Kamis, 27 Desember 2012

Upaya Pengendalian Populasi Phytophthora Palmivora dalam Tanah dengan Pemberian Kombinasi Trichoderma sp., Effective Microorganisms dan Tepung Daun Cengkeh




I.  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman Kakao di Indonesia merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting, karena merupakan bahan baku industri yang dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan para petani kakao.
 Data BPS (2003) menunjukkan bahwa, luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Tengah pada tahun 2001 mencapai 79.161 ha dengan produksi 111.554 ton, dan pada tahun 2002 meningkat mencapai 114.906 ha dengan produksi 113.731 ton, selanjutnya pada tahun 2003 luas areal perkebunan kakao terus meningkat mencapai 122.817 ha dengan produksi rata-rata 113.218 ton. Hal ini menunjukan antusias masyarakat/petani terhadap budidaya kakao sangat tinggi, sehingga tanaman kakao mempunyai prospek yang cukup cerah dan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar. Menurut Infokom (2003), pada tahun 2003 hasil ekspor komoditi kakao  Sulawesi Tengah mencapai US $ 113.181.027,822.
1
 
 Meskipun terjadi peningkatan luas areal pertanaman kakao tersebut, namun tidak pada peningkatan jumlah produksinya. Hal ini dikarenakan dalam pembudidayaan tanaman kakao masih banyak mengalami kendala seperti rendahnya mutu biji yang mengakibatkan rendahnya mutu produksi. Menurut Amin (2002), mutu biji kakao Indonesia dinilai kurang baik di pasar internasional sehingga selalu dikenakan pemotongan harga sebesar ± Rp. 1.733.107 per ton biji kakao. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah system budidaya kurang optimal, klon tanaman kakao, dan adanya ganguan hama, penyakit dan gulma.
 Adanya masalah tersebut menyebabkan perlunya upaya-upaya perbaikan system budidaya dan yang tidak kalah penting adalah pengendalian  hama dan penyakit utama pada tanaman tersebut.
 Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butler, merupakan salah satu penyakit utama tanaman kakao yang dapat menurunkan jumlah produksi dan mutu biji  buah kakao (Razak, 1996). Patogen tersebut mampu menyerang buah, daun, dan batang. Walaupun serangan pada batang dapat mematikan tanaman, namun serangan patogen yang banyak menimbulkan kerugian  yang berarti adalah terjadi  pada buah, dimana buah yang terserang dalam waktu yang relatif singkat akan menjadi busuk (Darmono, 1994).
Di Sulawesi Tengah, pada tahun 1997 luas areal pertanaman kakao yang terserang penyakit busuk buah khususnya di Kabupaten Donggala mencapai 209 ha dan meningkat menjadi 1.122 ha pada tahun 2001 (Disbun, 2001), selanjunya pada tahun 2005 penyakit ini semakin meluas dibeberapa Kabupaten yaitu, Donggala, Poso dan Banggai,  dengan luas areal yang terserang mencapai 3149 ha (Disbun,  2005).   Secara ekonomis, hal ini tentu merupakan kerugian yang amat besar. Bahkan di daerah dengan kelembaban udara 60 - 80 % penurunan produksi dapat   mencapai   90 % (Darmono, 1994).

anda ingin skripsi diatas fersi full nya?? klik disini 

0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:

Posting Komentar

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???