     PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan system agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis dan sangat baik diterapkan pada masyarakat.
Melihat rendahnya proses pengelolaan hutan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, dengan tetap menjaga kelestarian dari hutan itu sendiri, maka kami sebagai Mahasiswa Kehutanan melakukann pengamatan agar dapat mengetahui bagaimana tingkat proses pengelolaan masyarakat dalam menerapkan system agroforestry pada kehidupan sehari-harinya.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek ini yaitu :
a.   Mengantarkan mahasiswa untuk mengenali beberapa system Agroforestry yang ada dilingkungan sekitarnya, dengan cara mengenali karakteristik dan komponen penyusun Agroforestri.
b.   Mempelajari interaksi pohon dengan tanah dan lingkungan sekitarnya
c.   Mengevaluasi potensi keuntungan ekonomi dari system Agroforestri
d.   Mengevaluasi manfaat Ekologi system Agroforestri.
Kegunaan dari praktek ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui system apa saja yang dilakukan oleh masyarakat dalam penggunaan pola Agroforestry sehingga masyarakat sejahtera dan lingkungan tetap lestari.
II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1   Pengertian Agroforestri
Agroforestry atau sering di Indonesiakan menjadi ‘wanatani’ atau ‘agroforestri’ hanyalah sebuah istilah kolektif (collective term) dari berbagai bentuk pemanfaatan lahan terpadu (kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan) yang ada di berbagai tempat di belahan bumi, tidak terkecuali yang dapat dijumpai di negara-negara berkembang wilayah tropis sebagaimana di Indonesia.
Pemanfaatan lahan tersebut secara tradisional telah dikembangkan/dipelihara oleh masyarakat lokal (local communities) atau diperkenalkan dalam tiga dasawarsa terakhir ini oleh berbagai pihak, baik instansi pemerintah (instansi sektoral seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian beserta dinas-dinas terkaitnya), lembaga penelitian (nasional dan internasional), perguruan tinggi, ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM)/organisasi non-pemerintah (nongovernmental organizations)( Djogo APY, 1995).

2.2     Klasifikasi Berdasarkan Komponen Penyusunnya
Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya. Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan. Ditinjau dari komponennya, agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.       Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems)
Agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna (lihat lebih detil pada bagian multipurpose trees) atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan lahan pertanian (multipurpose trees/shrubs on farmlands, shelterbelt, windbreaks, atau soil conservation hedges – lihat Nair, 1989; dan Young, 1989).
2.       Silvopastura (Silvopastural systems)
Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura antara lain: Pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products). Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem ‘cut and carry’ pada pola pagar hidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau pohon pakan serbaguna/multipurpose fodder trees pada lahan pertanian yang disebut ‘protein bank’). Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestri tetap mengelompokkannya dalam silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan yang sama.

3.    Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)
Telah dijelaskan bahwa sistem-sistem agrosilvopastura adalah  pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud. Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh permudaan alam dan satwa liar (lihat Klasifikasi agroforestri berdasarkan Masa Perkembangannya). Interaksi komponen agroforetri secara alami ini mudah diidentifikasi. Interaksi paling sederhana sebagai contoh, adalah peranan tegakan bagi penyediaan pakan satwa liar (a.l. buah-buahan untuk berbagai jenis burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau regenerasi tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan Terdapat beberapa contoh Agrosilvopastura di Indonesia, baik yang berada di Jawa maupun di luar Jawa. Contoh praktek agrosilvopastura yang luas diketahui adalah berbagai bentuk kebun pekarangan (home-gardens), kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens), seperti sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan, dan berbagai bentuk kebun pekarangan serta sistem Talun di Jawa(lihat a.l. Soemarwoto, et al., 1985a;b; Sardjono, 1990; De Forestra, et al., 2000).

2.3     Klasifikasi Berdasarkan Masa Perkembangannya
Ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat dua kelompok besar agroforestri, yaitu:
1.   Agroforestri tradisional/klasik (traditional/classical agroforestry)
Dalam lingkungan masyarakat lokal dijumpai berbagai bentuk praktek
pengkombinasian tanaman berkayu (pohon, perdu, palem-paleman, bambubambuan, dll.) dengan tanaman pertanian dan atau peternakan. Praktek tersebut dijumpai dalam satu unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam (landscape) dari agroekosistem pedesaan. Thaman (1988) mendefinisikan agroforestri tradisional atau agroforestri klasik sebagai ‘setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem)’. Ada juga yang menyebut agroforestri tradisional/klasik sebagai agroforestri ortodoks (orthodox agroforestry), karena perbedaan karakter dengan yang diperkenalkan secara modern.
2.    Agroforestri modern (modern atau introduced agroforestry)
Berbagai bentuk dan teknologi agroforestri yang dikembangkan setelah diperkenalkan istilah agroforestri pada akhir tahun 70-an, dikategorikan sebagai agroforestri modern. Walaupun demikian, sistem taungya (yang di Indonesia lebih popular dengan nama sistem tumpangsari), yang pertama kali diperkenalkan oleh Sir Dietrich Brandis (seorang rimbawan Jerman yang bekerja untuk kerajaan Inggris) di Burma (atau Myanmar sekarang) pada pertengahan abad XIX, dipertimbangkan sebagai cikal bakal agroforestri modern (dari aspek struktur biofisiknya saja, filosofi taungya sebenarnya tidak sesuai dengan agroforestri, karena taungya pada awalnya lebih berprinsip pada pembangunan hutan tanaman dengan tenaga murah dari rakyat miskin).
Agroforestri modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Berbeda dengan agroforestri tradisional/klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam agroforestri modern (lihat Thaman, 1989; Sardjono, 1990).


III.  METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Agroforestri dilaksanakan pada Hari Sabtu, 15 Juni 2013. Bertempat di Desa Jonooge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
3.2    Bahan dan Alat
            Bahan dan alat yang dgunakan dalam praktek Agroforestri ini yaitu tali raffia, pita ukur, kuisioner (panduan pertanyaan), kamera dan alat tulis menulis.
3.3   Cara Kerja
a.   Cara kerja untuk Deskripsi Bio-fisik Lahan Agroforestri yaitu :
1.   Menjawab pertanyaan yang telah disediakan
2.   Membuat posisi plot dilanskap
3.   Menyiapkan plot pengamatan
b.   Cara kerja mengevaluasi struktur komponen penyusun lahan Agroforestri yaitu :
1.   Mengklasifikasikan beradasarkan komponen penyusunnya
2.   Mengklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitasnya
3.   Mengukur luas bidang dasar pohon utama dan pohon penaung
4.   Menjawab pertanyaan yang telah disediakan
5.   Mengklasifikasikan berdasarkan tingkat tutupan kanopinya
c.   Cara kerja deskripsi manfaat ekonomi pohon dalam sistem Agroforestri
1.   Menghitung nilai ekonomi pohon
2.   Mengisi kalender per tahunnya dilahan
IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Deskripsi Bio-Fisik Lahan Agroforestri
Pada pengamatan pola Agroforestri di Desa Jonooge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi kami mendapatkan 5 jenis pohon yang ditanam dalam lahan Agroforestri yang kami pilih, jumlah dari masing-masing jenis yaitu 83 pohon. Umur dari masing-masing jenis pohon yaitu berkisar antara 5-7 tahun dan pola tanamnya ada yang mengelilingi lahan Agroforestri (dijadikan pagar), dan ada pula yang ditanam bedampingan dengan tanaman semusim (sebagai naungan).
Berdasarkan pola Agroforestri yang kami amati maka sistemnya menggunakan sistem Agroforestri sederhana (tradisional) karena pohon ditanam mengelilingi dan diselah-selah tanaman semusim.
Tabel 1. Posisi tabel di Lanskap
No.
Aspek
Keterangan
1.
Letak Geografi
S 00 587.34
E 119 055’ 00,29”
2.
Posisi dalam Lereng
Hilir
3.
Kepemilikan
Petani
4.
Nama Pemilik Lahan
Ilham
5.
Luas lahan (ha)
1 ha
6.
Sejak kapan diusahakan sbg Agroforestri
Sejak 2005
4.2 Mengevaluasi Struktur Komponen Penyusun Lahan Agroforestri  
4.2.2    Tabel Klasifikasi berdasarkan komponen penyusun dan tingkat kompleksitas Agroforestri
No.
Nama
Manfaat
Fungsi Ekologi
Umur dipanen,tahun
Komponen pohon
1.
Jati (Tectona grandis)
Kayu bangunan
Penaung, pagar, konservasi tanah dan air dan penyubur tanah
7 tahun
2.
Kelapa (Cocos nucifera)
Kayu bakar dan buah
Penaung, pematah angin, pagar
Setiap musim
3.
Gamal (Gliricidia sepium)
Kayu bakar dan pakan
Penaung, pagar dan penyubur tanah
2 tahun
4.
Mahoni (Switenia mahagoni)
Kayu bangunan, kayu bakar
Penaung, pematah angin, pagar, konservasi tanah dan air, penyubur tanah
7 tahun
Jumlah pohon :
83 pohon
Komponen tanaman semusim
1.
Jagung (Zea mays)
Pangan, sayuran
Penutup tanah
3 bulan
2.
Cabai (Capsicum annum)
Pangan, rempah
Penutup tanah, penyubur tanah
2 bulan
3.
Coklat (Theobroma
Pangan
Pengendali hama dan penyakit, penutup tanah

4.
Terong (Solanum melongena)
Pangan, sayuran
Penutup tanah,
2 bulan
5.
Padi (Oryza sativa)
Pangan
Penutup tanah
3 bulan
6.
Pepaya ( Carica papaya)
Pangan, sayuran, obat-obatan
Pengendali hama dan penyakit, penarik lebah, penutup tanah dan penyubur tanah
1 tahun
7.
Ubi (Lpomoea batatas)
Pangan, sayuran
Penutup tanah, penyubur tanah
5 bulan
komponen ternak
1.
Sapi (Bos taurus)
Penghasil daging

            Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masing-masing komponen Agroforestri baik itu dari aspek kehutanan maupun pertanian memiliki fungsi dan manfaat baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial.
Pola Agroforestri yang diterapkan oleh masyarakat berupa Agroforestri yang sederhana, karena tanaman dari aspek Kehutanan seperti Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Switenia mahagoni) ditanam mengelilingi tanaman semusim seperti cabai (Capsicum annum), jagung (Zea mays). Selain itu, pohon Gamal (Gliricidia sepium) ditanam diantara Coklat (Theobroma) agar dapat menaungi disaat tanaman masih berupa semai.
4.2.2 Mengukur Luas Bidang Dasar Pohon Utama dan Pohon Penaung
No.
Nama Pohon
Keliling batang, cm
Diameter (cm)
LBD (cm2/cm2)
1.
Jati (Tectona grandis)
51
16,24
128,98
2.
Mahoni (Switenia mahagoni)
63
20,06
220,20
3.
Gamal (Gliricidia sepium)
30
9,55
33,63
4.
Kelapa (Cocos nucifera)
43
13,69
83,69
Jumlah Pohon
4
Klasifikasi Agroforestri
Multistrata
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa komponen penyusun Agroforestri yang diamati, klasifikasi lahan Agroforestri tersebut termasuk multistrata karena terdiri dari beberapa komponen yang ditanam dalam satu lahan. Dan Berdasarkan tingkat kompleksitas komponen penyusunnya, klasifikasi lahan yang diamati termasuk dalam Agroforestri sederhana.
Berikut cara mendapatkan DBH dan LBD :
1.   Untuk Jati (Tectona grandis)
Dik :    K = 51 cm
D = 51/3,14 = 16,24 cm
            Dit :     LBD ?
            Penyelesaian : LBD    = 0,111 x 16,24 2,532
                                                    = 128,98 cm2
2.   Untuk Mahoni (Switenia mahagoni)
Dik :    K = 63 cm
D = 63/3,14 = 20,06 cm
Dit :     LBD ?
Penyelesaian : LBD    = 0,111 x 20,06  2,532
= 220,20 cm2
3.   Untuk Gamal (Gliricidia sepium)
Dik :    K = 30 cm
D = 51/3,14 = 9,55 cm
Dit :     LBD ?
Penyelesaian : LBD    = 0,111 x 9,55 2,532
= 33,63 cm2
4.   Untuk Kelapa (Cocos nucifera)
Dik :    K = 43 cm
D = 43/3,14 = 13,69 cm
Dit :     LBD ?
Penyelesaian : LBD    = 0,111 x 13,69 2,532
                                = 83,69 cm2
4.3 Deskripsi Manfaat Ekonomi Pohon Dalam Sistem Agroforestri
No.
Nama Lokal
Manfaat Ekonomi
Waktu panen
Hasil yang diperoleh (kg/ha)
Harga dipasaran (Rp)
Pendapatan Bruto (Rp)
1.
Jati
Kayu bangunan
>15 tahun
50
1.500.000
75.000.000
2.
Mahoni
Kayu bangunan
7 tahun
45
1.200.000
54.000.000
3.
Gamal
Kayu bakar, pakan ternak
2 tahun
65
20.000
1.300.000
Jumlah pohon
15

4.4   Kalender kegiatan pertahunnya di lahan
Pada kalender kegiatan pertahunnya dilahan, diperoleh informasi sebagai berikut :
1.   Pemupukan                               : bulan 1
2.   Penyiangan                               : bulan 6 dan 12
3.   Pemangkasan                            : bulan 6 dan 12
4.   Panen pohon                             : Gamal dan kelapa
5.   Panen tanaman semusim           :  jagung (bulan 3), terong (bulan 2)
6.   Panen ternak                             : 1x setahun

V.    PENUTUP
5.1   Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan praktek yang dilakukan yaitu :
1.       Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan sekaligus mengatasi masalah pangan.
2.       Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di perkebunan masyarakat Kelurahan Sigi Biromaru, kami menemukan salah satu sistem agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat Biromaru yaitu Agrosilvopastura.
3.       Jenis-jenis tanaman pertanian yang dapat dijumpai berupa jagung, terong, padi, cabai, dan sebagainya. Sedangkan jenis tanaman kehutanan yang dapat dijumpai berupa Jati, Mahoni, Kelapa dan Gamal.
5.2      Saran
Sitem agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat perlu adanya penanggulangan atau sosialisasi mengenai sistem agroforesri yang dilakukan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
De Forestra H, A Kusworo, G Michon dan WA Djatmiko. 2000. Ketika Kebun berupa Hutan. Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF. Bogor.
Djogo APY. 1995. Model-Model Wanatani Potensial untuk Pertanian Lahan Kering. MakalahDisampaikan dalam Lokakarya Nasional Agroforestri I (16-18 Januari 1995). Ujung Pandang.
Sardjono MA. 1990. Die Lembo Kultur in Ostkalimantan. Ein Modell fuer die Entwicklung agrofosrt-licher Landnutzung in den Feuchttroppen. (Dissertation). Universitaet Hamburg. Hamburg.
Soemarwoto O., et al. 1985a. The Javanese Home-Garden as an Integrated Agroecosystem. Food and Nutrition Bull., 7/3/1985/44-47.
Soemarwoto O, et al. 1985b. The Talun-Kebun: A Man-made Forest Fitted to Family Needs. Food and Nutrition Bull., 7/3/1985/48-51.
Thaman RR. 1989. Rainforest Management within Cintex of Existing Agroforestry Systems. In Heuveldop, J., T. Homola, H.-J. von Maydell, T. van Tuyll. 1989. Proceeding GTZ Regional Seminar. Korolevu (Fiji).






1 komentar:

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???